36. Valeriana officinalis (3)

4.1K 1K 253
                                    

Hatinya udah siap Kak?
Kalo udah siap, yuk kita mulai.

* * *

Ada yang salah dengan dirinya. Akhirnya Erlang menyadari itu.

Sepertinya tanpa ia sadari, sikap ramahnya sering disalah-artikan oleh para perempuan. Sebelum Lidya, beberapa teman perempuannya di kampus dan di kantor juga pernah kebaperan terhadapnya. Erlang biasanya belakangan menyadari hal tersebut, karena teman-temannya yang lain yang justru menyadari lebih dahulu ketertarikan perempuan-perempuan itu kepada Erlang.

Perempuan-perempuan itu biasanya hanya berani mencoba menarik perhatian Erlang, tapi tidak berani mengungkapkan perasaannya secara langsung. Tapi Lidya berbeda. Perempuan itu dulu yang lebih dahulu mengungkapkan perasaannya, dan meminta kesempatan untuk menunjukkan bahwa dia adalah perempuan yang pantas mendampingi Erlang.

Setelah diingat-ingat lagi sekarang, sepertinya hal yang sama terjadi pada Farah. Barangkali kasih sayang Erlang kepada Farah sejak kecil, dengan membiarkan gadis itu sering bermanja kepadanya, membuat Farah salah paham dan mengira Erlang memberi perhatian lebih padanya. Itu mengapa ketika gadis itu patah hati, sulit sekali meyakinkan Farah bahwa perasaan Erlang sudah mulai tumbuh kepadanya. Gadis itu sudah jatuh dari tempat yang terlalu tinggi: mengira Erlang menyayanginya padahal mencintai ibunya. Sehingga hatinya hancur berkeping-keping dan tidak lagi berniat menyatukan kepingan hatinya itu untuk Erlang.

Apakah tanpa sadar sikapnya juga sudah memberi harapan pada Ayu?

Sekarang semuanya jadi jelas. Wajar saja kalau Ayu berkeras ingin berhenti bekerja di rumah dan kafenya. Alasannya bukan karena Ayu tidak ingin terus-menerus merepotkan Erlang. Tapi karena ia tidak ingin terus-menerus berada di dekat Erlang. Gadis itu sengaja menjauhinya. Dan kini Erlang mengerti alasannya. Jika benar Ayu sudah jatuh cinta padanya, tentu gadis itu ingin segera menghapus perasaan itu karena dia sudah bersuami.

Ah sial! Masalahnya sekarang lebih ruwet. Karena Ayu itu perempuan bersuami.

Eh? Tapi masalahnya kan bukan disitu. Bukan apakah Ayu sudah menikah atau belum. Tapi apakah dirinya benar punya perasaan khusus pada Ayu atau tidak? Jika ia memang tidak punya perasaan khusus pada Ayu, bahkan meskipun Ayu masih lajang, Erlang perlu mengklarifikasi agar Ayu tidak salah paham kan.

Meski sudah memutuskan akan mengklarifikasi kesalahpahaman tersebut, Erlang tidak lagi bisa tidur di peraduannya. Ia memejamkan mata, tapi tak kunjung bisa tidur lagi. Apakah dia sekarang memerlukan obat yang sama dengan yang dikonsumsi Ayu?

Ketika semburat matahari mulai naik dan Erlang tidak juga kunjung bisa tidur, ia akhirnya keluar dari kamarnya. Ajaibnya, Ayu juga sudah berada di dapur, sedang memasak.

"Pagi, Pak," sapa Ayu ketika melihat Erlang masuk ke dapur. Sapaannya seperti biasa, seperti hari-hari lainnya. Suaranya tidak gugup, tidak salah tingkah, tidak sinis dan tidak dingin. Biasa saja. Tapi Erlang justru jadi salah tingkah karena sikap Ayu yang terlalu tenang.

"Pagi." Erlang berpura-pura mengambil air minum di kulkas sambil melirik Ayu yang sedang menumis kangkung.

Setelah beberapa saat Ayu masih tampak fokus pada pekerjaannya dan mengabaikan Erlang, pria itupun berlalu dan masuk kembali ke kamarnya. Erlang baru keluar lagi dari kamarnya untuk sarapan di ruang makan setelah mandi pagi.

Di meja makan ia melihat sarapan sudah tersedia seperti biasa. Di pagi hari Ayu hanya memasak makanan sederhana. Untuk makan malam, barulah ia mempersiapkan lebih lengkap. Dan pagi itu Ayu menyiapkan tumis kangkung dan telur dadar kol-kecap. Masakan sederhana yang disukai Erlang, dan ia selalu mengingatnya sebagai makanan kesukaan Fariha.

Barangkali ini juga salah satu alasan ia bersikap baik pada Ayu. Karena dalam banyak hal gadis itu mengingatkannya pada Farah, dan kadang Fariha.

Baru saja Erlang akan menyendokkan nasi, sayur dan lauk ke piringnya, mata Erlang melihat sosok Ayu yang lewat, hendak menuju kamar mandi yang letaknya dekat dapur.

"Ayu!" panggil Erlang cepat. Makin cepat ia mengklarifikasi kesalahpahaman yang disebabkanmya pada Ayu, makin baik. Begitu pikirnya.

"Ya Pak?" Ayu menoleh tepat sebelum berbelok ke arah kamar mandi.

"Boleh bicara sebentar?"

"Iya, Pak." Ayu kemudian membelokkan kakinya menuju ruang makan, tempat Erlang berada.

Gadis itu menarik kursi di hadapan Erlang. Ia meletakkan pakaian ganti dan handuk, yang akan dikenakannya nanti setelah mandi, di pangkuannya. Lalu menatap Erlang.

"Ya, Pak?" tanya gadis itu singkat.

"Emm..." Meski sudah memikirkannya dengan matang, tapi Erlang sungkan juga ketika harus mengatakannya. Apalagi secara langsung seperti ini. Tapi dia tidak punya pilihan lain. Daripada kesalahpahaman Ayu terus berlanjut kan. "Tentang percakapan kita tadi pagi..."

Erlang berhenti sesaat, dan menatap Ayu. Memastikan kondisi gadis itu baik-baik saja. Tidak akan pingsan atau ngamuk kalau Erlang mengatakan hal yang tidak disukainya. Tapi baru tahap pertama itu saja, Erlang sudah dibuat kikuk dengan wajah Ayu yang datar, tidak menunjukkan antisipasi apapun.

"Emmm..." Erlang melanjutkan. "Saya pikir ada kesalahpahaman. Kamu menganggap sikap saya ke kamu terlalu baik, padahal sebenarnya itu sikap normal saya kepada orang-orang di sekitar saya. Jadi saya sama sekali nggak ada maksud untuk memperlakukan kamu secara khusus. Juga nggak bermaksud membuat kamu GR atau memberi harapan palsu."

Erlang memberi jeda lagi untuk menelaah perubahan ekspresi Ayu. Tapi wajah itu tetap tenang.

"Kamu selalu baik sama saya, bahkan meski saya sering bersikap brengsek. Kamu bahkan nggak cerita apapun ke Farah atau ke siapapun tentang apa yang saya lakukan terhadap kamu di Bali. Saya sangat berterima kasih untuk itu. Jadi karena itu, saya juga ingin membalas kebaikan kamu dengan bersikap baik. Saya harap kamu mengerti dan nggak salah paham dengan yang saya lakukan."

"Baik, Pak."

Untuk beberapa detik Erlang terdiam. Sudah? Begitu saja? Hanya itu saja responnya? Dia tidak marah atau menangis? Bahkan raut wajah sedih atau sakit hatipun tidak ada?

Jadi, kata-kata gadis itu semalam, beneran atau hanya halusinasinya saja sih? Atau gadis itu hanya sengaja ingin membuatnya kaget supaya bisa kabur dari interogasinya? Jadi Ayu tidak benar-benar jatuh cinta padanya kan? Iya kan?

Iya...

.... kan?

"Dari awal saya juga tahu kamu sudah punya suami. Saya nggak mungkin jatuh cinta sama istri orang kan. Kamu... paham kan ya, saya sama sekali nggak ada maksud___"

"Paham, Pak," jawab Ayu. "Apa masih ada lagi, Pak? Kalau nggak ada, saya mau mandi, siap-siap ke kafe."

"Eh? Oh? Nggak. Iya, silakan."

Ayu bangkit dari duduknya. Kembali mendekap handuk dan pakaian gantinya. Lalu melangkah ke kamar mandi.

Meski Erlang bersyukur karena tidak ada drama seperti yang sempat dikhawatirkannya, tapi jujur saja respon Ayu diluar dugaannya. Responnya terlalu tenang. Dan Erlang justru jadi gamang dan tidak tenang.

Erlang berniat bicara lagi dengan Ayu nanti malam atau saat ada waktu yang tepat. Saat Ayu sedang tidak buru-buru pergi kerja. Sehingga mereka punya waktu bicara yang lebih leluasa.

Tapi waktu yang tepat itu tidak pernah datang. Karena setelah pagi itu Erlang tidak akan pernah bertemu Eugenia Ranupadma lagi.

Sebuah pesan masuk ke ponsel Erlang sore hari itu, ketika ia sedang berada di Pawon Putri.

Eugenia: Selamat sore, Pak. Saya pamit pergi, Pak. Maaf saya tidak bisa pamit langsung pada Bapak. Ibu saya sakit, jadi saya harus secepatnya pulang kampung.
Eugenia: Terima kasih banyak untuk bantuan Bapak selama ini. Maaf kalau saya ada salah & sering merepotkan. Semoga Bapak selalu sehat & bahagia.

* * *

Alhamdulillah ya Om, Ayu udah pergi. Jadi Om nggak perlu khawatir lagi sama perasaan Ayu. Om bisa lanjut berusaha ngejar Mbak Farah. Selamat ya Om.

* * *

EUGENIA: Healing FlosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang