03. RIGHAN

1K 80 6
                                    

Masih semangat gak nih buat spam komen Dhirendra?

Harusnya ia dong!❤❤❤

Jangan lupa follow instagram @cavyra_ dan TikTok @telurgulung_1

Ngomong-ngomong, perasaan kalian waktu liat Dhiren di pemakaman ALMARHUMAH KANAYA untuk pertama kalinya gimana? Campur aduk? B aja? Ikut nyesek? Atau banjir? (pembaca ARGA pasti paham😁🙏🏿)

Happy reading!

***

03. RIGHAN

“Gak capek siksa diri sendiri?” tanya Arga seusai mengobati luka kecil di punggung tangan Dhiren akibat terlalu kuat memukul samsak tanpa menggunakan sarung tinju.

Dhiren menatap tangannya yang diberi plester oleh sang Ayah. “Capek.”

“Kalau capek kenapa diulangi terus, hm?”

Dhiren menatap Arga yang berdiri membelakanginya di pojok kamarnya––meletakkan obat merah dan plester ke kotak P3K.

“Candu.”

Singkat dan padat namun mampu membuat hati Arga tersayat-sayat.

Tentu Arga paham apa maksud Dhiren. Dhiren selalu menyakiti dirinya sendiri dengan cara berbeda saat perasaannya kalut dan pikirannya diisi oleh Kanaya. Kebiasaan ini sudah Arga ketahui saat Dhiren menginjak usia sepuluh tahun.

Arga berjalan mendekat ke arah Dhiren yang tengah bersender di sandaran ranjang. Ia menatap punggung tangan Dhiren yang terplester.

“Kamu kenapa lagi?”

“Biasa.”

Arga menatap Dhiren. “Biasanya kenapa? Biasa itu ada banyak macam jenis.”

Dhiren tersenyum tipis. “Kangen, Yah.”

“Lagi?”

“Setiap hari,” ralat Dhiren membenarkan membuat dada Arga sesak.

Dhiren memejamkan matanya dan bercerita pada Arga yang semakin membuat dada Arga sesak. Napasnya tercekat. Jatungnya seolah berhenti berdetak.

“Tadi Dhiren antar adik kelas yang mau dipalak preman. Ayah tau? Sampai rumah adik kelas Dhiren, Ibu adik kelas itu keliatan panik sama khawatir waktu tau anaknya dipalak sama preman. Dhiren jadi iri.”

“Andai Bunda––”

“Kamu gak bisa gini terus, Ren. Tujuh tahun lamanya kamu terus melihat masa lalu dengan Bunda. Mengenang masa lalu memang bagus, tapi jika kamu terus menerus berharap masa lalu itu bisa diulang dan diperbaiki, kamu salah besar. Come on, boy. Kamu ketawa sehari aja bisa buat Bunda seneng di sana,” potong Arga dengan suara lembut membuat bibir Dhiren seketika bungkam.

Merasa ranjangnya bergoyang, membuat Dhiren membuka mata dan Arga berjalan keluar kamarnya. Begitu pintu kamarnya tertutup dan Arga sudah keluar, Dhiren menjambak rambutnya kasar.

Lagi dan lagi ia menyakiti hati Arga untuk kesekian kalinya.

“Argh! Bodoh!” umpatnya mengumpati dirinya sendiri.

DHIRENDRA (LENGKAP)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang