500+ vote langsung up!
Jaemin dibuat kesal oleh Jeno sekarang, laki-laki itu terus mengikuti kemana pun Jaemin pergi. Bahkan ia ke toilet pun ia ikut, banyak pasang mata yang melihatnya aneh. Bisikan-bisikan mulai terdengar, membuat Jaemin semakin kesal. Bukan apa-apa, tapi disini yang dipandang jelek adalah dirinya, mereka mengira kalau Jaemin sudah menggoda Jeno.
"Jangan mengikuti ku, apa kau tidak dengar apa yang mereka bicarakan tentangku?!" Jaemin mencoba mendorong tubuh laki-laki itu agar menjauh darinya. Tangan Jeno tidak tinggal diam, dia malah menahan tangan Jaemin agar tak mendorongnya lebih jauh.
"Aku hanya ingin memastikan kau tidak bertemu dengan Hwang itu, aku akan mengurus orang-orang yang menjelekkan mu." Ujarnya.
"Aku tau kita sudah bertunangan, tapi aku tak mencintaimu! Aku hanya mencintai Hyunjin."
Jeno melepaskan tangan Jaemin yang ia pegang, ia mengepalkan tangannya dibalik tubuhnya. Matanya sudah memerah, menandakan bahwa ia sedang menahan emosinya. Jeno membalikkan badannya meninggalkan Jaemin yang masih termenung diam disana.
Helaan napas keluar dari hidung Jaemin, ia merasa bersalah karena ucapannya tadi. Tapi mengapa Jeno tidak memukulnya?
Jaemin menggelengkan kepalanya dengan cepat, menghilangkan pikiran buruknya. Ia mencuci tangannya dan segera keluar dari toilet. Baru saja kakinya keluar dari pintu, ia sudah dihalangi oleh Hyunjin. Ia menarik tangan Jaemin membawanya ke belakang sekolah.
Tatapan bertanya Jaemin layangkan, entah mengapa Hyunjin membawanya kesini. "Hyunjin... Apa kau marah padaku?" Lirihnya bertanya pada lelaki yang menjadi kekasihnya.
Hyunjin menggeleng, "Apa wajahku terlihat sedang marah? Aku mengajakmu kesini hanya ingin mengatakan sesuatu," Ujarnya yang membuat Jaemin semakin penasaran.
Hyunjin mengeluarkan sebuah kotak kecil dari saku celananya, ia membuka kotak tersebut dan menunjukkannya pada Jaemin. Jaemin tertegun melihat isi kotak tersebut, cincin berwarna putih itu membuat Jaemin bertanya-tanya, apa maksud Hyunjin memberinya benda tersebut?
"Apa kau mau menerima cincin ini?" Tanya Hyunjin dengan mata yang menatap Jaemin, berharap pemuda manis itu mau menerimanya.
"Tunggu sebentar, Hyunjin. Aku sungguh tidak mengerti apa maksudmu memberiku cincin ini?" Hyunjin tersenyum manis, ia terlalu terburu-buru ternyata.
"Melamar mu. Jaemin, aku bersungguh-sungguh dengan ucapanku saat itu, aku ingin melindungi dari apapun yang membahayakan mu. Aku ingin, kita menikah setelah lulus sekolah," Ucapan Hyunjin membuat Jaemin terdiam, ia bingung ingin menjawab apa.
Hyunjin adalah kekasihnya, orang yang ia sukai, tetapi Jeno adalah calon suaminya walaupun ia tidak mencintai laki-laki itu. Bagaimana pun juga, Jaemin sudah menjadi calon orang, Jaemin tidak bisa menerima lamaran laki-laki lain lagi.
Jaemin melihat wajah Hyunjin, bibir itu tersenyum penuh harapan padanya. Jaemin tidak tega, tapi ia harus bagaimana? Jika menolak, ia akan menyakiti hati Hyunjin, tapi mereka masih sekolah! Ia tau, Hyunjin adalah anak tunggal kaya raya dari seorang konglomerat.
Tangan Hyunjin melambai didepan wajah Jaemin, membuat sang empu tersadar dari lamunannya.
"Bagaimana, apa kah kau menerima lamaran ku?" Tanya Hyunjin yang sangat antusias mendengar jawaban Jaemin untuk berkata 'ya'.
Jaemin tersenyum kecil, "Bukankah kita masih terlalu muda untuk itu? Lagipula kita masih sekolah, aku ingin cita-cita ku tercapai dulu Hyunjin," Ujarnya membuat Hyunjin menundukkan kepalanya.
Jaemin yang melihat respon kekasihnya seperti itu pun sedikit ada rasa tak enak, ia tau Hyunjin mencintainya dan ingin menjalani hidup bersama. Hyunjin tersenyum kembali, dan menutup kotak kecil tersebut.
"Ya, kau benar Jaemin. Ku harap kau mau menungguku saat kita sudah mencapai cita-cita kita," Kata Hyunjin yang di angguki oleh Jaemin.
Menunggu? Batin Jaemin. Sepertinya itu adalah hal yang mustahil, karena dalam waktu dekat ia akan menikah dengan Jeno.
"Ayo kembali ke kelas, bel istirahat akan berakhir." Jaemin mengangguki ucapan Hyunjin, mereka pun berjalan berdua di koridor menuju kelas mereka.
Berbagai tatapan tertuju pada Jaemin, dapat ia dengar salah satu celetukan yang membuat Jaemin sedikit emosi.
"Lihat dia, bukan kah tadi bersama Jeno si ketua Osis itu? Lalu sekarang bersama laki-laki lain? Murahan sekali."
Jaemin mempercepat jalannya, membuat Hyunjin kewalahan menyamai langkah Jaemin. Hyunjin menggenggam pergelangan tangan Jaemin, "Jangan dengarkan mereka," Ujar Hyunjin.
Menghela napas, hanya itu yang Jaemin lakukan guna meredakan emosinya. Ia tak mau mengambil resiko hanya karena bertengkar dengan siswa lain, itu hanya akan membuat namanya semakin tercemar.
Hyunjin menarik tangan Jaemin, membawanya menuju kelas kembali. Haechan melambaikan tangannya, ketika melihat Jaemin masuk ke kelas.
"Darimana saja kau? Aku mencari mu sampai ke toilet, kau tau?" Celetuk pemuda berambut cokelat tersebut.
"Maaf, aku hanya mencari udara segar," Balas Jaemin menjawab pertanyaan Haechan.
"Ku lihat, akhir-akhir ini kau bersama Hyunjin terus, ada hubungan apa kau dengannya?"
"Tidak ada, jangan bertanya terus. Siapkan buku mu, guru akan datang sebentar lagi."
"Baik Boss!"
***
Jeno mendorong pintu kelas dengan kencang, membuat atensi siswa kelasnya tertuju padanya. Eric, salah satu teman dekat Jeno pun menghampirinya. Anak-anak yang lain tak berani dekat dengan Jeno jika dia sudah marah, bisa-bisa habis mereka. Hanya Eric yang berani mendekatinya, karena hanya Eric lah yang dekat dengan Jeno saat di kelas.
"Pintu kelas bisa-bisa rusak jika terus kau banting." Ujar Eric sembari meminum kopi botol yang ia beli di kantin tadi.
"Kembali ke mejamu." Ujar Jeno dingin, tanpa melihat Eric.
"Ayolah, aku bisa membantumu. Ceritakan saja," Jeno mengangkat sebelah alisnya, terlihat tertarik dengan ucapan Eric barusan.
"Ini tentang Jaemin-"
"Ah Jaemin, aku lihat dia ke belakang sekolah dengan si bibir dower, Hwang Hyunjin,"
Bukannya mendapat solusi, Jeno malah semakin dibuat naik pitam dengan pernyataan yang Eric berikan. Jeno menggerebek mejanya, ia berdiri dan segara keluar kelas, tak memperdulikan Eric yang terus memanggil namanya.
Jeno dibuat geram, dengan apa yang ia lihat, pria itu berani-beraninya melamar Jaemin. Cih, dasar tak tau malu! Geram Jeno dalam hati.
Tak lama, ia tersenyum senang ketika mendengar Jaemin menolak lamaran Hyunjin. Tak sia-sia ia datang kemari melihat Hyunjin yang ditolak oleh kekasihnya sendiri, ingin rasanya ia tertawa kencang ketika mendengar Hyunjin meminta Jaemin untuk menunggunya.
Tapi jangan senang dulu, bukankah Jeno sudah memperingati calon istrinya itu untuk menjauhi pria bermarga Hwang itu? Dan apa yang ia lihat sekarang? Jaemin masih memiliki hubungan dengan Hwang Hyunjin.
Rasa kesal itu semakin membuat Jeno ingin menarik Jaemin dan membuat pemuda manis itu menurut padanya. Apa susahnya menjauhi pria itu? Jeno tidak suka melihat apa yang sudah menjadi miliknya dekat dengan orang lain, bahkan memiliki hubungan.
"Say goodbye to your freedom, babe."
tbc
cepet kan aku updatenya? 😁
spoiler; chapter depan ⚠️
KAMU SEDANG MEMBACA
Agreement《Nomin》
Fanfiction[BL] [SLAVE FIC] [M-PREG] [M] Karena sebuah kesalahan yang tidak disengaja pada sang ketua OSIS, Jaemin terpaksa harus menerima setiap perlakuan Jeno terhadapnya; termasuk menjadi pemuas nafsu Jeno. Warn! B×B Content! Jeno top! Jaemin bottom!