18. Garcinia mangostana

4.4K 935 90
                                    


Eugenia Ranupadma has many faces, indeed.

Di awal perkenalan, Erlang melihat tetangga Farah di asrama itu sebagai gadis yang ramah, hangat dan ceria. Tapi di lain hari, gadis itu tampak jauh, dingin dan sinis. Ketika di satu hari ia tampak seperti gadis nakal, di kali lain ia justru terlihat sangat polos. Sebenarnya yang mana diri Ayu yang sebenarnya?

Seperti pagi ini, misalnya. Gadis itu keluar dari kamarnya dengan setelan blus putih gading dan celana panjang ramping, dengan rambut sepanjang bahu yang diikat rapi. Membuatnya nampak profesional. Tapi di sisi lain, penampilan Ayu itu mengingatkan Erlang pada anak magang atau fresh graduate yang baru melamar kerja. Profesional dan polos di saat yang bersamaan. Membuat Erlang sulit mendefinisikan penampilan Ayu.

Barangkali kata "manis" justru lebih tepat mendefinisikan penampilan Ayu pagi itu.

"Mbak Windy, katanya butuh tambahan waitress kan?"

"Betul, Pak Angga."

"Ini saya bawa 1 kandidat. Coba diwawancara dulu aja, Mbak," kata Erlang kepada perempuan cantik di hadapannya. Menurut penilaian Ayu, perempuan itu berusia sekitar 30an.

Erlang kemudian menoleh pada Ayu yang berdiri di sisinya. Saat itu Erlang melihat wajah Ayu yang agak bingung.

"Mbak Windy ini Manajer disini. Bosnya kafe ini."

Informasi itu menjelaskan sesuatu. Tapi sebenarnya bukan hal itu yang membuat Ayu bingung tadi.

"Pak Angga jangan ngadi-ngadi. Nanti saya klaim beneran nih kafenya." Windy menimpali, separuh menggerutu, separuh terkekeh. Membuat Erlang juga terkekeh.

Melihat interaksi kedua orang itu yang santai, Ayu ikut tersenyum. Ia mengangguk sopan pada Windy, lalu memperkenalkan diri. "Saya Ayu, Bu."

Windy membalas senyum Ayu. "Panggil Mbak aja. Semua disini manggil saya Mbak."

"Baik, Mbak," jawab Ayu, masih mempertahankan senyumnya.

Windy kemudian menengadah menatap Erlang. "Ayu ini... keponakan Pak Angga?" tanya perempuan itu hati-hati.

Ayu sudah membuka mulutnya untuk mengklarifikasi, tapi ia kalah cepat dibanding Erlang yang sudah menjawab duluan.

"Yaaa... bisa dibilang begitu, Mbak," jawab Erlang dengan wajah tenang. "Masih saudara jauh."

Ayu mengernyit. Kenapa Erlang tidak jujur saja bahwa dirinya hanya orang asing yang ditolong Erlang?

"Tapi kalau nanti dia nggak lolos wawancara, Mbak Windy nggak usah sungkan kalau mau nolak. Nggak apa-apa kok," Erlang menambahkan.

Tuh kan! Lebih aneh lagi! Ayu pikir Erlang mengakuinya sebagai saudara jauh agar Windy sungkan untuk menolaknya. Tapi kenapa ujung-ujungnya malah mempersilakan untuk menolak? Jadi apa faedahnya berbohong tentang status persaudaraan mereka?

"Kalau nggak dapet kerja di Jakarta, palingan nanti saya pulangin ke kampungnya."

Windy terkekeh mendengar gurauan Erlang. Tapi Ayu tidak demikian.

"Bisa aja nih Pak Angga," Windy menanggapi.

Erlang kemudian mengedarkan pandangan pada kafenya. Beberapa karyawan tampak menyapu, mengelap meja atau mempersiapkan kafe yang sebentar lagi akan buka bersamaan dengan waktu buka mall tersebut.

Hari itu Erlang membawa Ayu ke kafe miliknya yang berada di dalam sebuah mall. Menu utamanya yang merupakan makanan Korea, serta lokasinya yang dekat dengan beberapa kampus, membuat kafe tersebut cukup ramai, sehingga mereka membutuhkan lebih banyak pegawai. Begitu cerita Erlang tadi di mobil, sekilas memperkenalkan profil kafenya selama mereka berkendara.

EUGENIA: Healing FlosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang