|Aku, Kamu dan Stetoskop|
Mungkin, bukan semesta yang tak memberi restu. Hanya saja, waktulah yang tak memberinya kesempatan untuk mencintai sosok yang baru.
Suara dentuman benda kaca yang memekakkan telinga itu seakan menggambarkan betapa muaknya Yena pada keadaan yang ia alami. Hampir setiap hari keluarganya dipukuli habis-habisan karena belum juga membayar hutang.
Semua bunga ditoko bunga miliknya berserakan. Lantai pun dipenuhi oleh serpihan kaca dari pot yang dihancurkan.
Setelah semua penagi hutang itu meninggalkan rumahnya, suara tangis yang semakin meringis pilu itu kembali terdengar dari anak perempuannya.
"Diaammm!!! Bisa diam gak kamu, hah?!" Yena memegang kedua bahu putrinya dengan kasar.
"Yena!! Lili itu masih kecil!" geram Rahman.
"Halahh ayah dan anak sama saja, nggak guna!!"
"Kamu!!" Tangan Rahman terangkat, hendak menampar Yena, istrinya.
"Kenapa? Mau nampar? Tampar aja! Lebih baik saya mati daripada hidup miskin kek gini," teriak Yena, air matanya luruh tak terbendung. Sementara tangan Rahman berhenti, lalu perlahan menurunkannya.
Tangannya mengepal hingga gemetaran. terlihat jelas kalau pria itu tengah berusaha menahan emosinya yang menggebu-gebu, "Maaf, saya nggak bermaksud--"
"Kita cerai saja, Mas," Sela Yena sambil menatap lekat sang suami.
Rahman mencengkram tangan kanan Yena lantas berkata, "Maksud kamu apa?"
"Saya mau kita cerai," ulangnya lagi.
Tawa penuh luka itu menggema. Setelah semua hal yang Rahman korbankan, keluarga bahkan kekuasaan ia tinggalkan karena lebih memilih bersama Yena, pada akhirnya, sosok yang ia pilih malah membuangnya, bahkan lebih buruk dari sampah.
Tanpa memedulikan sang suami, diambilnya koper yang telah terisi pakaian itu. Melebarkan langkah pergi dari tempat yang berapa tahun ini ia tinggali.
"Dasar perempuan nggak punya hati!! Saya rela tinggalin semua yang saya punya agar bisa hidup bersama kamu! Tapi ini balasanmu? HUH?!" hardik Rahman, namun Yena seakan menulikan pendengarannya dan tak peduli sedikitpun.
Walaupun begitu, langkah Yena berhenti, saat mendapati setangkai bunga gerbera didepannya, membawa kepingan kenangan yang masih membekas.
Bunga Gerbera ialah bunga yang melambangkan perasaan cinta yang telah lama terikat, begitu yang Rahman ungkapkan dulu saat menyatakan cintanya. Lelaki itu juga berharap sebagaimana filosofi yang terikat dalam bunga ini sebagai simbol cinta sejati. Lagi-lagi, kenyataan memang tidak semanis angan-angan. Dan pada akhirnya, semesta selalu memberi Yena jawaban untuk berhenti percaya pada cinta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku, Kamu dan Stetoskop | 𝑬𝑵𝑫
Espiritual|sᴜᴅᴀʜ ᴅɪᴋᴏɴᴛʀᴀᴋ ᴘᴇɴᴇʀʙɪᴛ| ⚠️ k𝖺𝗅𝖺𝗎 𝗅𝗎𝗉𝖺 𝖼𝖾𝗋𝗂𝗍𝖺𝗇𝗒𝖺, 𝖻𝖺𝖼𝖺 𝗎𝗅𝖺𝗇𝗀 😎 __________ ℬ𝓁𝓊𝓇𝒷 "Kakak tahu gak kenapa aku sangat ingin jadi dokter?" Pikiran Khalil mengembara memilih jawaban yang pas. "Karena ingin menolong banya...