28. Tidak Bisa Memaafkan

249 26 1
                                    

Happy Reading~

♡♡♡

Tidak ada yang membuka suara. Henry mengantar Nalora pulang menggunakan mobil Nalora. Bahaya jika Nalora pulang sendiri dengan keadaan seperti ini, sedangkan motornya ia tinggal di tempat. Menelpon orang rumah agar motornya di ambil. Selama perjalanan ke rumah, Nalora tidak ada bicara sama sekali.

Dia melihat ke arah luar jendela dengan tatapan sayunya. Henry sesekali melirik Nalora, sungguh dia sangat khawatir. Apa yang sebenarnya terjadi saat Nalora pergi ke ruang kepala sekolah. Sampai dia begitu ketakutan dan pergi.

Beberapa menit kemudian, akhirnya mereka sampai. Belum juga Henry mematikan mesin mobil Nalora sudah keluar.

Dengan cepat Henry langsung mematikan mesin mobilnya dan berlari-lari kecil mengikuti Nalora masuk kedalam rumahnya.

"Ra!!" teriak Henry berlari menuju Nalora.

Nalora berbalik, wajahnya lesu seperti tidak semangat untuk di ajak ngobrol sekarang.

"Makasih," jawab Nalora datar. "Lo boleh pulang sekarang."

"Tapi–"

"Ry," Nalora menggantukan kalimatnya. "Gue mau sendiri."

Mendengar hal itu, tidak ada pilihan lain bagi Henry selain meninggalkan Nalora.

Menunggu jemputannya, siapa lagi? Jelas Riki. Dia harus balas budi karena selama 2 tahun ini dia selalu di anter pulang oleh Henry.

°~°~°~°~°

Bukannya langsung pulang saat sudah mengantar Henry. Riki malah ingin bertamu di rumah Henry. Katanya sih cuma mau minum tapi ternyata minta pesankan makanan lewat ojek online.

"Lo mau tau kenapa Nalora langsung pergi dari sekolah saat pulang tadi," Riki membuka percakapan.

Henry yang sedang memesankan makanan ojek online di ponselnya seketika jarinya berhenti.

"Kenapa?" tanya Henry dengan kedua alis berkerut.

"Karena bokapnya dateng kesekolah."

"Bokapnya? Lo tau dari mana? tanya Henry penasaran.

"Saat lo keluar dari sekolah naik motor lo buat ngejar Nalora. Om Noar juga berlari ngejar Nalora," jelas Riki.

Teringat sesuatu, Henry menyadari bahwa Androphobia Nalora kambuh saat di trotoar itu berasal dari kedatangan bokapnya kesekolah.

"Phobia Nalora tadi kembuh," ucap Henry memberitahu.

"Udah gue duga, pasti bakalan kambuh."

Henry khawatir jika Androphobia Nalora kemungkinan kecil untuk sembuh. Datangnya Noar mungkin saja membuat phobia Nalora semakin parah atau mungkin akan berakibat fatal nantinya.

"Udah tenang," ujar Riki yang menyadari sahabatnya sedang mengkhawatirkan seseorang. "Nalora butuh waktu sendiri," lanjutnya.

"Lo bener, Nalora butuh waktu untuk sendiri."

"So, lo udah pesan makanan gue?" tanya Riki teringat akan makanannya.

"Ah iya!" Henry langsung kembali mengecek makanan yang akan ia pesan tadi.

"Gue laper anying," ucap Riki dengan ekspresi wajah kesalnya karena Henry belum memesan makanannya.

"Ya maap nyet."

Makanan yang mereka pesan akhirnya datang, walau menunggu sekitar 30 menit. Bagi orang yang kelaparan seperti Riki, itu adalah waktu yang lama baginya.

Mereka memesan sebox ayam goreng. Mengambil nasi dan meletakannya di piring masing-masing. Segera menyantap ayam yang sudah berada di depan mata dengan aromanya masuk kedalam indra penciuman. Sangat menggiurkan.

NALORA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang