Selesai menelepon sang Ibunda, Mitha membenahi sedikit penampilannya sebelum dia keluar dari toilet umum Bandara.
Saat dia kembali ke lokasi di mana Handaru berada, Mitha sudah tak melihat keberadaan wanita berpakaian seksi yang tadi menjadi teman mengobrol suaminya.
Mitha mengambil posisi duduk di sisi Handaru yang saat itu sibuk dengan ponselnya.
Lelaki itu mulai bergeming dan tampak memasukkan ponselnya ke saku celana bahannya. Dia menoleh ke arah Mitha. "Sudah selesai? Apa saja yang kau bicarakan dengan Ibumu?" Tanya Handaru dengan suara dan sikapnya yang sedingin es.
Mitha menelan salivanya satu kali sebelum akhirnya dia menjawab pertanyaan suaminya. "Aku hanya berpamitan saja," jawabnya singkat.
"Apa kau memberitahu ibumu tentang kejadian semalam?" Tanya Handaru lagi.
Mitha menggeleng lemah, kepalanya menunduk saat tatapan tajam Handaru sama sekali tak beralih sedikit pun darinya.
"Apa kau yakin ingin tetap melanjutkan pernikahan ini Mitha? Apa kau yakin untuk tetap memilih hidup bersamaku setelah apa yang aku lakukan terhadapmu tadi malam?" Handaru kembali bertanya. Jauh dari dasar lubuk hatinya yang terdalam, Handaru jelas menyesali perilaku kasarnya terhadap Mitha, namun entah mengapa, dia tak mampu meredam amarahnya setiap kali dia mengingat bahwa kini, wanita yang ada di sisinya dan berstatus resmi sebagai istrinya itu sudah tidak suci dan bahkan sedang mengandung benih hasil hubungan haramnya dengan lelaki lain. Handaru memang sengaja tak ingin mengetahui lebih lanjut mengenai siapa sebenarnya lelaki biadab yang telah memperkosa Mitha, sebab dia tak ingin hatinya yang sudah hancur berkeping oleh Mitha harus kembali hancur dan merasakan sakit yang bertubi-tubi, seandainya dia sampai mengetahui siapa lelaki itu sebenarnya. Handaru hanya tak ingin terjadi pertumpahan darah.
Handaru sadar, bahwa cintanya pada Mitha sangatlah besar, namun anehnya cinta itulah yang justru membuat Handaru tak bisa mengontrol diri saat rasa sakit itu kian menggerogoti hatinya, jiwanya, raganya.
Melihat Mitha bersedih, Handaru pun merasakan hal yang sama, hanya saja dia tak mengerti bagaimana cara meredam kepedihan itu. Jika dengan bersikap dingin bisa sedikit mengurangi intensitas nyeri dan kecewa yang teramat sangat dirasakannya, maka Handaru akan lebih memilih untuk melakukan hal itu daripada dia harus tersiksa jika dia memilih untuk bersikap baik pada Mitha.
Seandainya semua ini bisa lebih mudah baginya.
"Aku hanya ingin kau tau Mitha, bahwa Handaru yang kini ada di dekatmu, bukan lagi Handaru yang bisa bersikap baik dan manis seperti dulu lagi. Aku bahkan tidak bisa merasakan kebahagiaan sedikit pun dalam pernikahan ini. Kau sudah menghancurkan semua harapanku Mitha," Handaru menghentikan sejenak kalimatnya. Lelaki itu berdiri dan meraih kopernya.
"Pesawat menuju London sudah datang, aku beri waktu sepuluh menit untukmu berpikir, apakah keputusanmu untuk ikut denganku ke London adalah keputusan yang tepat? Jangan harapkan apapun lagi dariku. Aku tidak bisa memberikan apapun padamu,"
Handaru pergi setelah mengucapkan kalimat penuh penekanan itu.
Lelaki itu melangkah dengan tungkai kakinya yang lemas, hatinya yang nyeri, dan mata yang memerah menahan tangisan.
Handaru pergi menuju pesawat yang hendak membawanya menuju London dan pasrah atas apa yang akan menjadi keputusan Mitha.
Pergilah, Mitha...
Aku tidak bisa menyakitimu...
Tapi aku juga tidak bisa mencintaimu dan memperlakukanmu seperti dulu lagi...
Bisik batin Handaru saat itu.
Berharap, Mitha tidak pernah menyusulnya ke dalam pesawat.
Hanya saja, yang terjadi setelahnya, justru tak sesuai harapan Handaru.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE BRIDAL SHOWER (End)
RomanceONE NIGHT STAND 2. SPINNOF ARSENIO MALIK AKBAR. ***** Indahnya pernikahan kini tinggal lah angan-angan semu bagi Mitha, ketika dia harus menerima kenyataan bahwa dirinya tengah berbadan dua. Mitha hamil hasil pemerkosaan yang dia alami di malam pera...