Ayu menghela nafas. Mencoba meredakan emosinya, menghadapi pertanyaan dan kemarahan Erlang yang absurd.Untungnya sebelum Erlang makin marah-marah, bel pintu berbunyi. Ayu segera menggunakan momen itu untuk kabur dari Erlang. Buru-buru ia masuk ke kamar, mumpung Erlang membukakan pintu untuk tamu. Bukannya bermaksud tidak sopan dengan menyuruh Erlang yang membuka pintu, tapi memang selama Ayu tinggal di rumah itu, selalu Erlang sendiri yang menemui tamu.
Erlang melangkah menuju pintu gerbang rumahnya dengan bingung, siapa yang malam-malam begini bertamu. Tapi saat melihat dua orang tamu lelaki di luar pagar rumahnya, ia bingung lagi, ngapain kedua orang ini malam-malam bertamu.
"Eh, Pak RT! Pak Handi!" sapa Erlang ramah kepada kedua orang lelaki setengah baya tersebut. Setelah berbasa-basi singkat, Erlang kemudian mempersilakan kedua lelaki itu untuk masuk.
"Gimana, Pak? Apa RT kita mau bikin acara sesuatu? Ada yang bisa saya bantu?" tanya Erlang, setelah kedua lelaki setengah baya itu duduk di ruang tamu rumahnya.
Erlang tinggal di rumah orangtuanya yang telah meninggal. Karena ia telah tinggal di perumahan itu sejak kecil, sedikit banyak ia paham jika pada waktu-waktu tertentu Pak RT suka mengunjungi warga untuk sosilisasi kegiatan komplek, atau minta sumbangan dana untuk kegiatan tersebut.
"Bukan itu, Mas Angga. Sebenarnya kami kesini untuk keperluan lain," jawab Pak Zainal, sang RT.
"Oh? Keperluan apa, Pak?" tanya Erlang bingung. Keperluan apa yang membawa Pak RT ke rumahnya selain untuk minta sumbangan kegiatan?
"Sebenarnya gini, Mas Angga, saya ijin tanya dulu. Apa di sini ada warga baru yang belum dilaporkan ke saya ya?"
Mendengar itu, Erlang langsung waspada. Berhati-hati ia memilih jawaban. "Oh iya, Pak RT. Ada saudara saya yang tinggal disini. Aduh maaf ya Pak, saya sibuk terus, jadi lupa lapor ke Bapak."
"Iya Mas, harusnya kan selewat 3 x 24 jam, tamu wajib lapor ya Mas. Supaya saya sebagai RT tahu juga siapa saja yang tinggal di komplek kita."
"Oh, iya Pak. Maaf banget ya Pak RT."
"Kalau gitu, mumpung kami kesini, kami boleh kenalan?"
"Oh, bisa Pak. Tapi kayaknya dia lagi di kamar mandi deh."
"Nggak apa-apa, kami tungguin, Mas."
"Eh?"
"Saudara Mas Angga, perempuan kan ya? Bisa minta tolong dipanggilkan, Mas?"
Erlang makin waspada. Kedua orang ini tahu tentang Ayu, tahu bahwa tamu di rumahnya adalah seorang perempuan. Berarti mereka memang sengaja datang untuk menemui Ayu.
Untuk menghindari kecurigaan berlebihan, Erlang menuruti permintaan Pak RT. Ia memanggil Ayu yang masih berada di kamarnya. Sebelum tiba di ruang tamu, Erlang sempat berbisik pada Ayu, memintanya untuk mengikuti apa yang Erlang katakan.
"Ini Ayu, Pak RT, Pak Handi. Saudara saya. Maaf saya belum sempat lapor ke Pak RT." Erlang memperkenalkan Ayu kepada kedua tamunya.
Ayu mengulurkan tangannya sambil tersenyum ramah kepada Pak RT dan Pak Handi, serta menyebutkan namanya. Setelahnya Ayu duduk di sisi Erlang, berhadapan dengan kedua pria tersebut.
"Mbak Ayu bagaimana saudaraan sama Mas Angga?" tanya Pak RT dengan sopan.
Erlang memaksa otaknya berputar denga cepat, jadi jawaban yang diberikannya nyaris refleks saja. "Eyang saya dan eyangnya Ayu sepupu, Pak."
"Oh berarti Mas Angga dan Mbak Ayu sepupu jauh ya?"
Setelah dipikir-pikir, iya ya, kalau eyang mereka sepupuan, berarti status mereka sepupu ya? Bukan om-keponakan? Nggak konsisten amat ya, di kafe bilangnya keponakan, disini bilangnya sepupu.
KAMU SEDANG MEMBACA
EUGENIA: Healing Flos
RomanceCAMPUS SERIES #3 Eugenia caryophyllata flos (bunga cengkeh) dipetik sebelum mekar, kemudian segera dikeringkan. Tidak ada lagi keindahan yang tersisa darinya. Seperti itulah hidup gadis itu. Siapa sangka, saat kemudian bunga kering itu diproses pa...