BAB 03

2.3K 227 8
                                    


[ PERASAAN SIAL ]

~~Ketidakjujuran dimulai dari diri kita untuk diri sendiri yang enggan mengakui keburukan dan kekurangan~~

*

*

*

“Selamat pagi, Raka,” sapa wanita dengan rambut pendek dan kacamata bulat.

“Pagi kak...”

“Tumben lo datengnya pagian?” sindir Khanna sambil tersenyum manis.

Mereka berpapasan di depan pintu lift yang terletak di lantai dasar.

“Anjir! Kakak kalo ngomong kadang suka-suka ya. Udah kayak gue telat tiap hari.”

“Emang gitu, kan?” sahut Sintia yang tiba-tiba muncul di belakang mereka berdua dengan tangan bersilang di dada.

“Enak aja Lo kak kalo ngomong–...”

Raka menoleh ke belakang. Terlihat pemandangan orang-orang yang sedang menyapa direktur yang juga baru saja datang. Dia tidak pernah melihat datangnya direktur di pagi hari seperti ini, karena biasanya dia terlambat meski hanya dua atau tiga menit sementara direktur tersebut sepertinya orang yang selalu datang ke kantor tepat waktu.

Tapi mendengar orang-orang yang lebih tua atau seusia dengan direkturnya menyapa dengan sebutan ‘pak’ membuat Raka ingin tertawa. Dia tidak terlalu menyadari tentang betapa anehnya memanggil Alden dengan sebutan ‘pak’ sebelumnya, tapi kalau mengingat bagaimana dirinya bisa bersikap santai atau bahkan berbicara kasar dengan direktur itu, rasanya Raka ingin tertawa terbahak-bahak.

Setelah lift mencapai lantai sepuluh, Raka melihat beberapa orang sedang berkerumun dalam satu titik dan mendekati mereka.
L Tidak hanya ada orang-orang yang bekerja di lantai yang sama dengannya, tapi ada juga orang-orang dari lantai lain berada di sana. Dia tahu bahwa hari ini pasti ada sesuatu yang terjadi di kantor. Entah itu baik atau buruk, yang pasti kejadian tersebut telah menjadi bahan gosip kantor.

“Ada apaan woy? Ada apaan?” serbu Raka seraya menyempil di antara orang-orang yang berkerumun.

Sebenarnya Raka sendiri termasuk orang yang cuek dengan urusan orang lain dan jauh dari tipe orang yang suka bergosip, tapi dia sering melakukan hal ini hanya untuk mengganggu atau memang sekedar usil.

“Ini lagi rame banget diomongin. Katanya direktur kita tuh homo,” celetuk salah satu pegawai perempuan.

Mendengar jawaban dari salah satu perempuan yang terlihat paling bersemangat membicarakan gosip itu membuat Raka mengedarkan pandangannya untuk melihat reaksi orang-orang. Beberapa orang terlihat memasang ekspresi biasa, tapi mayoritas menunjukkan ekspresi jijik atau ekspresi yang menunjukkan bahwa gosip itu setara dengan berita meluncurnya rudal yang sangat menghebohkan.

“Gila ya, masa ganteng-ganteng homo.” Seseorang menyeletuk lagi, mengobar lebih banyak api ke dalamnya.

“Terus kenapa emang kalau dia homo?” cetus Raka agak sengit.

“Kan sayang banget. Masih muda, ganteng, udah gitu tajir lagi. Tapi sayangnya, malah homo. Kayak nggak ada cewek aja.” Perempuan yang sama menjelaskan dengan ekspresi jijik, merendahkan dan juga mencibir.

[BL] ANASTAÍNOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang