"Hai kamu, iyah kamu!. Bisa tolong kasih tahu aku, bagaimana caranya agar bisa menjadi manusia kuat seperti mu?"
~Stella.
********
//Kriiinggg// terdengar bunyi alarm begitu nyaring, mengusik ketenangan seorang gadis yang tengah tertidur pulas diatas ranjang kasurnya. Tidak main-main, ia langsung membanting jam weker berbentuk katak itu ke lantai, hingga suaranya lenyap seketika. "Berisik!"
Cewe dengan surai rambut berwarna coklat bernama Stella, manis persis seperti senyumnya. Awal pagi ini Stella merasakan pusing dibagian kepalanya, rasanya begitu berat dan juga sakit, kepala Stella serasa ditusuk-tusuk dengan ribuan jarum.
"Auch sakit," Erang Stella sambil meremas bagian kepala, seperti ada beban yang begitu berat diletakkan diatas kepalanya.
"Aku- aku harus sekolah, kalau gak nanti bisa telat," Ujar Stella dengan suara serak, berusaha untuk bangkit dari tempat tidurnya, menggunakan tembok sebagai pegangan agar ia tidak jatuh.
Sekujur tubuh Stella terasa begitu lemas, terasa sangat berat walau hanya untuk melangkah satu jengkal saja. "Rasa apa ini?, darah?" Ucap Stella seperti merasakan sensasi rasa darah di lidahnya, serasa ada sesuatu yang keluar mengalir dari dalam hidungnya.
"Hidung aku berdarah," Ujarnya dengan suara gemetar, selepas menyeka sebuah darah segar yang keluar dari dalam hidungnya dengan punggung tangan.
Lalu tiba-tiba, tubuh Stella semakin melemah, kepalanya terasa begitu berat seperti mau pecah. Hingga dirinya sudah tidak kuat untuk menahan badannya, dan terjatuh ke lantai begitu saja.
"Stella mau mati."
********
"Stella, Stella!, nak bangun!, bangun Stella!" Samar-samar terdengar suara seorang wanita berdengung dikedua telinganya, Stella perlahan membuka kedua matanya yang terasa berat, pandangan gadis itu masih buram. Dia masih belum bisa melihat begitu jelas, siapa yang tengah berdiri disampingnya saat ini.
"Stella, kamu sudah sadar sayang," Ujarnya begitu lega, melihat putri kesayangannya kembali tersadar setelah pingsan beberapa jam lamanya.
"Bagaimana keadaan kamu, masih sakit?" Tanya sang ibu tetapi tidak mendapatkan sebuah jawaban dari sang anak, Stella sedang sibuk mengedarkan pandangannya keseluruh ruangan.
Disana terdapat banyak sekali peralatan rumah sakit, seperti infus, elektrodiograf, dan rata-rata semuanya berwarna putih. "Stella dirumah sakit bu?" Ucap Stella dengan tatapan kosong.
"Iyah Stella, kamu lagi dirumah sakit sekarang. Ibu tadi panik waktu masuk ke kamar kamu, lihat kamu sudah tergeletak dibawah kasur dengan darah yang cukup banyak keluar dari dalam hidung kamu. Itu sebabnya, ayah sama ibu buru-buru bawa kamu kesini," Balas sang ibu masih dengan perasaan cemas.
"Owh," Respon Stella singkat.
"Ternyata Allah masih sayang sama Stella," Batin Stella tersenyum, padahal dia berpikir bahwa ia akan mati saat itu juga, tetapi ternyata tidak, gadis itu masih hidup.
"Ayah kemana bu?" Tanya Stella sambil menoleh kearah sang ibu.
"Ayah kamu lagi pergi keluar sebentar, mau cariin kamu makanan," Jawab sang ibu.
"Gimana kondisi kamu nak?, apa masih pusing atau ada bagian yang enggak enak di badan kamu?"
"Tenang aja kok bu, Stella sudah baik-baik saja, walau masih sedikit pusing," Jawab Stella, membuat sang ibu bernafas lega. "Alhamdulillah."
"Oh yah, kalau begitu ibu pergi keluar sebentar yah, mau nemuin dokter bilang kalau kamu sudah sadar."
"Iyah bu," Angguk Stella, lalu melihat sang ibu pergi keluar dari dalam ruangan, menemui sang dokter.
"Haaahhh," Stella menghirup nafas dalam-dalam, lalu mengeluarkannya dengan perlahan.
"Setelah sekian lama, akhirnya aku bisa merasakan ketenangan," Ujar Stella merasa tenang, terutama dipikirannya. Setelah sebelumnya, dirumah dia yang selalu merasa tertekan dengan pertengkaran kedua orang tuanya, disini Stella bisa beristirahat tanpa memikirkan masalah.
"Kalau bisa, aku mau disini selamanya." Sambungnya lalu mendapati pintu ruangan kembali terbuka, nampak sang ibu berjalan masuk dengan ditemani seorang dokter dibelakangnya.
"Bagaimana keadaan kamu Stella?" Tanya sang dokter dengan sebuah stetoskop mengalung dilehernya.
"Keadaan saya sudah baik-baik saja dokter," Jawab Stella dengan posisi duduk menyandar, diatas kasur pasien.
"Syukurlah, kalau begitu Stella minum obat ini dulu yah, supaya lekas sembuh," Suruh sang dokter sambil menaruh sebuah pil obat, dan juga sirup diatas laci kecil samping kasur pasien.
"Tidak, saya tidak mau meminum obat itu dokter," Jawab Stella menolak, membuat sang ibu berdecak dengan tatapan melotot kearah Stella. "Stella!" Gertaknya.
"Itu tidak sopan!" Lirihnya tajam.
"Tapi kenapa nak?, kamu mau sembuh bukan?" Tanya sang dokter merasa penasaran dengan sikap anak itu.
"Saya tidak mau sembuh dokter, saya mau terus sakit seperti ini," Balas Stella membuat sang ibu semakin tersulut emosi.
"Sakit itu tidak enak Stella, juga sama sekali tidak bagus untuk tubuh kita. Kenapa kamu malah ingin sakit?" Heran sang dokter.
"Karena ... karena saya ingin tetap disini dokter, saya ingin terus tinggal disini. Saya tidak mau kembali kedalam rumah neraka itu lagi."
"STELLA!!!" Bentak sang ibu. "Sudah cukup!"
"Lihat dokter, sekarang anda bisa lihat sendiri kan, bagaimana tersiksanya saya didalam rumah itu. Ibu saya selalu saja memarahi saya, dan kedua orang tua saya selalu saja bertengkar, saya sudah lelah dengan itu semua dokter," Ujar Stella mencurahkan semua isi hatinya.
"Saya benci menjadi sehat jika mental saya harus tertekan karena ulah mereka berdua. Lebih baik saya sakit, asalkan mental saya menjadi tenang dengan berada disini!"
//Pak// sebuah tamparan keras langsung mendarat dipipi kiri Stella, terlihat bekas begitu merah dengan terdapat luka lecet disana.
"Apa kau sudah merasa hebat, dengan menceritakan semua kejelekan keluarga mu dihadapan orang lain?" Lirih ibu dengan nada marah, kedua matanya terlihat merah.
"Ayo kita pergi!" Sang ibu langsung menarik tangan Stella untuk ikut bersamanya, tubuh Stella terseret, lengannya ditarik dengan paksa.
"Tidak bu, aku tidak mau pulang. Aku masih mau tinggal disini!" Ronta Stella dengan berusaha melepaskan genggaman tangan dari ibunya. Cengkraman itu terasa begitu kuat.
"Lepaskan Stella bu!" Pintanya.
"Diam!"
"Sudah bu, lebih baik anda lepaskan tangan anak anda sekarang juga. Dia baru saja sembuh bu," Tambah sang dokter merasa tak tega, melihat bagaimana sang ibu memperlakukan anaknya.
"Saya sarankan, lebih baik ibu turuti permintaan dia untuk tinggal disini sebentar saja. Mungkin saja tubuhnya memang belum sepenuhnya pulih," Ujar sang dokter sekali lagi, ia berusaha untuk menengahi.
"Cukup dokter, ini adalah urusan pribadi keluarga saya. Lebih baik dokter jangan ikut campur didalamnya," Balas sang ibu dengan masih menarik paksa lengan Stella, berusaha untuk membawanya segera pergi dari sana.
"Terimakasih dokter, maaf sudah membuat keributan disini. Saya permisi!" Pamit sang ibu dengan juga membawa Stella pergi.
"Baik bu silahkan!" Balas sang dokter pasrah, ia tidak tahu lagi harus bagaimana untuk membantu Stella agar bisa lepas dari ibunya. Tapi bagaimana pun juga, ini adalah urusan pribadi mereka, ia tidak punya hak untuk mencampurinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PAPER FRIENDS
Romance[Hiatus bentar^^] "Lo itu udah gila!" Bentak Zoya kepada Stella membuat hati wanita itu hancur seketika. "Laki-laki itu gak nyata Stella, dia cuman khayalan dipikirkan Lo doang. Plis sadar!" "Gua gak gila, dan gua masih waras!" Balas Stella dengan m...