Aku tidak pintar membangun suasana seolah nyata. Namun akan aku usahakan. Selamat membaca~
❄️
Seminggu setelah sidang keadaan kembali seperti biasanya. Sebenarnya kehadiran Narra memang tidak ada pengaruh apa-apa. Selain kejadian tak terduga waktu itu. Sepertinya orang jatuh cinta yang bertepuk sebelah tangan sedikit menakutkan.
Hari ini mereka akan pulang ke Indonesia. Terlebih Karina ingin lahiran di Indo.
Jaemin dan Winter memimpin perjalanan mereka ke bandara.
Winter sejak tadi sibuk melihat tangannya. Lebih tepatnya melihat jari yang tersemat cincin cantik yang menjadi tanda bahwa ia menerima lamaran seseorang yang tengah duduk disampingnya saat ini.
"Secantik itu?" Tanya Jaemin memastikan.
"Iya, desainnya sesuai selera Winter"
"Baguslah kalau begitu"
Lamaran dadakan yang dilakukan Jaemin diruang persidangan tepat dihadapan Narra. Sebagai tanda bahwa Jaemin dengan tegas menolak Narra untuk masuk kedalam kehidupan pribadinya.
"Kenapa dengan mobil itu kak?!" Winter panik melihat mobil yang berlawanan arah dengan mereka terlihat ugal-ugalan
Jaemin membanting stir ke sebelah kiri menghindari mobil di depan. Tapi tidak disangka ada mobil pengangkut bahan bakar yang tengah melaju kencang dari sebelah kiri langsung menghantam mobil Jaemin hingga terguling keluar jalur.
"WINTER!!" Karina yang menyaksikan berteriak histeris.
Jeno memberhentikan mobilnya mendadak. Karina langsung keluar dari mobil dan berlari menyebrangi jalan
BRAK!
BRUG!
Tubuh Karina terpental beberapa meter dan menghantam pembatas jalan.
DUAR!!
Ledakan mobil pengangkut bahan bakar meledak menyambar mobil yang ditumpangi Jaemin dan Winter hingga terjadi ledakan bersahut-sahutan.
Jeno mematung ditempatnya. Apa yang tengah ia saksikan sekarang? Tidak pernah terbayangkan dalam benak Jeno kejadian yang mengerikan seperti ini menimpa keluarganya.
"Hahahaha! Hahaha! Ha. Ha. Ha. Tidak ada yang boleh mengambil milikku. Jika aku tidak bisa memilikinya, maka kau juga tidak bisa memilikinya. Semoga kita bisa bertemu di kehidupan selanjutnya, Oppa."
❄️
"Jen"
"Iya sayang"
"Aku sangat bersyukur bertemu denganmu. Rasa cintaku semakin besar hari demi hari"
"Aku tahu"
"Terima kasih sudah menjadi ayah dan suami yang baik untuk kami"
"Itu sudah tugasku, Rin"
"Jen"
"Hm"
"Kata dedek bayi dia sayang papa"
Jeno memejamkan matanya sambil menggenggam erat tangan Karina.
"Kata dedek bayi mari bermain bersama nanti. Mama, kakak, dedek, dan papa. Kami sangat menyayangi papa, papa yang kuat" Karina tersenyum lebar, menarik tangan Jeno dan menciumnya. Kegiatan yang selalu Karina lakukan ketika hendak tidur. "Papa kami ingin tidur," ucap Karina masih dengan senyum yang tidak pudar dari wajahnya.
Jeno diam beberapa saat sambil menatap lekat wajah Karina. Senyuman ini akan Jeno rekam baik-baik untuk menemani kehidupannya sampai akhir hayat nanti.
Jeno ngangguk, "tunggu papa ya, tunggu papa agar kita bisa bermain bersama." Jeno menunduk mendaratkan bibirnya diatas kening sang istri, "papa ikhlas.." Bisikan Jeno membuat mata Karina tertutup sempurna.
"Selamat tidur istriku yang cantik."
Tes
Air mata Jeno berlomba-lomba membasahi kening Karina yang berlumuran darah. Seolah-olah membersihkan wajah cantik itu dari noda yang menutupi wajah bahagianya.
Jeno memeluk Karina sepuas-puasnya hari ini. Karena besok, esok, dan seterusnya Jeno tidak akan bisa mendekap erat raga ini untuk selamanya.
Alunan suara ambulan bersaut-sautan menemani kesunyian yang Jeno rasakan. Hampa, rasanya hampa.
❄️
Kenyataan pahit yang harus diterima Jeno seakan bertambah berkali-kali lipat ketika polisi mengabarkan semua kendaraan yang terlibat dalam kecelakaan tidak berpenghuni. Seolah kendaraan sudah disetting hanya untuk mencabut nyawa orang-orang terkasihnya.
Jeno menatap lekat bayi berusia 7 bulan dalam dekapannya. Cantik, wajahnya cantik seperti mamanya.
"Dedek bayi katakan 'hai' kepada kakak Winter"
Jeno menatap sendu jasad putrinya yang bersandingan dengan sang tunangan. Orang yang sudah mengisi hati putri kesayangannya untuk pertama dan terakhir.
"Papa ganteng adek pulang~"
Deg
Detak jantung Jeno berdegup kencang. Suara sapaan ceria putrinya lewat begitu saja dalam ingatan Jeno. Jeno memukul dadanya yang terasa sesak.
Ikhlas Jen ikhlas Sugesti Jeno pada dirinya.
Jeno berbalik mendekati jasad sang istri. "Nah dedek bayi tidur bersama mama sekarang." Meletakkan bayi mungilnya diatas dada sang istri. Menarik kain putih untuk menghalau hawa dingin menyapa tubuh keduanya.
"Ikhlas kan, nak" Jennie mengusap punggung putranya. Tidak ada yang bisa menemani Jeno melewati dukanya saat ini. Hanya Jennie yang terlihat tegar dari yang lain.
Jeno memeluk Jennie erat. Buliran bening tidak henti-hentinya membasahi pipi Jeno. Jeno terisak lirih menumpahkan rasa sedih dan sesak yang menumpuk didalam dadanya. Nyatanya Jeno tidak ikhlas. Hati kecilnya menolak untuk mengikhlaskan.
Keluarga Na, Lee, dan Adyatama sedang berduka.
END
❄️
Kita sudah melewati chapter akhir teman-teman :)
Mohon maaf jika feel-nya tidak terasa. Sepertinya aku memang membutuhkan bimbingan dari sang ahli penulis.
Terima kasih banyak sudah mampir ke ceritaku yang tidak seberapa ini. Terima kasih sudah vote sampai menyempatkan komen ( ◜‿◝ )♡Aku kira tidak ada yang baca soalnya aku baru membuat akun ini. Pokoknya terima kasih banyak 🤗
Yang berminat mampir ke buku sebelah ya~
KAMU SEDANG MEMBACA
Adyatama Lee
Fiksi Penggemar(Belum Revisi) "Anak seperti teman."--Karina. "Minta dijodohkan bukan dijodohkan."--Jeno. "Aku seperti pedofil."--Jaemin. "Ma, Kakak Na ganteng."--Winter. Korea-Indonesia. #Book pertama loncat-loncat. Kisah singkat tentang Jenrina sebagai orang tua...