Frozen Heart

881 136 27
                                    

Trigger Warning // Suicidal thoughts

~•°•°•~


Jika musim dingin dan takdir adalah manusia, barangkali mereka adalah makhluk yang paling Yooji benci di muka bumi. Tak ada yang lebih atau kurang ia benci antara satu dan lainnya. Bagi Yooji, keduanya sama-sama bajingan.

Seandainya saja dulu ia lebih kuat, tak dibudaki ego, dan sedikit 'lunak' kepala, mungkin si penghuni liang lahat masih tetap ada di sisinya hingga sekarang. Masih bernapas, tak berhenti memberinya afeksi dan cinta, cantik menawan layaknya gadis yang seharusnya sampai saat ini masih ia puja-puja.

Namun itu jelas pemikiran naif. Pada kenyataannya Salju adalah sang raja kala musim dingin tengah berkuasa, dan Takdir adalah malaikat maut yang sulit ditebak target penghakimannya sampai-sampai dikira hobi membunuh sesuka hatinya.

Sedangkan Yooji... hanyalah Yooji. Manusia bodoh yang mencoba menantang dua batara perkasa hanya untuk berujung mempermalukan dirinya sendiri.

Akan tetapi, Yooji itu terkadang memang tak tahu malu. Seperti saat ini, misalnya, ia malah datang kembali menunjukkan diri seakan meminta penghakiman untuk yang kedua kali. Padahal selama ini Yooji begitu takut jikalau musim dingin akan menangkapnya dan trauma akan melemparnya ke neraka sehingga itulah mengapa ia memutuskan untuk terus bersembunyi. Namun faktanya tiga minggu hibernasi yang sudah ia lewati seakan tak ada artinya sama sekali.

Di bawah naungan salju dan di hadapan tatapan keji takdir, ia duduk berlutut di depan nisan milik sang kekasih yang begitu ia rindu, dengan mata tajamnya yang meratap nelangsa sendu.

"Chaehyun, tadi aku ke Gereja." Lirih Yooji.

Jaket mantelnya yang tebal seolah tak bisa menahan tubuhnya yang gemetar. Entah karena rajaman salju yang membuat dirinya terlalu kedinginan, entah karena dendam takdir yang membuatnya ketakutan.

"Tuhan mungkin bertanya-tanya, kenapa aku tidak pernah lagi menyebut namamu dalam doa-doaku? Kurasa Dia tidak tahu kalau hatiku tak lagi berdenyut karena terlanjur membeku semenjak kepergianmu. Aku mati."

"Aku tidak bisa merasakan apa-apa lagi, termasuk sesuatu yang bisa kurasakan saat bersamamu dulu. Perasaan hangat karena afeksimu."

"Aku mengerti sekarang. Cinta itu tidak hangat, tidak pula dingin.—

—Cinta itu hambar. Dan kita seharusnya masih bersama untuk menjaga kehambaran itu."

"Tapi kamu malah meninggalkanku, membawa kehangatan yang dulu membuatku merasa hidup."

Satu tebasan dari Takdir akibat rasa kehilangannya. Ribuan tusukan dari Salju akibat keputusasaannya.

Seolah-olah luka lama di hatinya yang kembali menganga dipaksa menutup dengan cara dibekukan. Takkan pernah dibiarkan berdenyut sembuh, hanya membuatnya terus merasa pilu hingga lumpuh.

Bagi Yooji, musim dingin dan garis takdir memang sekejam itu.

"Chaehyun-ah, kamulah satu-satunya yang bisa meluluhkan kebekuan hatiku —menyembuhkanku, membuatku kembali merasa hangat, merasa dicintai. Tapi sungguh ironis kita malah jadi penyebab kematian satu sama lain."

"Hanya saja bedanya rasa sakit dari kematianmu langsung berakhir seketika. Sedangkan aku? Mungkin aku harus menanggung ini sampai aku benar-benar mati."

Sampai aku benar-benar mati.

Yooji mendekap batu nisan yang terukir tulisan 'Kim Chaehyun' di hadapannya. Dingin permukaannya lantas mengingatkannya tatkala mendekap dinginnya jasad sang kekasih untuk yang terakhir kali di rumah duka setahun yang lalu. Dekapan itu mungkin takkan terlepas jika saja orang-orang tak mencoba menarik Yooji yang histeris untuk menjauh sebelum peti itu harus ditutup.

"Maafkan aku. Selama ini aku selalu menyalahkan Salju dan Takdir meskipun pada kenyataanya akulah yang bajingan. Maafkan aku yang telah berhenti mendoakanmu. A-aku... Aku hanya takut dengan dosa-dosaku. A-aku hanya merasa Tuhan takkan mau menerima permintaan dan ampunan dari bajingan sepertiku."

Dan kali ini tak ada orang lain yang akan mencoba menariknya untuk menjauh. Sebab di sana selain dirinya, hanya ada Takdir dengan sabit mautnya yang telah berlumuran darah, serta pasukan gumpalan es yang diperintahkan oleh Salju untuk terus mengguyur tanpa henti. Menguburnya dalam agony.

Sebentar lagi. Sampai aku benar-benar mati.

Bersamaan dengan air mata yang menggenang di pelupuk hingga kemudian jatuh berlinang, gemerlap pun segera datang.

Yooji tak sadarkan diri.[]

UNFREEZE [jmj]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang