Dengan setengah memaksa, Erlang menarik tubuh Ayu hingga gadis itu terduduk. Namun secepat itu ia duduk, secepat itu pula gadis itu menggeser duduknya ke sudut sofa. Tubuhnya meringkuk. Kedua tangannya menangkup, dan bibirnya terus merapal permohonan ampun.
Erlang mengulurkan tangannya untuk menjangkau gadis itu. Namun baru ujung jarinya yang berhasil menyentuh lengan Ayu, gadis itu merapal ampun dengan suara yang makin menyayat.
Tidak tahan dengan sikap Ayu, akhirnya Erlang nekat meraih tubuh gadis itu ke dalam pelukannya. Meski gadis itu meronta dan terus meminta ampun.
"Eugenia! Hush, hush. Tenang..." ucap Erlang, berusaha menenangkan gadis dalam perlukannya. "Ini Erlang. Airlangga. Bukan Bayu. Ini Erlang. Disini aman. Ini Erlang, Ayu!"
Setelah mendengar itu, rontaan Ayu perlahan mengendur. Perlahan pula ia membuka mata dan saat itu ia bertatapan dengan Erlang yang menatapnya dengan sorot mata khawatir.
"Ayu..." Hati-hati Erlang memanggil gadis itu.
Ketika kesadarannya mulai kembali, Ayu menghapus air matanya, lalu melepaskan diri dari pelukan Erlang. Dengan gerakan cepat, sebelum Erlang sempat mencegah, gadis itu sudah melangkah cepat kembali ke kamarnya.
"Yu, kamu nggak apa-apa?" Dengan langkah cepat pula Erlang mencoba mengejar Ayu. Tapi gadis itu telah menutup pintu kamarnya lebih dulu.
"Yu, are you okay?" Erlang mengetuk-ngetuk pintu kamar Ayu.
Sudah tentu gadis itu tidak sedang baik-baik saja. Tapi setidaknya Erlang ingin meyakinkan dirinya, bahwa gadis itu tidak melukai diri sendiri. Entah mengapa Erlang melihat sikap Ayu seperti orang yang mengalami trauma. Khawatirnya, hal itu bisa memicu gadis itu melakukan perbuatan nekat.
Erlang mencoba membuka pintu itu. Tapi Ayu sudah menguncinya dari dalam. Meski demikian, Erlang terus mencoba memanggil dan membuka pintu kamar Ayu.
"Yu, tolong jawab dulu, Yu. Kamu baik-baik aja kan? Tolong buka pintunya dulu. Sebentar." Ketika tidak ada juga jawaban dari Ayu, Erlang makin keras menggedor pintu itu. "Eugenia! Tolong buka dulu pintunya sebentar. Atau saya dobrak!"
Lalu terdengar suara ketukan pintu dari dalam kamar.
"Saya baik-baik aja Pak. Saya tidur dulu ya Pak." Begitu yang didengar Erlang dari balik pintu.
Tentu saja Erlang tidak percaya bahwa Ayu baik-baik saja. Tapi gadis itu masih menjawab panggilannya, sehingga Erlang memutuskan untuk memberi waktu kepada gadis itu.
Nyatanya, malam itu, bukannya tidur dan istirahat, Ayu justru menghabiskan malam dengan membersihkan seluruh rumah, menyapu, mengepel, menyikat kamar mandi, mempersiapkan sayur dan bahan-bahan makanan di kulkas agar siap diolah, hingga menyetrika pakaian. Pada jam 2 pagi ketika Erlang mengintip dari kamarnya, ia mendapati gadis itu berada di dapur sedang meminum obat, sebelum akhirnya masuk ke kamarnya dan tidur.
Ketika Erlang keluar dari kamarnya jam 5 pagi, Ayu sudah berdiri di dapur, memasak. Sikapnya datar, seperti tidak pernah terjadi apa-apa pada dirinya. Persis seperti sikap yang ditunjukkan Ayu pada pagi hari setelah Erlang memperkosanya.
Setelah gadis itu selesai memasak dan menyiapkan meja makan, barulah Erlang bisa bicara dengannya.
"Ayu, saya minta maaf soal kemarin," kata Erlang, memulai pembicaraan dengan hati-hati.
Ayu mengangguk dengan wajah datarnya. Alih-alih takut atau gugup, Ayu justru sudah berani membalas tatapan Erlang. Meski matanya seperti kosong, tapi Erlang mengagumi betapa cepatnya gadis ini memulihkan diri. Hal ini juga yang terjadi setelah malam itu di Bali.
KAMU SEDANG MEMBACA
EUGENIA: Healing Flos
RomanceCAMPUS SERIES #3 Eugenia caryophyllata flos (bunga cengkeh) dipetik sebelum mekar, kemudian segera dikeringkan. Tidak ada lagi keindahan yang tersisa darinya. Seperti itulah hidup gadis itu. Siapa sangka, saat kemudian bunga kering itu diproses pa...