Song recommendation:
Flares by The Script*******
Winter tanpa sadar telah melewati hari yang panjang menanti jam kerja Karina berakhir; pukul tujuh malam.
Agaknya menunggu malam merangkak naik menggantikan siang sama sekali tak berasa sebab langit redup yang menyelimuti selalu nampak sama. Ini dikarenakan selama musim dingin, kota Tromso (beserta kota-kota lainnya yang berada dalam lingkaran Arktik) mengalami polar night. Matahari yang bersembunyi di bawah garis cakrawala takkan menampakkan diri sepanjang November hingga akhir Januari.
Kemudian perjalanan dimulai. Setelah sebelumnya singgah ke salah satu hotel di pusat kota guna mengangkut semua barang bawaan Winter, mobil sedan milik Karina melaju membelah aspal bersalju. Beranjak menjauhi hiruk-pikuk Pulau Tromsoya melalui jembatan Sandnessund sebagai penghubung tempat yang dituju.
Sebenarnya Winter tak begitu lugu mengenai seluk-beluk kota Tromso. Ia telah menggali banyak informasi dari internet sebelum akhirnya memutuskan pergi berlibur ke sini bersama orang tuanya. Winter tau jika jantung kota berada di pulau kecil bernama Tromsoya yang dikelilingi barisan pegunungan dan dua daerah suburban; Pulau Kvaloya dan lembah Kroken-Tromsdalen.
Meski Karina tak memberitahu, Winter bisa menduga jika mereka sedang menuju Kvaloya.
Saat mendaki jalanan menanjak, Winter tak mampu berpaling dengan mulut menganga dari balik kaca mobil begitu menyaksikan panorama yang tersuguh nyata di luar sana. Kelap-kelip pusat kota di pulau seberang terpantul menawan pada perairan selat yang memisahkan. Siluet barisan pegunungan yang mengepung kota Tromso membuat segalanya nampak jauh lebih elegan. Sejenak ia merenung, bukankah terdampar dalam nirwana semacam ini layak untuk disyukuri? (Terlepas dari statusnya yang nyaris jadi gelandangan tentunya).
Di dalam mobil, Winter yang tak nyaman dalam kecanggungan terus berbicara mengisi kesunyian. Berusaha melempar topik apa saja yang muncul dalam kepala. Jika diingat-ingat, mungkin kalimat terpanjang yang diucapkan Karina selama perjalanan adalah, "Besok Kamu harus mengurus kewarganegaraan baru. Aku tak mau menampung imigran ilegal." Dan selebihnya hanya menyahut pertanyaan-pertanyaan Winter dengan "Ya," "Tidak," dan "Tidak tau."
Kini Winter tersadar jika penilaiannya mengenai sosok Karina sangatlah samar. Pada awalnya ia berpikir jika Karina adalah seseorang yang bermulut bijak dan suka melontarkan lelucon jayus sehingga dengan cepat ia menganggap Karina sebagai sosok penolong yang berhati hangat. Namun nyatanya Karina yang ia kenal sekarang entah bagaimana terasa begitu mengintimidasi, terutama tatapannya itu. Sepasang obsidian gelapnya seakan bisa menembus ke dalam jiwa tatkala pandangan mereka bertemu.
Ah, apa yang aku harapkan? Jelas-jelas waktu itu aku terlalu menyedihkan, wajar saja jika dia menunjukkan simpatinya. Karina yang sekarang adalah dirinya yang sesungguhnya.
Tapi untungnya atmosfer canggung itu lenyap saat Karina menginjak pedal rem, berhenti tepat di depan salah satu rumah bercat monokrom. Rumah yang berdiri kokoh di tengah hamparan padang salju.
Di depan pintu utama rumah, selagi Karina sibuk merogoh saku jaket mencari kunci, Winter yang berdiri di belakangnya menyisir pandangan. Jika dipikir-pikir, rumah ini terlalu besar jika hanya dihuni Karina seorang.
Karena itu sekelebat asumsi muncul dalam kepalanya. Bagaimana seandainya kak Karina ternyata tidak tinggal sendirian? Apa yang harus aku katakan pada keluarganya? 'Halo, namaku Winter. Aku gelandangan yang kebetulan dipungut oleh polisi yang sedang berpatroli di tengah badai salju. Tolong kasihani aku.' begitu?
Winter meneguk ludah saat pintu terbuka. Mau tidak mau, dengan penuh keraguan ia melangkah maju, menyeret koper mengikuti langkah Karina.
Ketika langkah pertamanya masuk menginjak karpet bulu berwarna kelabu, Winter segera menyadari jika ruangan berbentuk balok tersebut minim perabotan sehingga terkesan lebih luas dari perkiraannya. Hanya ada dua sofa empuk dan satu meja yang menyambut di ruang tamu. Berjalan semakin ke dalam, ia menemukan pohon natal yang sudah dihias, berdiri anggun di dekat perapian yang terhubung dengan cerobong asap rumah. (Ah iya, semua kesedihan ini membuatnya lupa jika besok sudah Natal). Terakhir, bagian paling belakang merupakan area dapur yang dibatasi pantry.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNFREEZE [jmj]
FanfictionSaat musim dingin tiba, hati Yooji yang beku pun luluh. ⚠️ Trigger Warning ⚠️ depression, mental issues, suicide attempt top!Karina bot!Winter