Karena mengetahui bahwa Erlang selalu sarapan sebelum jam 7 pagi, biasanya jam 6 pagi sarapan sudah tersaji di meja makan. Tapi kali itu, sepulang Erlang dari jogging jam 6.30 pagi, meja makan masih kosong. Hal ini aneh sekali, sehingga Erlang memutuskan untuk mengecek Ayu di kamarnya.
Ayu adalah orang yang tanggap. Biasanya hanya dengan memanggil saja, Ayu langsung menemui Erlang. Tapi kali itu sudah beberapa kali Erlang mengetuk pintu kamarnya, Ayu tidak menyahut atau membukakan pintu. Erlang mencoba membuka pintu tersebut, tapi terkunci dari dalam. Erlang jadi teringat bahwa beberapa bulan lalu ia juga menemukan Ayu demam hingga nyaris pingsan di kamarnya di asrama hotel. Apakah kali ini Ayu tidak juga merespon karena demam juga?
Erlang mencoba kembali mengetuk-ngetuk kamar Ayu dan memanggil namanya dengan agak keras. Setelah beberapa saat mencoba kembali, akhirnya Ayu membukakan pintu.
"Pak, maaf saya kesiangan. Sebentar saya masakin sarapan, Pak," kata Ayu ketika membuka pintu. Suaranya lemah, wajahnya pucat. Gadis itu sudah mengikat rambutnya, tapi tidak seperti biasa, ikatan rambutnya terlihat berantakan.
"It's okay. Bukan soal sarapan," cegah Erlang, cepat. "Kamu sehat?"
"Nggak apa-apa, Pak." Ayu tersenyum. Tapi Erlang bisa melihat gadis itu memaksakan senyum.
Ayu hendak keluar kamar dan menutup pintunya, tapi Erlang menahannya. Lelaki itu meletakkan telapak tangannya di dahi Ayu untuk memastikan kondisinya. Tapi alih-alih demam, Erlang justru mendapati dahi Ayu sangat dingin. Dengan cepat telapak tangannya mengusap lengan Ayu dan mendapati lengan itu basah dengan keringat dingin.
Ayu memang tidak demam. Tapi jelas dia sedang tidak sehat. Oleh karena itu Erlang segera mendorong Ayu kembali masuk ke kamarnya.
"Pak, tapi saya harus masak," protes Ayu lemah, ketika tubuhnya didorong masuk.
"Kamu sakit. Apa yang kamu rasain?" Dengan lembut Erlang mendorong Ayu hingga terduduk di kasurnya.
"Cuma sakit perut biasa Pak. Datang bulan. Maaf saya terlambat bangun."
"Keram datang bulan?" tanya Erlang. "Biasanya akan hilang sendiri, atau kamu minum obat?"
"Kadang hilang sendiri, kadang perlu minum obat."
"Kamu belum minum obat?"
"Nanti saya sarapan dulu, baru minum obat, Pak," jawab Ayu. "Makanya saya mau masak dulu."
Dengan tidak sabar Erlang menggenggam kedua bahu Ayu dan mendorongnya lembut hingga jatuh tertidur. Ia mengusap dahi Ayu yang penuh keringat dingin. Ia lalu menarik kembali selimut untuk menutupi kaki hingga perut Ayu.
"Saya masak dulu sebentar. Habis itu kamu makan."
"Tapi, Pak___" Dengan suara lemahnya, Ayu masih mencoba protes. Tapi Erlang mengabaikannya dan langsung melangkah keluar dari pintu.
"Pintunya saya tutup, tapi jangan dikunci. Khawatir kamu pingsan," perintah Erlang. Tanpa mempedulikan penolakan Ayu lagi, Erlangpun berlalu.
Beberapa waktu setelahnya Erlang kembali ke kamar Ayu, membawa semangkuk sup ayam-jagung-telur yang sudah dicampur nasi sehingga nasinya lebih lembut. Juga segelas air mineral. Saat itu Ayu sudah kembali tertidur dengan dahi yang berkerut, seperti menahan sakit. Maka dengan perlahan, Erlang membangunkan Ayu.
"Makan dulu. Minum obat. Trus tidur lagi," perintah Erlang, setelah Ayu mengerjapkan matanya.
Ia meletakkan sup yang dibawanya di nakas samping tempat tidur Ayu, lalu duduk di tepi ranjang. Gadis yang berbaring di hadapannya menatapnya dengan mata yang sayu. Tidak seperti biasanya dimana gadis itu menatapnya dengan mata dingin, mata sinis atau mata berbinar.
KAMU SEDANG MEMBACA
EUGENIA: Healing Flos
RomansCAMPUS SERIES #3 Eugenia caryophyllata flos (bunga cengkeh) dipetik sebelum mekar, kemudian segera dikeringkan. Tidak ada lagi keindahan yang tersisa darinya. Seperti itulah hidup gadis itu. Siapa sangka, saat kemudian bunga kering itu diproses pa...