"Jadi ku dengar--ketika aku menderita di rumah sakit--seorang Sélene dikabarkan jadian sama Rezaldi. Iya kah?" tanya Lina yang kini menatapku layaknya polisi menginterogasi kriminal.
Kami sedang berada di kamar Lina dan sedang membongkar tas-tas pakaian yang dikenakan saat ia di rumah sakit. Hampir tiga minggu ia dirawat, akhirnya Lina diperbolehkan pulang. Tiba-tiba saja topik yang entah Lina dengar dari mana ini membuatku terpaku dan menatapnya kaget.
"Kau--dengar dari mana?"
"Asal kau tau, Len. Aku punya banyak telinga di seluruh penjuru alam," ujarnya sambil menggerakkan tangannya dari telinga dan menunjuk udara kosong. "Dan tolong ingatkan aku kalo yang dimaksud 'Eza' di sini adalah bukan Eza tengil, resek, dan sok aksi itu? Bukan dia, kan? Tolong bilang kalo kau jadiannya sama Reza--abang kelas ganteng itu, kan? Bukan Eza Tengil kan?" cecar Lina yang kini mengguncang bahuku secara brutal.
"Lin, Eza sekarang udah lain. Dia tadak resek lagi, udah agak normalnya cowok-cowok lah. Mau bantu saat diminta, agak kurang ledekin orang. Pokoknya dia lain, lah." aku membela Eza tanpa diminta. Untuk itu aku dihadiahi tatapan 'horor' dari Lina. Saat itu aku sadar, aku telah menyuarakan apa yang selama ini aku kagumi dari Eza. Aku menundukkan kepala. Malu.
"Oh iya, benar. Kau jatuh cinta sama Eza." simpul Lina.
Ku lirik wajahnya dan kutemukan Lina yang sedang menahan senyum dan takjub.
"Tapi? What? Seorang Sélene sukanya sama... Ya Tuhan, Len... Aku antar ke dokter mata, yuk!" canda Lina kemudian.
Aku meresponnya dengan kerutan di dahi. Memerangi senyum tersipu yang akan tersembul kalau tidak ditahan. Lina tertawa.
"Oke. Jadi gimana ceritanya?"
Ku ceritakan mulai kejadian aku pulang dari rumah sakit dengan berjalan kaki sampai ucapan Eza di Taman Alun Kapuas tempo hari. Lina menyimak dengan penuh minat dan tak sekalipun menyela. Kecuali ekspresinya yang mengejek dan menggoda bisa disebut interupsi, hanya itu yang diperlihatkannya.
"Tunggu! Eza bilang kau itu dulu bocah jelek dengan rambut kuncir dua, yang suka teriak-teriak--yang gara-gara ulah dia?" komentar Lina saat aku selesai bercerita. Aku jawab dengan anggukan.
"Trus dia bilang, sekarang kau udah berubah jauh--dalam hal ini anggap aja cantik, kalem dan 'lebih matang' sebagai remaja? Oke ganti aja jadi menarik,"
Aku mengangguk.
"Lalu dia bilang 'Aku suka'?"
Aku mengangguk.
"Trus kau jawab apa?"
Aku terdiam.
"Kau bilang apa sama Eza?!" tuntut Lina tak sabar.
"Ya aku tak bilang apa-apa. Soalnya pas Eza bilang 'Aku suka' , aku langsung kaku. Tak bisa ngomong--tak tau mau ngomong apa. Aku terkejut dan rasa nak napas jak payah. Tak bisa mikir juga." jawabku kikuk
Sejenak Lina menatapku penuh tanya.
"Jadi, Eza bilang 'Aku suka' ke kau?" tekan Lina sambil menunjukku .
Aku menatap sahabatku lurus-lurus
"Kok ndak so sweet, ya?" tukas Lina sambil menaikkan alis sebelah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Coretan Melodi - The Love Playlist Volume 2
Cerita PendekSelamat datang dan selamat 'mendengarkan' lagu-lagu cinta pilihan penulis dalam Coretan Melodi - The Love Playlist. Meresapi denting instrumen dan makna lirik dalam cerita di kehidupan. *** Sélene Aditya nyaris tidak mau pulang ke kota asalnya--ji...