"Alur cerita indah, dan juga menyenangkan hanya dapat ditemukan dikisah novel romansa, dimana si pemeran utama menjadi seorang ratu didalamnya.
Diriku hanya bisa berkhayal, andai ... itu adalah aku."
~Stella.
********
"Assalamualaikum, Stella pulang," Salam Stella baru saja pulang dari sekolahnya, sambil membuka pintu rumah.
Baru selangkah Stella memijakkan kaki masuk kedalam, sudah terdengar suara bentakan, cacian, dan makian dikedua telinganya. Suara yang sangat Stella benci disepanjang hidupnya, yaitu pertengkaran kedua orang tuanya.
Tidak seperti teman-temannya yang lain, selepas mereka penat sehabis seharian menghabiskan waktu disekolah, mereka pulang dengan disambut baik oleh kedua orang tuanya. Dibelai lembut oleh sang ayah, disiapkan makan siang oleh ibunda. Kenapa, Stella tidak bisa mendapatkannya?.
Dengan menenteng tas sekolahnya, Stella berjalan melewati ayah dan ibunya yang sedang bertengkar di ruang keluarga, tanpa menoleh sedikitpun kearah mereka.
Sesampainya didalam kamar Stella, ia langsung melempar tas sekolahnya. Meringkuk diatas kasur sambil menutup kedua telinganya rapat-rapat, berharap agar suara-suara itu segera hilang dari pendengarannya.
Stella hanya bisa menangis, tidak ada yang bisa mendengar rintihannya selain bantal dan guling yang menjadi saksi bisu, dari kesedihan seorang gadis yang selalu menumpahkan air matanya diatas benda mati tersebut.
Bukannya malah hilang, tapi suara-suara itu tambah semakin keras, membuat Stella semakin mencengkram kedua telinganya. Stella dapat mendengar dengan jelas, bagaimana suara ayahnya membentak, ibunya menangis, serta terdengar beberapa barang yang pecah.
Semua itu terekam dengan baik didalam telinga dan pikirannya.
"Kakek, hiks kakek. Stella takut kek," Tangis Stella, menyebut-nyebut nama almarhum kakeknya yang sudah meninggalkan dirinya cukup lama.
Disaat kakeknya masih ada, hanya dialah satu-satunya orang yang bisa mengerti Stella, menghibur dirinya disaat kedua orangtuanya bertengkar, agar cucunya itu lupa dan tidak merasa sedih. Lalu, mengelus lembut pucuk kepalanya hingga Stella tertidur.
Tetapi saat ini, Stella sudah tidak memiliki sesosok pelindung itu lagi.
"Kakek dimana?, Stella mohon buat mereka berhenti!" Dengan menggigit bibir bagian dalamnya, Stella berusaha untuk menenangkan dirinya. Memikirkan kembali cerita-cerita lucu yang pernah kakeknya ceritakan kepada dia.
Lalu pada akhirnya, Stella mengelus sendiri pucuk kepalanya, sambil membayangkan bahwa itu berasal dari sebuah tangan yang penuh akan kasih sayang dari almarhum kakeknya. "Semalang inikah nasibmu Stella?" Gumam Stella dengan perlahan menutup matanya.
********
//Tok tok tok// terdengar suara ketukan pintu berasal dari luar kamar, membuat Stella terbangun dari tidurnya.
"Stella!, ayo keluar!. Waktunya makan," Panggil sang ibu.
"Iyah bu," Balas Stella sambil mengusap-usap kedua matanya, ia berdiam sebentar diatas kasur untuk mengumpulkan semua nyawanya terlebih dahulu.
Lalu lekas pergi ke kamar mandi untuk mencuci muka, dan mengganti pakaiannya. Karena sewaktu tidur tadi, Stella masih mengenakan baju seragam sekolah.
Setelah selesai, Stella berjalan menuju ruang makan, disana sudah terdapat sang ibu yang tengah sibuk menyiapkan makanan.
Stella mengambil duduk berhadapan dengan sang ibu, didepannya sudah terdapat sepiring nasi, berlaukkan ikan, dan sayur sop.
KAMU SEDANG MEMBACA
PAPER FRIENDS
Romance[Hiatus bentar^^] "Lo itu udah gila!" Bentak Zoya kepada Stella membuat hati wanita itu hancur seketika. "Laki-laki itu gak nyata Stella, dia cuman khayalan dipikirkan Lo doang. Plis sadar!" "Gua gak gila, dan gua masih waras!" Balas Stella dengan m...