30. Punica granatum

4.1K 967 125
                                    

"Coba kita lihat hasilnya," gumam Erlang.

Setelah meletakkan semangkok seblak di dekat Ayu dan 1 mangkok yang lain di sisi mejanya, Erlang menarik kursi, duduk di samping Ayu.

"Wah, seblak!" Ayu menoleh dengan senyum lebar dan mata berbinar, pada Erlang yang duduk di sisinya. "Bapak beneran masak seblak? Kirain tadi bercanda. Hehehe."

Erlang terkekeh sambil geleng-geleng kepala menanggapi.

Setelah hampir tiga bulan Ayu tinggal dan membantu di rumahnya, Erlang perlahan melihat perubahan sikap Ayu. Sebulan pertama gadis itu masih bersikap formal terhadap Erlang. Kadang juga sikapnya dingin dan ketus. Tapi setelah perselisihan mereka yang terakhir kali, setelah Erlang meminta maaf dan berhasil membujuk Ayu untuk tetap membantu di rumahnya, sikap Ayu perlahan makin hangat.

Tidak seperti jadwal kerja kantoran yang mendapat libur Sabtu-Minggu, jatah libur Ayu dari kafe tidak selalu Sabtu-Minggu. Tapi setidaknya satu hari dalam sepekan, Ayu mendapatkan jatah libur satu hari, digilir antar para karyawan. Dan sejak Erlang memberinya pekerjaan untuk menangani promosi di media sosial untuk usaha kuliner miliknya, setiap kali Ayu mendapat jatah libur dari kafe, Erlang selalu mengajak Ayu ke usaha kulinernya yang lain. Erlang juga sempat mengajak Ayu ke restorannya di Bandung, dan ke salah satu venue pernikahan yang sedang berlangsung, dimana jasa catering Erlang digunakan.

Setelah melewati beberapa waktu bersama-sama, Erlang mulai melihat sisi diri Ayu yang lain. Bukan gadis yang tersenyum dengan penuh kepura-puraan. Juga bukan gadis dingin dan sinis. Atau gadis yang ketakutan dan menjauh dari sekitar. Tapi gadis yang hangat, riang dan bersemangat, selayaknya gadis dua puluh tahunan yang ceria, seperti Farah.

"Harusnya saya yang masak buat Bapak. Tapi malah Bapak yang masak buat saya. Masakan Bapak juga selalu enak-enak. Berasa makan di restoran terus. Beruntung banget saya kerja sama Pak Erlang."

Gadis itu juga mulai menunjukkan kecerewetannya, pikir Erlang.

Erlang menarik laptop di hadapan Ayu, membawanya ke hadapannya. Sementara dirinya mengerling pada mangkok di sisi Ayu.

"Makan dulu. Baru lanjut kerja lagi," perintah Erlang.

Ayu tersenyum dan meraih mangkoknya. "Makasih, Pak."

Ayu mencicipi seblak buatan Erlang. Dan seperti biasa saat ia mencicipi masakan Erlang, matanya selalu berkilat bahagia.

"Enak sekali, Pak! Bahkan untuk masakan sederhana begini, rasanya kaya," puji Ayu, tulus dan tampak bahagia.

Erlang tertawa mendengar pujian Ayu, sementara dirinya sendiri mulai menyuap seblak yang dimasaknya. Ia mengunyah sambil menarik laptopnya mendekat, meski masih dalam jarak aman agar laptopnya tidak ketumpahan kuah seblak.

"Terlalu pedas nggak?" tanya Erlang, melirik Ayu.

"Pedas, Pak. Tapi enak," Ayu menjawab dengan senyum lebar. "Oh iya, belum ada minum. Saya ambilin ya Pak."

Ayu berdiri dari kursinya dan melangkah ke dapur. Sambil menunggu Ayu kembali, selagi tangan kanannya menyuap kuah seblak, tangan kiri Erlang menggerakkan mouse laptopnya dan menelusuri foto-foto yang diambil oleh Ayu selama beberapa minggu terakhir.

Hari itu Ayu libur di kafe. Tapi kali itu Erlang tidak mengajak Ayu mengambil foto ke restoran-restorannya, melainkan mereka di rumah saja. Mereka duduk bersama di meja makan, memilih hasil foto yang bagus untuk bahan promosi di IG dan website nanti.

Segelas sirup rasa melon tersaji di hadapan Erlang. Sengaja diletakkan agak jauh dari mangkok dan laptopnya, agar tidak menumpahi laptop.

Erlang menengadah pada pemilik tangan yang meletakkan segelas sirup melon itu. Dan pemilik tangan itu tersenyum padanya dengan senyum yang lembut.

EUGENIA: Healing FlosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang