Tengkorak Hitam Season 1 (part 8)

40 2 0
                                        

Aku memutuskan untuk melakukan pencarian terhadap tempat tinggal para preman itu. Kutanya ke beberapa orang yang ada di pasar dan sekitar gang perumahan, namun tidak banyak membuahkan hasil. Aku hanya mendapat info kalau para preman biasanya banyak bertempat di pelosok dalam kota, dimana area itu lebih liar dan jarang terjamah polisi.

"mungkin besok saja", pikirku seraya Kembali menaiki angkutan menuju area rumahku. Aku yakin, mulai besok aku bisa meringankan beban perguruan Bangau! Untuk sekarang aku hanya bisa berharap semoga semua berjalan dengan baik.

.

---INTRODUCE POV : Ihsan Tirtayasa Wijaya---

Deru hujan terus menetes diatas atap mobil, wiper mobil bergerak ke kiri dan ke kanan, dalam keadaan seperti ini aku hanya bisa diam memikirkan betapa kacaunya keadaan sekarang setelah bertambahnya kasus kematian baru. Meski belum diselidiki, aku yakin 100% itu adalah ulah dari para Mafia Bartuli.

Bertahun-tahun aku memantau mereka secara diam-diam tanpa persetujuan atasan, dan semua kasus mulai dari pencurian dan perusakan hingga berbagai jenis pembunuhan mengarah ke satu pihak yang tidak lain dan tidak bukan adalah Bartuli. Oleh karena itu aku harus bisa membuktikan kepada Kepala Polisi dan rekan-rekanku yang lain, bahwa apa yang sudah kuduga ternyata benar.

"hey... abis ini kita mampir di deltamart ya? Gua pengen jajan"

Yah... begitulah tujuan yang ingin kucapai sekarang.

"lu bisa serius dikit gak sih? Kita lagi dapat kasus baru nih!" jawabku pada partnerku, iya... dia adalah rekan kepercayaanku dalam melakukan penyelidikan, namanya adalah Nadine Permata. Bukan partner namanya kalau tidak memiliki perbedaan yang kontras denganku, dan untuk seorang Nadine... ia adalah orang yang berguna namun berisik.

"kenapa sih??! Gua Cuma pengen bisa santai dikit aja gak boleh"

"ya gak bisa lah! Harusnya situ bisa professional dikit, ini udah kesekian kalinya dalam lima kasus berturut-turut, aku yakin pasti pelakunya masih mereka!!"

"dan kalau bukan mereka? Mau diejek lagi sama polisi-polisi lain?"

"din, lu sama aja kayak mereka ya? Gak percayaan banget!!"

"ya bukan begitu san, gua sendiri tau kalau Mafia Bartuli sudah melakukan banyak hal buruk, tapi mencoba menangkap lalu menuntut mereka lewat pengadilan itu sulit lho! Koneksinya banyak!!"

"yah, begitupun dengan kepolisian! Gua yakin alasan para polisi ngebiarin dia dan anak buahnya ngacau karena memang para polisi udah disogok oleh Bartuli!"

"kok malah nuduh gitu sih?"

"ya itumah bukan tuduhan din! Itumah udah pasti! Coba hitung berapa banyak kasus polisi kotor di negri ini???"

"........hufftt... gak tau lagi dah gua... yang gua mau itu lu jangan paksain diri dan jangan makin ngerusak image lu di depan rekan yang lain, gua gak bisa ngeliat lu gini terus!"

Aku hanya diam tidak merespon, yang kubisa lakukan hanya menggeleng kecil, aku tau apa yang kulakukan ini membuat namaku di kepolisian malah semakin memalukan, tapi semua yang kulakukan ini demi masa depan negri ini, aku tidak peduli jika ada yang ingin menghalangiku maupun mendahuluiku. Aku hanya ingin diriku saja yang berhak mengakhiri kekacauan yang disebabkan oleh Bartuli, demi membawa nama baik keluargaku.

".....sudah sampai" ucapku seraya tiba di lapangan dan melihat banyak mobil polisi serta sebuah ambulans di TKP.

Di balik garis kuning polisi, aku bisa melihat tubuh yang sudah tertutup kain, "ayo keluar!" ucapku seraya mengajak Nadine ikut keluar dari mobil.

"ugghhh baiklah..."

Kami berdua kemudian berjalan menuju garis kuning, aku dan Nadine menunjukkan tanda pengenal kami dan melewati garis kuning itu.

Kulihat sebuah tubuh yang tertutupi terpal kemudian dibuka, setelah itu Nadine memberikan kepadaku catatan hasil pemeriksaan tim forensik sebelumnya, setelah itu ia langsung memakai sarung tangannya dan ikut memeriksa tubuh tersebut, aku pun juga ikut melakukan observasi di sekitar mayat. Berdasarkan hasil pemeriksaan sebelumnya, lalu hasil observasi sekarang dan laporan yang ada mengenai situasi serta identitas mayat, aku bisa menyimpulkan bahwa mayat tersebut nampaknya terbunuh dengan dijatuhkan dari ketinggian, bisa terlihat dari pendarahan yang dialami mayat dan juga bagian tubuh yang remuk.

"Siapapun yang melakukan pembunuhan ini, mereka tidak melakukannya sendiri" ucapku pada Nadine.

"Aku tahu kau mau bawa kemana kesimpulan ini Ihsan, tapi tolong jangan..."

Tidak lama kemudian Kepala Kepolisian datang menemui kami, "Ihsan!" panggilnya.

"ah, Iya Pak..."

"jadi bagaimana? Ada asumsi tentang kasus ini?"

"baik, jadi seperti yang sudah saya dan Nadine analisis, beberapa bukti yang kami temukan mengarah kepada sebuah kemungkinan bahwa korban terbunuh dengan jatuh dari tempat tinggi"

"jadi menurutmu ini adalah tindak pembunuhan?"

"benar sekali pak, tidak mungkin jenis kematian seperti ini terjadi di lapangan yang tidak memiliki bangunan tinggi, jadi kemungkinan korban mati karena bunuh diri sangat kecil" ujarku dengan penuh keyakinan.

"lantas menurutmu siapa pelakunya?" tanyanya.

"menurut saya pelakunya..." namun tiba-tiba kepala polisi langsung menyela "jangan bilang kamu mau bawa nama Bartuli lagi" itu membuatku tertegun.

"mm anu pak....." sialan, karena seringnya aku membawa nama Bartuli dalam setiap penyelidikan, membuat Kepala Polisi jadi tau kebiasaanku.

Di dalam suasana yang canggung kepala polisi mulai mengguruiku "yaampun Ihsan... Ihsan... kamu ini bagaimana sih!!? Saya sudah berulang kali bilang ke kamu kalau membawa nama Bartuli tidak akan ada gunanya! Kau tau seberapa besar nama mereka? Tidak peduli jika mereka pernah melakukan tindakan kesalahan, menuntut Bartuli dan anak buahnya tidak akan ada gunanya, kalau kau memang ingin menuntutnya maka berikan bukti yang benar-benar konkret! Bukti yang dapat memberatkan masa tahanannya! Itupun kalau kau bisa!" Omongan kepala polisi terdengar oleh hampir seluruh polisi lain terutama Nadine.

"atau... coba kau hilangkan dulu nama Bartuli dalam setiap penyelidikanmu! Setelah kau lakukan itu, kita bisa berdiskusi lagi"

"B-baik... Pak..."

Pada akhirnya kepala polisi pergi dari TKP. Kejadian barusan telah membuat emosiku cukup tersulut, polisi-polisi ditempatku bekerja kerap mengucilkanku hanya karena obsesiku dalam mengurusi kasus Bartuli. Mereka menganggap aku membuang-buang waktu, tapi mereka sendiri yang sebenarnya menyia-nyiakan waktu! Menjadi polisi tanpa menjanjikan keamanan bagi warganya? Untuk apa mereka jadi polisi?? Aku yakin polisi-polisi ini sudah banyak diisi oleh orang bodoh!!!.

"sudahlah san... nih! Gua nemuin sesuatu dari bagian tubuh korban" suara Nadine tiba-tiba membuyarkan fokusku, aku seharusnya kembali melanjutkan penyelidikanku.

"hufftt... makasih din, kita lanjutin aja investigasinya abis ini" aku dan Nadine pun akhirnya Kembali melanjutkan pekerjaan kami.

---END of POV---

.

Aku Kembali melanjutkan pencarianku untuk menemukan markas para preman, aku tau bahwa bertanya kepada orang-orang baru tidak akan berguna, jadi aku mencoba bertanya ke orang-orang yang sudah lama dan tau seluk beluk daerah sekitar. Aku pada akhirnya menemukan petunjuk dari bertanya ke para pedagang lama, ternyata jaraknya cukup jauh tapi masih bisa kulampaui.

"Hmm... ini dia" gumamku selagi melihat sebuah bangunan luas yang sepi.

Aku memutuskan untuk masuk ke dalam hingga tiba-tiba...

"Woi!" tiba-tiba suara seseorang mengangetkanku, dan ketika aku melihat kemana arah suara itu...

"Lu siapa hah?? Tiba-tiba datang ke rumah orang!!!!" ternyata benar, para preman melihat kedatanganku dan berkumpul untuk mengepungku.

".....ini gawat" ucapku dalam hati, selagi memikirkan apa yang harus kulakukan. 

Tengkorak Hitam (Season 1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang