|Aku, Kamu dan Stetoskop|
"Terlalu mencintai seseorang ibarat narkotika, kamu akan di buat kecanduan, hingga tanpa sadar perasaan itulah yang menghancurkan dirimu sendiri."
"Jangan membenciku," pinta Khalid membuat dahi Ziya berkerut.
"Hah?"
"Seperti kesepakatan kita sebelumnya, setelah mendapat restu ibumu, maka aku akan bawa kamu ke orang tuaku. Tapi sebelum itu aku akan mengajak kamu ke suatu tempat, dan untuk itu Khalid izin Bu, apa boleh?" Pandangan Khalid beralih pada Ibu Ziya.
"Iya boleh," jawab sang ibu.
Ziya mengerjap. "Berdua, saja?"
"Cici akan ikut," sambung ibu Ziya lagi.
"Ini kenapa sebenarnya? Ada kejutan, kah? Kok disini yang mukanya bingung cuman Ziya doang?"
"Ah bawel. Udah, ikut aja." Dengan lincah, Cici lalu menggandeng tangan Ziya.
"Apa sih? Kak?" Ziya menoleh ke arah Khalid meminta penjelasan, tapi yang ditatap hanya tersenyum manis.
Ketiganya lalu menaiki mobil menuju ke suatu tempat. Sesekali mereka akan bercanda, namun saat Ziya kembali bertanya mengenai kemana arah yang mereka tuju, hanya jawaban senyuman yang Ziya dapatkan.
"Oh jadi sekarang mainnya rahasia-rahasiaan?" ujar Ziya sambil bersedekap. Sementara Khalid tertawa kecil melihat tingkah Ziya.
"Nggaklah. Entar juga kamu bakal tahu, ya nggak Lid."
Khalid menoleh, lalu tersenyum lagi. Tapi kali ini senyumannya terlihat seperti terpaksa, bertepatan juga saat mobil mereka memarkir dihalaman sebuah cafe yang sangat Ziya kenal.
"Loh, ini kan..."
"Ayo masuk, ada yang ingin aku bilang di dalam," ujar Khalid dengan tatapan sendu, membuat jantung Ziya berdetak cepat dari batas normal. Firasatnya berubah menjadi buruk melihat kedua mata yang lembut itu seakan menyimpan sesuatu yang menyakitkan.
"Aku duduk dibagian sana ya," kata Cici sambil menunjuk ke meja sebrang.
Khalid mengangguk, sementara Ziya masih memasang muka bingung.
"Kak ... are you ok?"
Lagi-lagi Khalid tersenyum ditariknya kursi untuk memberi ruang agar Ziya duduk, lalu mengacak pelan kepala Ziya yang tertutup hijab. "Aku oke Zi." Kali ini Ziya tidak protes seperti biasanya. Ia biarkan tangan Khalid menyentuh kepalanya.
Khalid duduk didepan Ziya, sementara Ziya sedari tadi menatapnya lekat. "Wajah kamu kok tegang gitu?" tanya Khalid saat kedua mata mereka bertemu pandang.
"Huh? Ekhem, gak kok." Ziya berdehem sambil memperbaiki duduknya. Ia melihat sekeliling karena lampunya perlahan menjadi redup.
"Zi, ini adalah tempat pertama, aku ketemu kamu. Masih ingat, kan?" Terlihat anggukan dari Ziya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku, Kamu dan Stetoskop | 𝑬𝑵𝑫
Espiritual|sᴜᴅᴀʜ ᴅɪᴋᴏɴᴛʀᴀᴋ ᴘᴇɴᴇʀʙɪᴛ| ⚠️ k𝖺𝗅𝖺𝗎 𝗅𝗎𝗉𝖺 𝖼𝖾𝗋𝗂𝗍𝖺𝗇𝗒𝖺, 𝖻𝖺𝖼𝖺 𝗎𝗅𝖺𝗇𝗀 😎 __________ ℬ𝓁𝓊𝓇𝒷 "Kakak tahu gak kenapa aku sangat ingin jadi dokter?" Pikiran Khalil mengembara memilih jawaban yang pas. "Karena ingin menolong banya...