Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
12 - "I'm here for you."
—
Aruna menatap pantulan wajahnya di cermin. Rentetan kejadian yang terjadi satu bulan belakangan ini, semenjak ia pindah ke rumah barunya seolah sebuah kaset yang tengah terputar di kepalanya. Mulai dari pertemuannya dengan Saga setelah beberapa tahun berpisah dan hanya saling berhubungan lewat aplikasi chatting. Kemudian di sambung dengan bertemunya gadis itu dengan Mahesa, sosok asing yang dengan percaya dirinya mendatangi rumah Aruna dengan senyum secerah mentari pagi.
Sampai kini, ia terjebak dalam keadaan ini. Di jadikan sosok spesial oleh dua orang lelaki yang membuat hidupnya banyak berubah.
Perkataan Mahesa sore itu berputar lagi di kepalanya. Mahesa yang secara gamblang menyatakan perasaannya. Tak membuat Aruna penasaran lagi dengan sikap pemuda itu yang terasa janggal apabila hanya di lihat sebagai kepedulian seorang tetangga ataupun sebatas teman.
Begitu pun... dengan perkataan Sagara malam itu. Tak ada yang tahu, Saga hari itu menyatakan perasaannya membuat Aruna terjebak dalam situasi yang tak pernah ia duga sebelumnya. Tidak, Aruna memang tidak se-naif itu ketika melihat semua perhatian yang Saga berikan padanya. Yang tak pernah ia duga adalah ia terjebak dalam ruang rasa antara kedua sahabat ini.
Aruna hanya tak ingin menjadi pemicu, renggangnya hubungan persahabatan antara Mahesa dan Saga.
Ditengah kegiatan melamunnya siang itu, suara pintu terbuka membuatnya tersentak kaget. Kepalanya bergerak, menoleh pada Luna yang menyembulkan kepalanya dari balik pintu.
"Kenapa?" tanya Aruna ketika Luna hanya memandanginya tanpa berkata sepatah kata pun.
Gadis itu diam, bola matanya bergerak-gerak seolah ada sesuatu yang ingin ia sampaikan namun tertahan.
"Eum... Gak jadi deh." katanya membuat Aruna mengernyit.
Luna berbalik. Aruna pikir, adiknya itu akan pergi dari ambang pintu. Namun ternyata, gadis itu malah kembali menyembulkan kepalanya dari balik pintu dan memanggilnya.
"Kak,"
Aruna menoleh lagi, tak menyahut hanya diam menunggu Luna melanjutkan perkataannya.
"Gue mau keluar. Sama Matt." sambung Luna.
Aruna terkekeh setelahnya. Jadi ini yang membuat adiknya itu mendadak bersikap aneh.
"Yaudah, jangan pulang malam-malam." katanya memberi izin. Ada senyum jahil di wajahnya membuat Luna mendengus pelan. "Bilangin sama Matt, jangan bikin Tuan Putri meleleh kena angin malam."
"Apaan sih." dengus Luna kesal. Kemudian, ia berlalu pergi. Meninggalkan Aruna yang masih terkikik geli.
Setelah tawa Aruna reda, gadis itu diam lagi. Suaranya senyap di telan keheningan kamar yang kembali di mulai sejak Luna menutup pintu kamar itu rapat. Senyum Aruna hilang. Matanya kembali menatap bayangan dirinya sendiri di dalam cermin. Dengan mata yang menyayu, gadis itu memperhatikan lekuk wajahnya sendiri.