08 - Teka-teki

77 18 6
                                    




Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




08 - Teka-teki




"Kak Aru punya trauma akut karena kejadian yang dia alami setahun lalu."

Luna akhirnya bersuara setelah sekian lama duduk dengan bibir terkunci rapat di taman rumah sakit. Disebelahnya, Mahesa menyimak dengan tenang.

"Dia gak bisa mengontrol emosinya sendiri ketika orang disekitarnya bahas hal-hal tentang masa lalunya." Luna meremat botol minuman dingin di tangannya. Ia menunduk. "Gue egois. Benar kata Sagara."

Mahesa masih diam. Enggan memotong cerita Luna. Meski kini, semakin besar rasa penasaran yang menyerang dirinya. Namun, ia tetap sabar menunggu Luna bercerita sendiri tanpa di tuntut apapun.

"Seharusnya, gue gak ajak Kak Aru lari dari penyelesaian masalah. Harusnya, gue gak ajak Kak Aru pindah kesini dan bikin dia gak mendapatkan perawatan yang seharusnya.." lirih Luna. Nada bicaranya penuh dengan penyesalan.

Hening lagi setelahnya. Luna terisak membuat Mahesa jadi bingung sendiri. Belum sempat Mahesa berbuat sesuatu, tiba-tiba saja tangannya di raih oleh Luna. Di genggam oleh tangan mungil gadis itu.

"Kak Hesa. Gue tau, lo cowok baik-baik." ujar Luna sembari menatap dalam kedua mata Mahesa dengan mata sembabnya. Tatapan itu tulus. Mahesa dapat merasakannya dengan jelas. Sangat berbeda dengan tatapan sengit dan angkuh yang biasa Luna perlihatkan. Mahesa sadar, gadis itu sama rapuhnya. Cover-nya saja yang terlihat seperti tukang pukul. Nyatanya, dia tak lebih kuat dari Aruna.

"Kak, tolong gue. Tolong bantu gue buat jaga Kak Aru. Gue percaya, lo bisa bantu gue buat jaga Kak Aru." mohon Luna dengan mata yang tak hentinya meneteskan bulir bening itu.

Mahesa balas menggenggam tangan Luna. Menatap kedua bola mata itu dengan dalam. Mencoba meyakinkan Luna, bahwa ia bisa menjadi orang yang di percaya. Persis seperti apa yang Luna katakan.

"You can trust me, Luna. Gue bakal jaga kakak lo sepenuh hati." katanya membuat hati Luna lega.

Setidaknya kini, dia tidak sendiri. Mahesa disini. Bersamanya. Bersama Aruna.









***








"Terus gue? Lo anggap gue apa, Laluna???"

Luna mendengus mendengar ocehan pemuda jangkung yang sejak tadi mengikutinya kesana-kemari.

Mulai deh dramanya.

"Hey, gue ngomong sama lo." Saga mencengkram bahu Luna pelan. Membuat gadis itu mau tak mau menghadap pada pemuda jangkung itu.

Saga menatapnya tepat di mata, membuat Luna blank sesaat. Ia tak bisa menghindar kala ledakkan kecil itu terjadi didalam dadanya.

"Apaan sih anjrit." Luna langsung menepis tangan Saga membuat pemuda itu berdecak.

SERENADETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang