"... monkshood and wolfsbane, they are the same plant, which also goes by the name of aconite."
-Severus Snape-* * *
"Pinter juga kamu bohongnya tadi, Yu," komentar Erlang, setelah mengantarkan kedua tamunya pulang, dan mengunci pintu pagar.
Ayu memasuki pintu rumah terlebih dahulu dan diikuti Erlang. Lelaki itu kemudian mengunci pintu ruang tamu tersebut, sebelum melangkah masuk mengikuti Ayu.
"Perempuan seperti saya..." jawab Ayu, ".... yang sering dianggap pelacur dan pelakor, ya memang harus pinter bohong Pak. Risiko digrebek istri sah, RT atau polisi, besar."
Meski dikatakan dengan nada datar, Erlang sadar bahwa Ayu sedang menyindirnya.
"Meyakinkan banget bohongnya. Termasuk pas kamu bilang udah nyari kontrakan segala."
"Kalau itu, saya nggak bohong."
"Oh ya?"
"Hari ini saya pulang malam karena survey kontrakan."
"Survey kontrakan bareng Andri-Andri itu?"
"Iya."
"Jangan-jangan di dekat kontrakan Andri juga?"
"Iya."
"Kamu tahu kan dia playboy?"
Ayu mengernyit bingung. "Apa hal itu relevan dengan urusan nyari kontrakan?"
"Dia sengaja nyariin kontrakan itu supaya bisa tinggal di dekat kamu. Lalu nanti antar-jemput. Dia berniat modusin kamu."
"Ohh..." Ayu merespon datar. Seperti mendengar informasi basi. Mungkin bukan kali ini saja ada lelaki yang mendekati atau modusin dirinya dengan cara seperti itu.
"Dia sudah tahu bahwa kamu perempuan bersuami?"
Wajah Ayu yang semula tenang, beriak setelah Erlang mengungkit tentang suaminya.
"Itu bukan informasi relevan yang harus saya bagi ke semua orang," jawab Ayu kaku.
Sampai disitu Erlang menduga bahwa Ayu tidak suka jika orang tahu bahwa dirinya sudah menikah. Entah apa alasannya. Apakah karena ia tidak akur dengan suaminya, atau sekedar agar tidak kehilangan para penggemarnya.
Erlang menghela nafas. Lalu ia meminta Ayu untuk mengikutinya ke ruang tengah karena ada yang ingin dibicarakannya.
"Sebenarnya kamu nggak harus nyari kontrakan," kata Erlang sambil duduk di sofa. Dengan isyarat matanya, ia mempersilakan Ayu duduk juga. Dan gadis itu duduk di sofa yang sama, beberapa jengkal darinya. "Kamu bisa tetap tinggal disini."
"Saya sudah banyak merepotkan Bapak."
"Tapi saya bukan memberi tumpangan gratisan. Kamu juga bantu-bantu saya disini. Jadi nggak perlu merasa merepotkan."
"Tapi memang lebih baik saya pindah, Pak. Saya lebih leluasa kalau harus pulang malam atau pulang pagi. Kalau disini, nggak enak sama Bapak."
"Pulang pagi?" Erlang menatap curiga. "Jangan bilang kamu mau kerja di kelab lagi, seperti di Bali dulu?"
"Yang jelas saya mau cari kerja 1 lagi Pak. Nggak ada kesempatan kerja 2 shift di kafe."
"Kamu kan udah kerja dobel, Yu. Kamu bantuin saya di rumah ini, kan saya gaji juga, Yu!"
Ayu meremas tangannya. Tampak memikirkan cara untuk menjelaskan maksudnya.
"Kamu tinggal disini gratis. Kamu bantuin saya disini, saya gaji. Masih kurang juga?"
"Menurut kamu, berapa gaji kamu di rumah ini?" tanya Erlang.
Saat menawarkan pekerjaan kepada Ayu untuk membantu di rumahnya, Erlang memang tidak pernah menyebutkan nominal gaji yang akan diperoleh gadis itu. Ayu juga segera menerimanya, karena saat itu belum mendapat pekerjaan apa-apa. Jadi barangkali sekarang Ayu ingin mencari pekerjaan tambahan karena mengira gaji yang akan diberikannya sedikit.
"Hmmm?" Erlang menuntut jawaban.
Mendapati Erlang menuntut jawaban darinya, Ayu meremas tangannya lagi. "Dua juta?" terka Ayu dengan berhati-hati.
Erlang bersandar di sofa dan bersedekap.
"Kenapa menduga segitu?" tanya Erlang.
"Saya searching gaji ART di Jakarta, di perumahan mewah seperti ini. Tapi karena saya cuma kerja setengah hari disini, pasti nggak full kan, Pak?"
"Anggaplah estimasi kamu benar. Lalu ditambah gaji di kafe, apakah masih kurang juga?"
Ayu diam, tidak menjawab.
"Kamu ingin cari uang banyak, buat apa, Yu?"
Ayu tetap tidak menjawab.
"Kamu mau kerja dimana lagi? Di night club lagi?"
Ayu konsisten dalam diamnya.
"Kalau saya gaji kamu 10 juta untuk pekerjaan kamu di rumah ini, diluar gaji kamu di kafe, apa itu cukup, supaya kamu nggak perlu kerja di night club lagi?"
Kali itu, Ayu menatap Erlang dengan tatapan bingung. "Apa saja yang harus saya lakukan untuk gaji segitu?"
"Semua kebutuhan saya di rumah ini. Makanan. Rumah dan pakaian yang bersih dan rapi."
Meski tampak ragu, Ayu memberanikan diri bertanya, "Kebutuhan Bapak.... apa termasuk.... kebutuhan di tempat tidur?"
Erlang tidak segera menjawab. Ia diam lama, menatapi gadis di hadapannya dengan tatapan penuh penilaian.
"Kamu bilang, kalau saya ingin memuaskan fantasi seks saya pada Farah, saya bisa menemui kamu?" Kali ini Erlang menyeringai, bagai serigala.
"Saya bukan Mbak Farah!" tukas Ayu. Meski berusaha tetap terlihat tenang, Erlang menangkap kesan gugup dari gesture Ayu.
"Saya nggak terlalu peduli. Dia sudah menolak saya. Jadi kalau bukan dengan Farah, dengan siapapun sama saja buat saya."
"Saya perempuan bersuami... "
"Apa pelanggan kamu yang lain peduli sama status pernikahan kamu, selama kamu bisa memuaskan mereka?"
Wajah Ayu mengeras. "Saya menolak tawaran Bapak," katanya tegas. Lalu ia bangkit dari duduknya.
Erlang menegakkan duduknya dan langsung menyambar jemari Ayu. Membuat Ayu menoleh dan menatapnya dengan tidak nyaman.
Erlang menengadah, menatap Ayu yang berdiri di hadapannya. "Kenapa? Gaji yang saya tawarkan untuk bekerja disini kurang?"
Ayu melempar tatapan marah kepada Erlang, tapi ia tidak menanggapi pertanyaan lelaki itu.
"Biasanya berapa mereka membayar kamu untuk 1 malam? Kalau kamu kerja di night club, berapa pelanggan yang bisa kamu dapat selama 1 bulan? Disini, kamu cuma perlu melayani saya."
Erlang bisa melihat Ayu menggigit bibirnya dalam diam dan mengepalkan tangannya dengan kuat.
"Berapa kamu minta dibayar 1 malam? Gimana kalau saya gaji sebesar biaya 1 malam dikali 30 hari?"
Ayu sepertinya tidak tahan lagi mendengar pertanyaan-pertanyaan Erlang. Gadis itu mendengus dan menghempaskan genggaman Erlang, lalu pergi meninggalkan lelaki itu. Langkahnya lebar, dan aura kemarahannya menguar kuat. Membuat Erlang menahan diri untuk mengkonfrontir gadis itu lebih jauh.
* * *
Woi! Pendek amat Thor!!!
Tapi greget kan?
Jadi pengen makan orang pagi2
** *
Kuis: Kenapa bab ini diberi judul Aconitum sp.?
KAMU SEDANG MEMBACA
EUGENIA: Healing Flos
RomanceCAMPUS SERIES #3 Eugenia caryophyllata flos (bunga cengkeh) dipetik sebelum mekar, kemudian segera dikeringkan. Tidak ada lagi keindahan yang tersisa darinya. Seperti itulah hidup gadis itu. Siapa sangka, saat kemudian bunga kering itu diproses pa...