*Intermezzo
Usahaku ini boleh juga. Sudah enam hari aku di sini dan setidaknya aku bertahan. Dikatakan dengan selamat, tidak juga. Kadang-kadang ada sensasi lain yang bergolak di perut, naik ke ulu hati dan menerjang tanpa ampun di pelupuk mata saat aku melangkah keluar portal kompleks perumahanku. Tapi tidak apa-apa, sudah berlalu selama tiga hari. Yang jelas aku hanya perlu bertahan sehari lagi dan aku akan kembali ke kesibukanku di Jogja.
Sekarang apa?
Dua hari berdiam diri di rumah Lina, esoknya dia memaksaku untuk 'menemaninya' jalan pagi di Stadion Sultan Syarif Abdurrahman. Awalnya aku menolak, tapi bukan Lina namanya kalau sampai gagal. Esoknya lagi dia membawaku jalan-jalan keliling kota--minta ditemani katanya. Semua trik itu dilakukannya untuk membantuku sembuh . Lina yang baik hati. Kadang kalau aku sedang tak ingin pergi ke mana-mana, Lina akan menawariku ikut dia ke mall. Dia bekerja di sana--shift sore sampai malam-- sedangkan aku disuruh keluyuran di mana saja spot yang ada di mall itu. Sayangnya aku hanya dapat bertahan keliling selama satu atau dua jam.
Hari ini aku memberanikan diri untuk pergi ke tempat baru di kota. Waterfront City . Lina bilang hari ini dia off kerja namun karena ada suatu urusan, dia harus pergi sebentar dan berjanji akan menyusul. Aku tak tahu ini dorongan dari mana, tapi inilah aku yang sedang menyusuri 'hanya' jalan-jalan besar dengan sepeda motor untuk sampai di sana. Sore di hari Rabu, hari kerja, jalanan ramai oleh para pekerja yang pulang. Aku mensyukuri itu.
Kepadatan lalu lintas ini membantu pandanganku fokus hanya ke depan. Kembali ke awal, berorientasi pada jalanan dan tujuan aku keluar rumah. Sengaja mengambil jalan raya untuk sembunyi dari tatapan jalan kenangan yang lain. Ketika sampai di perempatan Jalan Veteran, aku tahu di sebelah kiri ku adalah Jalan Gajah Mada yang kini disebut GM Coffe Street, maka aku tidak menoleh. Aku tidak berani melirik. Aku tidak mampu.
Hari-hari belakangan ini Lina memang membiasakanku untuk melihat wajah baru kota. Untuk membantuku menerima. Tapi tidak dengan ini. Aku belum mampu.
Ku tatap nanar lampu lalu lintas di depanku dan ketika hijaunya menyala, aku maju lurus ke depan. Mati-matian menekan sengatan panas di mata.
****
Subuh hari ke-empat setelah Erika dikebumikan, aku diantar pulang ke Pontianak oleh salah satu kerabat. Sementara Eyang Putri masih belum pasti kapan dan Mama tinggal selama dua hari lagi untuk setelahnya berangkat ke Palangkaraya-- urusan bisnis. Sepanjang perjalanan aku hanya tertidur di mobil dan ketika bangun kulihat perjalanan sudah sampai di Jalan Paralel Tol, hampir sampai di rumah.
Mama ternyata sempat menelepon Ibu-nya Karlina karena saat mobil sampai di depan gerbang, gerbang itu bergeser terbuka. Ibu Lina menyambut dan membantuku membawa barang-barang.
"Makasih ya, Bi. Sampai repot-repot datang Bibi nih," kataku berterimakasih selagi kami menyeberangi halaman menuju pintu depan.
"Eh, tak ape. Udah tugas Bibi, kan? Rumah pun tak jauh. Yok masuk! Makan dulu, udah itu istirahat." perintah Bibi lembut. Itulah Bibi, sama baiknya seperti Lina. Ia sudah menjadi ibu kedua bagiku.
Ku lirik jam besar di ruang tamu, menunjukkan pukul sembilan pagi. Jam sekolah. Kurasakan punggungku pegal dan meretih seperti dibakar karena kelelahan. Tidak biasanya aku selelah ini. Ya, sudah, aku memutuskan untuk makan, mandi dan tidur lagi. Kalau lelah begini, larangan orang tua Melayu zaman dulu pun terpaksa ku langgar. Apa bunyinya? Oh, iya : jangan tidur pagi-pagi nanti kena beri-beri.

KAMU SEDANG MEMBACA
Coretan Melodi - The Love Playlist Volume 2
Short StorySelamat datang dan selamat 'mendengarkan' lagu-lagu cinta pilihan penulis dalam Coretan Melodi - The Love Playlist. Meresapi denting instrumen dan makna lirik dalam cerita di kehidupan. *** Sélene Aditya nyaris tidak mau pulang ke kota asalnya--ji...