Part 6

2 1 0
                                    

"Arini, aku boleh ngomong something nggak?"

Seketika wajah perempuan itu mendongak ke lawan bicaranya yang berada tepat di depannya. Tangannya yang ingin memakai helm terhenti di tengah jalan. Udara dini hari itu dingin seperti biasa. Hanya ada sepi di parkiran stasiun radio lepas tengah malam. Wajar jika suara Gery menimbulkan gema yang memantul di pilar-pilar besar parkiran indoor .

"Tentu." jawab Arini. Perhatiannya sekarang terarah total ke wajah Gery yang tampak serius sekali.

"Rin, aku suka sama kamu. Kamu udah jadi perempuan spesial di hati aku. Dan aku harap aku bisa jadi pria spesial juga di hati kamu." ungkap Gery mantap. Perasaan yang bercokol saat umurnya delapan belas tahun itu akhirnya ia sampaikan. Setelah melewati beberapa waktu menahan rasa, hari-hari melawan ledakan yang hampir pecah, tertunda dan menyerah, sembilan tahun berpisah hampir tertelan lupa, lalu mereka dipertemukan kembali. Dalam keadaan yang baru. Di medan yang sangat berbeda. Tidak ada lagi tempat untuk kata menyerah, karena Gery punya usaha baru untuk memenangkan hati Arini. Untuk sampai kapan pun tidak akab dilepas lagi.

Arini kaget. Tidak menyangka bahwa itulah something -nya. Mata perempuan itu membelalak sempurna. Tidak ada lagi gurat lelah setelah bekerja. Yang ada di kepalanya hanya dua kata. Kenapa bisa?

"Kok kamu bisa suka sama aku, Ger? Padahal kamu tau, aku bahkan nggak mendekati sempurna. Ada banyak rahasia, cerita pahit, luka di beberapa tempat, ketakutan sendiri dan aku mengambil jalan hidupku dengan egoisme. Kamu tau itu." Arini menyuarakan keganjalan pikirannya.

Gery meraih sebelah tangan Arini yang memegang tepi helm. Ia menggenggamnya lalu membawa jemari bak ranting itu ke dada kirinya. Tempat jantung berada. Gery ingin Arini tahu bahwa pria itu sungguh-sungguh. Sementara manik-manik coklat gelap milik Arini mulai berkaca-kaca, namun tak bergeser sesenti pun dari wajah Gery.

"Sejak kamu dibawa ke tempat tongkrongan sama Gino, kamu udah jadi perhatian aku. Hari-hari berlalu bayangan kamu akhirnya menyita tempat di pikiranku. Saat kita sama-sama kerja keras untuk persiapan UN, akhirnya aku sadar kalo aku punya rasa sama kamu. Walau itu rasanya kayak kesialan karena kamu udah punya Gino. Sekarang kita ketemu lagi dan perasaanku masih sama. Tumbuh kedua kalinya. Kemudian aku tau rahasia dan luka yang kamu simpan. Kamu yang berubah. Lihat? Aku masih di sini, di tempat yang sejak dulu aku impikan. Tempat terdekat dengan kamu. Apa perasaanku jadi hilang? Nggak, Rin. Masih sama, malah akan makin tumbuh dan aku harap dalam prosesnya ada kamu. Ada kamu yang ikut merawat perasaan ini. Saat nggak ada lagi 'aku' atau 'kamu', tapi 'kita'. Berdua, sama-sama." Gery menjelaskan, mencoba agar Arini mengerti.

Setetes air mata jatuh di pipi Arini. Air mata haru. Dalam sesak keharuan itu bahkan dia tahu bahwa tidak ada kesedihan saat dia bersama pria di depannya ini. Namun dilema lain datang di benak Arini.

"Aku malah nggak tau apa yang kuinginkan," bisik Arini saat Gery menghapus tetes air matanya.

"Gery, aku mau bilang kalau selama ini aku nggak punya bayangan gimana seorang laki-laki itu peduli, melindungi, mengerti, dan menghargai perempuan. Aku nggak pernah liat contohnya. Tapi aku ingin tau, aku butuh itu. Beberapa cowok yang dekat dan aku dekati, aku coba cari tahu apa mereka punya jawaban itu . Yang aku dapat cuma nihil. Lalu aku mencari lagi demi jawaban pertanyaanku itu. Seperti apa rasanya dihargai seorang laki-laki. Karena aku nggak punya ayah untuk nunjukin itu. Aku nggak punya abang untuk melakukan itu. Lama aku mencari bahkan nggak kutemukan jawabannya dari Gino sekalipun. Mereka yang dekat sama aku itu hanya punya cinta. Sayangnya aku nggak. Aku cuma punya pertanyaan ."

Gery tetap memperhatikan perempuan itu mengutarakan dilematisnya. Lapisan pertama perlindungan Arini mulai berguguran. Rahasia lain yang harus Gery dengarkan.

Coretan Melodi - The Love Playlist Volume 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang