3. Tanggung Jawab

840 72 1
                                    

Bell pulang sudah berbunyi dari tadi, Nalora masih berada di kelasnya. Bersama dengan Stefy dan Wulan.

"Kamu pulang sama siapa Ra?" tanya Wulan dengan polosnya.

"Gue di jemput," jawab Nalora tersenyum simpul.

Dritt Dritt

Mendengar suara yang awalnya Nalora pikir itu adalah ponselnya, tapi ternyata itu adalah ponsel Stefy. Supirnya sudah ada di depan gerbang.

"Gue udah di jemput. Lo gimana? Mau gue anter sampe gerbang?" tanya Stefy menawarkan diri.

"Ah gausa, gue bisa sendiri kok." Nalora menolak tawaran Stefy.

"Yaudah, gue deluan ya." Stefy pamit kepada 2 temannya sebelum melangkah keluar kelas.

Beberapa menit telah berlalu, Nalora menunggu panggilan dari ponselnya. Wulan masih setia menemaninya di kelas yang kosong ini.

"Wulan, lo ngga pulang?" tanya Nalora.

"Aku bisa pulang naik bis. Tapi kalo aku pulang sekarang, kamu sendiri nanti," jawab Wulan khawatir karena kaki Nalora yang terluka.

Gadis yang bernama Wulan ini sangat polos, syukurlah ia masuk di kelas XI - IPS 1. Jika tidak mungkin saja dia sudah di bully habis-habisan oleh si morinaga chil kid kalau kata Stefy.

Nalora bangkit dari duduknya, kakinya yang masih sakit belum bisa untuk membuatnya berdiri tegak.

"Heh kamu mau kemana Ra?" tanya Wulan khawatir dengan Nalora yang meringis saat ia berdiri.

"Gue mau nunggu jemputan di depan aja," ucap Nalora melangkah pincang.

"Aku bantu ya?" Wulan manarik tangan kanan Nalora dan melingkarkannya di lehernya. Membantu Nalora berjalan sampai ke depan gerbang.

Entah kenapa Nalora merasa canggung dengan Wulan. Apa karena dia anak baru? Jujur Nalora hanya dekat dengan Stefy, mereka sudah bersahabat sekitar 5 tahun lamanya.

Wulan benar-benar gadis yang baik. Ia memapah Nalora dengan pelan, bahkan ia sangat memperhatikan kaki Nalora agar tidak tersandung batu atau benda yang ada di depannya.

Tin! Tin!

Suara klekson terdengar lantang. Seperti menyuruh mereka berdua untuk berhenti. Suara klekson itu semakin dekat, dan terlihat mobil HR-V Hitam yang berhenti mendadak tepat di depan mereka.

Mesin mobil itu mati, dan pintunya terbuka memperlihatkan seorang remaja laki-laki yang sangat di ingat Nalora wajahnya. Remaja laki-laki itu adalah orang yang kemarin menabraknya di jalan yang sekarang mereka injak.

"Nalora?" tanya laki-laki itu.

"Bukan!" jawab Nalora dengan lantang dan melangkah pergi namun ia langsung di tahan oleh remaja laki-laki itu.

"Mau kemana?"

"Mau pulang!"

"Gue anter."

"Apasih lo? Gila ya? Udah nabrak gue, sekarang mau ngantar gue. Heh bodoh dengar ya, gara-gara lo gue ngga bisa bawa motor kesekolah. Dan ini, lo lihat ini!! Kaki gue tangan gue luka semua gara-gara lo! Dan sekarang lo bisa-bisanya memperlihatkan muka di depan gue? Ngga punya malu atau ngga punya muka sih lo hah?!" Nalora sudah tidak tahan lagi. Kesabarannya sudah habis. Ia melepaskan tangannya dari leher Wulan.

"Maaf, untuk yang kemarin," lirih laki-laki itu merasa bersalah.

Nalora berjalan mendekat ke remaja laki-laki itu. Hanya menyisahkan beberapa centi meter di antara mereka. Tangan lentiknya menyentuk name tag milik remaja laki-laki itu.

NALORA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang