#. Bitter Memories.
Aku merangsek masuk rumah dengan emosi yang meledak-ledak. Semua keanehan, semua keganjilan yang ku dengar dari Sélene dan semua ketidakwajaran dalam hubungan Eza-Sélene yang menggangu logikaku. Ternyata... Ternyata--
Kok bisa, kok bisa, KOK BISA?!
"Kok kau bisa dan mau sih dipeluk-peluk Alda?" cecarku saat Eza dengan santainya duduk di sofa ruang tamu Sélene. Yang dicecar hanya menyipitkan mata. Apa itu maksudnya? Mau ditonjok ya?
"Aku liat kau boncengin Alda pulang tadi," tambahku gusar dan penuh penekanan.
"Ya wajar kan? Alda kan cewek aku." jawab Eza tanpa dosa.
Aku terbelalak. Apa? Apa? Apa?
"Alda cewek kau?"
"Sebenarnya ini urusan aku. Tapi, ya. Dia cewek yang aku suka dan selalu aku sayang."
"Terus, Sélene?"
"Sélene?"
"Kau nih bodoh atau pekak ? Lalu kau anggap Sélene selama ini apa?"
"Dia kan kawan aku. Kau nih ngapa sih?"
Aku sangat yakin di luar sedang cerah. Tetapi mengapa ada sensasi sambaran kilat yang menyerang punggungku? Menatap Eza di depanku ini seperti menatap seorang pembunuh berantai yang tengah beraksi. Ngeri. Tak dapat dipercaya.
"Dua tahun kau gini-kan Sélene dan kau bilang 'kawan'?" desisku marah.
"Kawan? Cuma kawan?! Kau nih bodoh bale atau-- oh!" jeritku kemudian lebih histeris. "Kau tuh tega. Kau tuh tega dan tak berperasaan!"
"Argh! Eza 'mang puake!" umpatku refleks.
"Karlina! Sekali agik Mamak dengar kau maki-maki, Mamak cabe' mulut kau." tanpa diduga Mamak sudah berdiri di langkan pintu dapur dengan menggendong lesung cobek.
"Eh, maaf Mak."
"Malu lah same bapak tuh, hah," kata Mamak menunjuk foto mendiang Bapak " Dare melayu tak pantas maki-maki kasar, Nak."
"Habis, Eza tuh-hah, Mak." kataku setengah membela diri.
"Eza anak Pak Hasan yang dulu tinggal di sebelah rumah Bu Tina tuh? Ngape die? "
Ku ceritakan semuanya dari awal pada Mamak. Mungkin berlebihan karena ditambah intonasi bicaraku yang menggebu dan sarat kemarahan. Tapi mau bagaimana lagi. Mendengar langsung dari Eza dan tentang fakta Sélene yang tidak tahu kalau hubungan yang dipikirnya 'pacaran' ternyata sama sekali tidak nyata. Kalau menuruti kemurkaanku, Eza mungkin akan ku seret ke Jembatan Kapuas 1, ku terjunkan ia hidup-hidup ke sungai dan berharap cowok tengil itu benar-benar ditelan Puake.
"Hmm..." gumam Mamak, samar-samar mengangguk " Iye sih, Mamak kalau jadi kau, udah Mamak terjunkan budak tuh ke sungai,"
Nah, lho! Benar kan? Mamak saja setuju dan punya pikiran yang sama denganku. Memang, like mother like daughter.
" Karne gini, kalau lah memang anggap sekadar bekawan, ngape tiap tingkahnye-- berdasarkan cerita kau -- macam anak bujang yang nge-sir anak dare. Pegi-balek sekolah bedua, jalan-jalan bedua, begesah bedua, teros perlakuan tuh bah macam orang pacaran di TV. Jadi kesan yang diperlihatkan ke orang seolah bilang 'ada yang istimewa',"
KAMU SEDANG MEMBACA
Coretan Melodi - The Love Playlist Volume 2
Historia CortaSelamat datang dan selamat 'mendengarkan' lagu-lagu cinta pilihan penulis dalam Coretan Melodi - The Love Playlist. Meresapi denting instrumen dan makna lirik dalam cerita di kehidupan. *** Sélene Aditya nyaris tidak mau pulang ke kota asalnya--ji...