16 : 𝙧𝙪𝙢𝙖𝙝 𝙩𝙖𝙣𝙥𝙖 𝙯𝙞𝙙𝙖𝙣

1.2K 167 70
                                    

🌆

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🌆

masih ingat tentang satu dari sekian banyaknya gejala creutzfeldt-jakob adalah halusinasi atau delusi? aku pernah bilang beruntung zidan belum sampai halusinasi atau delusi.

tapi malam itu, semua keberuntungan berhasil dipatahkan oleh fakta kalau zidan, zidan diwangka, adikku, pergi untuk selama-lamanya.

laporan polisi yang didukung dokter forensik mengatakan, lewat cctv rumah, zidan mengalami halusinasi seperti dikejar sesuatu, terbukti dari bagaimana yang tadinya zidan tenang sambil megang ponsel berubah jadi ketakutan dan kabur secara tiba-tiba.

dan tempat terakhirnya lari adalah terowongan sempit yang mbak hanggi pernah peringatkan. disana pula, tempat terakhir yang zidan kunjungi sebelum dengan bajingannya para begal yang keparat merenggut nyawa zidan.

sampai sini aku selalu berharap zidan baik-baik aja, aku selalu percaya hal seperti ini bukan akhir dari hidup zidan. aku percaya dia bisa tumbuh lebih lama lagi, ketika berhasil mendapat gelar sarjana, membantu impian pak arkan untuk menikah, mengadopsi anak, membangun keluarga dan menua bersama. aku selalu percaya itu walau beberapa kali penyakitnya bikin aku goyah.

tapi sulit untuk kembali percaya ketika zidan didepanku adalah zidan yang ga bernyawa, zidan yang lehernya penuh luka sayat bersimbah darah dan zidan yang nadinya udah ga bertaut.

malam itu pak arkan bersuara dengan getar, "zidan .. udah ga ada" gitu katanya.

hancur rasanya ketika aku lihat pak arkan menggeleng dengan air mata berlinang didepan mamah, kemeja putihnya yang berubah menjadi merah jadi bukti nyata kalau hari berikutnya, rumah kami kehilangan zidan anak laki-laki kesayangan mamah.


🌆





kali pertamanya aku sadar wajah zidan bisa sangat damai adalah dihari pemakamannya.

dia pernah pucat, tapi ga sepucat ini.

dia pernah diam, tapi ga selama ini.

dan dia pernah tidur, tapi ga senyeyak ini.

sesekali tanpa sadar aku bertanya, kemana zidan yang biasanya? saat tubuhnya tepat didepan wajahku tanpa jiwa.

aku lirik kesamping kanan, disana mbak hanggi seperti biasa selalu menguatkan mamah. menepuk-nepuk pelan punggung serta lengan atas mamah seraya bilang, "mah, harus kuat" padahal mbak hanggi juga perlu dikuatkan.

pagi ini, ku awali dengan langkah yang amat berat saat aku sadar aku harus mengantarkan zidan ke pemakaman. zidan selalu begitu. dia manja. padahal dulu dia cuman butuh nana, sekarang dia perlu lebih dari belasan orang buat nganter.

[✓] 𝙗𝙖𝙥𝙖𝙠 𝙛𝙞𝙨𝙞𝙠𝙖 ┊ 𝙢𝙖𝙧𝙠𝙨𝙪𝙣𝙜 𝙖𝙪Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang