Jeno yang sudah terbangun sejak lima belas menit lalu. Ia setia memandangi Yangyang yang tengah tertidur dengan pulas. Jeno tidak membangunkan perempuan itu hingga Yangyang terbangun dengan sendirinya. Pasti Yangyang kelelahan akibat kejadian kemarin yang menguras energinya.
"Hnghh.." Yangyang terbangun dari tidurnya yang membuat Jeno segera mengalihkan pandangannya.
"Eh, Jeno? Aduh, maafkan aku karena bangun terlalu siang," sesal Yangyang meminta maaf dan segera bangun dari tidurnya.
Jeno menoleh, "hey, kenapa meminta maaf, Ryu? Ini masih pagi, tidak apa-apa. Tidurlah, kamu pasti kelelahan. Tadi aku sudah memasak sedikit makanan yang aku bisa."
"Ah, tidak. Aku akan mandi saja. Maafkan aku karena tidak membantumu, Jeno."
"Kamu sudah banyak membantuku, Ryu. Jangan merasa bersalah begitu. Ya sudah, selagi kamu pergi mandi, aku akan menunggumu di meja makan."
"Iya, Jeno."
Yangyang pamit untuk membersihkan dirinya. Setelahnya, ia sarapan bersama dengan Jeno. Pagi ini, mereka akan mulai menjelajahi Abbey of St. Carta.
Jeno dan Yangyang membawa barang mereka dan mulai memasuki biara. Sebelumnya, mereka berdoa terlebih dahulu. Dilihatnya tidak ada siapa-siapa, hanya banyak debu dan kotoran yang menempel perabotan.
"Jeno, sekarang masih pagi. Apa kamu merasakan juga apa yang aku rasakan?" bisik Yangyang ketika mereka mulai menjelajahi biara.
"Merasakan apa?"
"Perasaan aneh."
"Sepertinya iya," balas Jeno ragu. Sebenarnya dia tidak paham dengan pertanyaan yang diajukan Yangyang.
"Wah, kita benar-benar sehati. Aku juga merasakan perasaan aneh ketika memasuki biara, padahal hari masih pagi," jelas Yangyang yang membuat Jeno menghela napasnya.
Ah, rupanya..
"Apa sebaiknya kita berpencar, Jeno?" tanya Yangyang setelahnya.
"Jangan, Ryu!"
Jeno adalah perasa yang baik. Ia tidak ingin Yangyang meninggalkannya. Tempat ini, bukanlah tempat biasa. Pasti sudah ada yang menantikan kedatangan mereka.
"Tapi, akan lebih mudah jika kita berpencar," Yangyang kukuh pada pendiriannya.
Jeno mengusap surai Yangyang, "aku tidak mau kehilanganmu, Ryu. Tetaplah bersamaku, itu akan jauh lebih baik. Okay?"
Yangyang hanya menganggukkan kepalanya. Yang dikatakan Jeno ada benarnya. Lebih baik, ia terus bersama Jeno karena mereka dapat saling melindungi satu sama lain.
"Selalu berdoa, Ryu. God with us dan tetaplah bersamaku."
Mereka menelusuri biara dan mulai memasuki lorong-lorong dengan banyak ruangan di dalamnya. Yangyang mulai kehilangan keseimbangannya, namun dengan sigap Jeno menopang badannya.
"Apa kamu mendapatkan penglihatan lagi, Ryu?"
"Iya, Jeno. Sepertinya ini berhubungan dengan penglihatanku ketika pertama kali kita datang ke sini dan tempat ketika aku dikurung di alam lain."
"Ruangan God ends here?" tebak Jeno dan Yangyang mengangguk.
"Apa tidak sebaiknya kita menuju ruangan lain untuk mendapatkan petunjuk? Perasaanku mengatakan bahwa tempat itu bukanlah tempat yang baik."
"Tidak, Jeno. Tempat itulah yang akan memberi kita petunjuk. Semua petunjuk berkumpul menjadi satu di sana, termasuk seluruh makhluk jahat. Selalu ingat kata-katamu, Jeno. God with us," ujar Yangyang meyakinkan Jeno.
"Okay. Kita akan ke sana, tapi kamu harus tetap bersamaku. Jangan pernah pergi dariku," pinta Jeno dan diangguki Yangyang.
"Aku tidak akan pernah pergi darimu, Jeno. Aku selalu bersamamu," balas Yangyang sembari tersenyum lebar.
Jeno dan Yangyang melangkahkan kaki menuju ruangan itu. Mereka berdoa kembali dan memasuki ruangan yang bisa dikatakan ruangan terkutuk. Hidup dan mati mereka dipertaruhkan dalam ruangan ini.
tbc.
211228
KAMU SEDANG MEMBACA
[end] românia, jenyang gs.
Fanfiction𝗷𝗲𝗻𝘆𝗮𝗻𝗴, jeno yangyang from nct. 𝗴𝗲𝗻𝗱𝗲𝗿𝘀𝘄𝗶𝘁𝗰𝗵, 𝗺𝘆𝘀𝘁𝗲𝗿𝘆. Jeno, pria asal Incheon, yang jauh bertandang dari Korea Selatan menuju România. Dengan berbekal keyakinan, ia menuju Kota Sibiu dan singgah sebentar di Desa Biertan...