Paper friends 8

17 19 3
                                    

   "Sudah terlanjur nyaman dengan dunia imajinasi. Sehingga aku lupa, bahwa masih ada dunia nyata dengan kisah pedih yang harus diriku jalani."

~Stella.

********

   Dengan segera, Stella membereskan semua buku-bukunya yang tergeletak diatas meja, memasukkan tipe x serta bolpoin kedalam kotak pensil berwarna peach dengan motif bunga.

"Eh, Cyan kemana?" Gumam Stella menoleh kearah sisi kanannya, dirinya baru menyadari kalau Cyan sudah tidak ada disampingnya.

"Serah lah, biar tenang sedikit hidup aku. Dari tadi digangguin mulu sama dia," Stella membuka resleting tas ranselnya, memasukkan semua barang-barangnya kedalam sana, dan bergantian mengambil sebuah buku sketchbook beserta pensil. Untuk dirinya bawa ke ruang perpustakaan.

"Aaucchsss," Ucap seorang gadis diambang pintu, merasa kakinya diinjak dengan sengaja oleh Stella.

"Lo kalau jalan itu pake mata!" Sarkas nya dengan nada menyolot kepada Stella. Stella hanya bisa mengerutkan keningnya, dirinya tidak merasa sama sekali menginjak kaki siswi tersebut.

"Eh Venus, kenapa?" Tanya seorang anak perempuan, yang merupakan salah satu teman baik dari gadis tersebut, baru saja keluar dari dalam kelas.

"Ini nih, si anak sok introvert. Baru aja nginjak kaki gue. Padahal sepatu gua baru, jadi kotor kan sekarang, gara-gara diinjak sama sepatu murahan punya dia," Balas Venus menuding kearah Stella.

"Ish najis deh, harus beli lagi nih nanti," Pungkas nya dengan nada yang sangat tidak disukai oleh Stella.

   Venus adalah seorang siswi yang sangat suka mengganggu anak-anak murid lain, yang sekiranya menurut dirinya dia itu lemah dan gampang direndahkan. Dengan memanfaatkan sisi kelemahannya, Venus dapat dengan leluasa menunjukkan sisi kekuasaannya.

   Dan sekarang dia berpikir, bahwa Stella adalah salah satu anak yang cocok untuk menjadi korban empuk selanjutnya.

"Minggir, aku mau lewat!" Pinta Stella memaksa menerobos keluar, karena Venus dan satu temannya itu berdiri menghalangi pintu.

"Eh eh eh, enak aja Lo mau kabur," Balas Venus mendorong sedikit kasar tubuh mungil Stella, sehingga membuat dirinya mundur beberapa langkah.

"Iyah nih, gak sopan banget jadi anak. Minta maaf dulu Lo sama temen gua!" Suruh teman Venus dengan nama Lyodra yang tertempel di baju seragam sekolah dibagian dada.

"Buat apa aku harus minta maaf?, nginjak sepatunya aja enggak, temen Lo tu yang caper jadi orang," Jawab Stella menolak mentah-mentah. Dan kembali mencoba untuk melewati pintu keluar, dengan menyenggol tubuh Venus dengan badannya agar menyingkir dari sana.

"Eh, urusan kita belom selesai!" Venus langsung menyergap tangan Stella dan menariknya, bola mata coklat milik Stella menatap kesal bola mata hitam milik Venus.

"Apa?" Tanya Stella melepas paksa genggaman tangan dari Venus. Anak ini tidak henti-hentinya untuk mencari masalah dengan dirinya.

"Lo udah nginjak sepatu baru gua, dan sekarang Lo harus tanggung jawab!"

"Lo caper banget sih jadi anak!. Kalau kurang perhatian itu bilang, lagian siapa yang nginjak sepatu Lo hah?. Boro-boro nginjak, senggol aja gua ogah," Balas Stella membuat Venus menekuk wajahnya, baru kali ini ia merasa ditantang oleh seorang anak yang dibully olehnya.

"Gua minta, lap sepatu gua sekarang!" Ucap Venus dengan melempar sebuah tisu, tepat diwajah Stella. Sengaja ia membuat tisu itu agar jatuh, dengan niatan supaya Stella memungutnya dari lantai, lalu mengelap sepatu sneaker nya seperti seorang pembantu.

"Buat apa?" Ucap Stella mengangkat satu alisnya.

"Tangan Lo gak buntung kan?"

"Lap aja sendiri, ngapain harus nyuruh gua. Kalau Lo males, nih!. Minta aja ke Lyodra, dia babu Lo kan?" Pungkas Stella melirik kearah Lyodra, lalu kembali melihat Venus dan tersenyum smirk.

   Kemudian, Venus dan Lyodra melihat Stella pergi meninggalkan mereka berdua tanpa mengucapkan sepatah kata pun, selepas melontarkan sebuah kalimat yang menurut Venus sangat merendahkan harga dirinya dan satu temannya itu.

"Cih, lihat aja Lo yah. Dengan secepatnya, Lo akan segera dapet balasannya, tunggu aja," Batin Venus mengepal erat kedua tangannya. Dia semakin merasa tertantang untuk menjatuhkan Stella, siapapun yang menjadi targetnya harus dia buat sampai bertekuk lutut dihadapannya. Kalau tidak, sampai kapanpun Venus tidak akan pernah merasa puas.

********

   Stella mulai memasuki pintu masuk perpustakaan SMA Darmawangsa, yang menjadi pembatas antara dunia ketenangan dengan dunia bising diluar sana.

   Sebelum melanjutkan langkah kakinya, Stella berdiri sejenak didepan pintu perpustakaan, menghirup dalam-dalam aroma AC bercampur dengan bau-bau buku didalam sana. Entah mengapa, aroma ini sungguh membuat candu bagi Stella.

   Gadis itu memilih salah satu tempat duduk yang lumayan menyudut dan sepi, selain untuk menghindari keramaian. Stella juga ingin merasa tenang, agar ide-ide untuk menggambarnya nanti dapat keluar dengan lancar.

   Sebelum Stella memulai ritual kesukaannya, dia memilih terlebih dahulu beberapa buku dari banyak sekali rak-rak buku didalam perpustakaan tersebut. Untuk mencari sebuah ide, yang akan dituangkan didalam sketsa diatas kertas putihnya itu nanti.

"Tidak apa-apa Stella, membela diri itu hal yang benar," Sedari tadi Stella masih belum memulai sama sekali, dipikirannya masih terbayang bagaimana cara Venus memperlakukan dirinya tadi.

   Jahat, tapi Stella tidak mau menunjukkan sisi lemahnya. Sudah banyak pengalaman yang ia dapat mulai dari sekolah dasar sampai tingkat SMP.

   Trauma, hanya satu kata itu yang bisa dirinya dapat. Jadi, Stella sudah tidak terkejut lagi dengan perilaku buruk Venus kepada dia, karena mental dan fisik Stella sudah pernah diuji sebelumnya.

   Hebat?, tidak. Melainkan ini adalah hal yang menyedihkan, sudah bertahun-tahun Stella menjadi korban kasus pembullyan. Berharap di masa SMA dia akan mendapatkan sesuatu yang lebih indah, dengan menjadi anak yang pendiam, menurut Stella itu adalah salah satu cara yang baik.

   Akan tetapi, yah. Belenggu itu masih menjerat tubuh Stella sampai saat ini. Mungkin hal buruk, memang ditakdirkan untuk gadis itu selamanya.

   Stella membuang nafasnya dalam-dalam, lalu membuka sebuah buku sketchbook miliknya. Kalau dirinya terus-menerus memikirkan soal temannya, maka tujuan awal Stella untuk datang kesini tidak akan terlaksana.

   Jari-jemari lentik nan putih, perlahan mulai membuka buku sketchbook tersebut. Dihalaman pertama sudah terdapat sketsa karakter bergambarkan seorang lelaki yang ia tahu namanya adalah Cyan.

   "Cyan kok gak muncul?, katanya kalau aku buka buku dia bakal muncul," Gumam Stella bingung, karena tidak ada sesuatu apapun yang terjadi disaat dia membuka buku sketchbook tersebut.

"BWAAA!!!" Tanpa aba-aba, Cyan mengejutkan Stella dari arah belakang sambil menepuk pundaknya. Spontan langsung membuat gadis itu terpelonjat, dan berteriak.

"CYYAAANNN!!!!" Teriak Stella, membuat seluruh pasang mata yang berada didalam perpustakaan, memperhatikan dirinya.

   Menyadari hal itu, Stella langsung menutup mulutnya rapat-rapat, dirinya baru sadar kalau ia masih ada didalam perpustakaan. Padahal sudah jelas-jelas tertempel di dinding, tertulis Jangan berisik.

   Stella langsung membuka salah satu buku yang berada diatas meja, membukanya asal. Lalu digunakan, untuk menutupi wajahnya, hingga ia tidak sadar kalau buku yang sedang dia baca itu terbalik.

"Bangsat kau Cyan," Batin Stella mengumpat, ini sudah menjadi yang kesekian kalinya Stella dibuat malu oleh karakter buatannya sendiri.

PAPER FRIENDSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang