Pontianak, 2 Mei 2017 : Graduation Day.
Langit kota saat itu campuran biru dan kelabu. Jalanan aspal lebih hitam dari biasanya dan di ceruk tertentu terdapat genangan lebar dan dangkal. Bekas hujan yang baru reda beberapa menit yang lalu. Udara dingin semilir berhembus perlahan bahkan tetesan air tetap eksis di genteng bangunan. Mengingatkan kita pada lirik lagu anak-anak yang sering dinyanyikan.
Tik, tik, tik. Bunyi hujan di atas genting.
Well, kita tidak sedang membahas hujan kali ini-- apalagi sampai menciptakan hubungan antara hujan dan kenangan--, lagipula tadi juga sudah disampaikan bahwa hujannya itu 'beberapa menit yang lalu'.
Jalanan kota sore itu dibanjiri lalu lintas yang ramai. Selain para pekerja yang mengakhiri jam tugasnya, hari itu adalah hari spesial untuk siswa-siswi kelas XII SMA se-kota. Hari di mana mereka datang ke sekolah kesorean bersama orang tua atau paman-bibi, kakek-nenek, saudara tua bahkan pacar yang usianya lebih tua dari siswa tersebut, hanya untuk menerima amplop. Bahkan bukan amplop isi uang, tapi hanya kertas. Biar isinya cuma kertas, bagi siswa-siswi itu malah sama berharganya dengan uang. Karena kertas itu berisi keputusan atas nasib mereka selanjutnya. Lulus atau tidak lulus.
Yep, hari kelulusan SMA.
Termasuk di SMA Enggang. Walau cuaca terlihat mendung ditambah hari sudah sore, sekolah itu ramai oleh siswa-siswi yang beredar di lapangan atau koridor kelas dengan para wali mereka yang duduk di dalam kelas. Siswa-siswi itu tampak asyik bercengkerama dengan teman-teman. Memanfaatkan kesempatan terakhir untuk berkumpul bersama sebelum mereka terpisah oleh rencana masa depan. Ada yang tertawa, ada yang tak mau melepas rangkulan temannya, ada yang tergelak-gelak oleh lelucon, ada malah yang menyeka pipi, bahkan masih ada juga yang usil tak ketulungan.
Di sayap kanan, gedung IPA, seorang cowok bersandar di balkon koridor kelasnya di lantai dua. Dia hanya diam dan pandangannya lurus ke gedung seberang lantai satu. Sementara teman-temannya sibuk bercerita atau bercanda, dia seolah-olah tersisih. Lebih tepatnya cowok itu tidak menggubris keadaan sekitarnya. Perhatiannya hanya fokus di lantai satu gedung IPS itu.
"Woi, Gery! Ngelamun jak kau! Awas jatoh lho," seorang cowok lain membuyarkan lamunan Si Yang-Namanya-Gery ini.
Gery mengerjap sesaat lalu menatap temannya penuh tanya. Apa sih?
"Iya nih. Jangan ngelamun gitu lah. Kita tambah sedih nanti." ujar seorang cewek teman sekelasnya nimbrung.
Gery nyengir menenangkan dan kemudian pasang wajah semenyenangkan mungkin.
Beberapa saat selanjutnya Gery ikut memperhatikan tingkah-tingkah aneh teman sekelasnya. Dia juga ikut tertawa dan menyeletuk jika terjadi obrolan yang konyol. Sayangnya hanya sebentar, karena cowok itu kembali melirik ke arah satu lantai lebih rendah darinya di gedung IPS. Raut wajahnya berubah sendu walau hanya sedetik.
"Arini lagi ya?" sahut cowok yang tadi membuyarkan lamunan pertama Gery, menebak. Dia juga berusaha mencari sosok yang sedari tadi jadi perhatian Gery.
"Sebegitu jelas ya, Ki?" tanya Gery defensif.
Kiki hanya tersenyum miring mengkonfirmasi.
"Ya iyalah, Ger. Kalau kau udah di sini sambil mandangin koridor kelas IPS 4, nggak ada orang lain lagi yang kau cari. Pasti Arini."
Gery mengedikkan bahunya tak peduli. Seolah kata-kata Kiki tadi tidak ada sangkut pautnya dengan dirinya.
Mereka kembali bergelung dalam senyap. Yang terdengar hanya riuh yang berasal dari sekeliling mereka. Gery mengalihkan pandangan ke mana saja asal bukan koridor dua belas IPS 4. Dia merasa malu karena ketahuan mencari seseorang padahal orang yang memergokinya adalah orang yang kenal dirinya dengan begitu baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Coretan Melodi - The Love Playlist Volume 2
Historia CortaSelamat datang dan selamat 'mendengarkan' lagu-lagu cinta pilihan penulis dalam Coretan Melodi - The Love Playlist. Meresapi denting instrumen dan makna lirik dalam cerita di kehidupan. *** Sélene Aditya nyaris tidak mau pulang ke kota asalnya--ji...