Part 1

10 1 0
                                    

#. FI: Friend Impression.

Jam sudah menunjukkan pukul lima seperempat pagi. Masih awal, iya kan? Sebagian orang lebih suka ngulet-ngulet dulu di ranjang. Mengulur waktu, meregangkan persendian yang kaku selama semalaman berpose gitu-gitu aja ketika tidur. Walau saat melirik sekilas di jendela, hari mulai terang--wajar sih untuk ukuran Maret tahun ini, menjelang kulminasi. Tetap aja sebagian orang berpikir : siapa sih yang rajin sekali, bangun di pagi hari yang masih rada-rada itu? Ada memang. Anak-anak sekolah, ibu rumah tangga, penjual di pasar, bahkan Satpol-PP yang sudah on the way ke rumah kos-kosan, razia dadakan.

Termasuk juga aku yang sudah nangkring di dapur, menjerang air untuk teh pagi. Untuk seorang mahasiswi yang tengah libur semester ditambah kenyataan hidup seorang diri di rumah mendiang orang tua, anggap saja aku ini rajin. Sudah sepantasnya pagi yang masih sangat lengang ini dihadiahi tambahan tidur lagi selama setengah jam. Atau satu jam? Sampai siang? Oh, ayolah! Untuk seorang gadis yang sendirian di rumah, siapa sih yang sebegitu ngototnya membangunkan di pagi hari buta? Tidak ada tanda bahaya. Kebakaran di rumah tetangga misalnya. Atau aku juga tidak punya hewan peliharaan yang harus dibawa keluar setiap pagi. Lihat saja temanku yang menginap di kamar tamu. Malah pintunya pun masih tertutup.

Bicara tentang temanku itu...

Namanya Sélene. Kemarin dia baru datang dari Jogja. Lebih tepatnya dia dipaksa pulang oleh ibunya untuk memberikan penghormatan terakhir kepada Eyang Putri-nya yang meninggal kemarin.

Aku dan Sélene sudah menjadi teman sejak kami sudah bisa berjalan. Tinggal di lingkungan yang sama, bermain di tempat yang sama, dan menghirup udara dari kompleks perumahan yang sama membuat aku hafal setiap tingkah lakunya--termasuk untuk memilih bermalam di rumah kecilku daripada tidur di rumah besar keluarganya yang tepat di seberang rumahku.

"Yah, kau tak mau tetangga sekompleks nih pada geger gara-gara aku nyiptain cold war 'kan? Apalagi di waktu berkabung gini." itu katanya ketika taksi dalam perjalanan dari bandara ke Kompleks Adi Karya.

Suitan panjang dari cerek menandakan air sudah mendidih. Ku seduh teh celup yang sudah siap berenang di dua cangkir sambil sesekali melirik pintu kamar tamu yang sejak semalam tak tertutup rapat. Aroma teh yang mengudara berbaur dengan helaan napas pelanku. Prihatin.

Cerita ini bukan tentang rasa sedihnya kehilangan Eyang Putri kesayangannya. Bukan juga berawal dari ketidakharmonisan Sélene dan ibunya. Apalagi keengganannya untuk pulang kampung sebentar. Entahlah aku bingung bagaimana mengatakannya.

Ada tidak penyakit sejenis 'trauma kampung halaman'? Karena itulah yang terjadi pada diri teman karibku ini. Ketika aku secara sukarela menjemputnya di bandara, ku perhatikan sosoknya yang kini berubah setelah dua tahun tak berjumpa. Sélene yang dulu kurus seperti lidi, sekarang lebih berisi. Rambutnya yang dulu hitam legam, sekarang diwarnai coklat sintetik yang dijepit setengah bagian. Yang paling kentara adalah wajahnya yang pucat mengekspresikan kecemasan. Dan langkah-langkah kakinya yang sarat ketakutan. Saat aku melambaikan tangan agar ditemukan olehnya, seperti disetrum Sélene langsung menoleh dan tersenyum lega. Ketika dia menghampiri dengan menyebut namaku dan memelukku dengan kuat, aku langsung yakin bila seandainya aku tak ada untuk menjemputnya mungkin Sélene akan berbalik ke pesawat dan diam di sana sampai pesawat itu kembali ke Jogja.

Bukan karena kampung halamannya ini terlalu banyak menyimpan masalah di keluarganya--mengingat kehidupan pahit Sélene memang bersumber dari yang namanya broken home.

Dua cangkir teh pagi ditambah dua tumpuk roti isi selai coklat. Aku bukan jenis orang yang egois untuk tidak berbagi 'pembuka hari yang baru'. Ku lirik kamar tamu yang sepi itu. Aku yakin Sélene sudah bangun-- bahkan aku yakin kalau dia justru tidak tidur semalaman. Duduk di ranjang dengan kaki diselonjorkan dan punggung bersandar di kepala ranjang, tak lupa dengan ekspresi nelangsa.

Coretan Melodi - The Love Playlist Volume 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang