"Bagaimana? Apa ada kabar terbaru tentang wanita bernama Agnes itu?" Tanya Arsen saat keempat sahabat seperjuangannya bertandang ke kediamannya.
Hari ini adalah hari libur nasional, Bagas, Tio, Alvin dan Roni berencana mengajak Arsen untuk keluar. Sudah sangat lama mereka tidak bersenang-senang bersama sejak Arsen mengundurkan diri dari dunia militer.
"Aku sudah menyeledikinya bahkan sampai meminta bantuan polisi setempat, tapi tetap saja hasilnya nihil. Seandainya saja wajah Agnes tertangkap kamera CCTV club, mungkin semua akan jadi lebih mudah bagi kita," jawab Roni yang memiliki usia paling tua di antara mereka.
"Apa mungkin wanita itu sudah membohongi kita tentang identitasnya?" Tanya Arsen mengemukakan kecurigaannya.
"Bisa jadi. Dan jika memang itu benar, tandanya, apa yang wanita itu lakukan terhadap Mitha, semua itu sudah direncanakan!" Tegas Alvin menambahkan.
Kali ini tatapan Arsen tertuju pada Bagas. "Apa kau benar-benar tak bisa mengingat satu hal pun tentang wanita itu Gas? Secara hanya kau yang memiliki peluang paling besar untuk mengetahui lebih lanjut mengenai siapa sebenarnya wanita itu! Kalian menghabiskan malam bersama waktu itu, mungkin kau bisa mengingat sesuatu yang bisa kita jadikan petunjuk untuk menemukan keberadaan wanita itu?" Dari ucapannya, Bagas tahu bahwa Arsen tengah berharap banyak padanya saat ini. Tapi sayangnya, Bagas memang benar-benar tak mengingat apapun malam itu.
Alhasil, Bagas hanya bisa menggelengkan kepala atas ketidaktahuannya itu.
Arsen menghempas kasar tubuhnya ke sandaran kursi roda seraya meraup kasar wajahnya.
"Sen," ucap Roni pada Arsen. Lelaki itu menepuk bahu Arsen. "Saat ini, Mitha dan Handaru sudah bahagia dengan kehidupan rumah tangganya. Mereka pun sudah pindah ke London. Aku pikir, tidak ada gunanya kau terus menghabiskan waktumu mencari wanita bernama Agnes itu, kalau memang nanti Agnes ditemukan, apa yang akan kau lakukan? Kupikir, hal itu tak akan membuat Mitha jatuh ke pelukanmukan?" Saran Roni mencoba memberi solusi yang sedang dihadapi sahabatnya saat ini.
"Setidaknya, aku perlu tau, apa alasan Agnes menjebak Mitha? Aku ingin meluruskan semuanya di hadapan Mitha dan membersihkan namaku yang tercemar! Terlebih, aku ingin meminta maaf atas sikapku pada Mitha..." Jawab Arsen tegas.
Keempat lelaki lain tampak saling melempar tatapan satu sama lain. Hadir sebersit rasa bersalah dalam benak masing-masing.
"Bisa jadi, Mitha sudah memaafkanmu," kali ini Tio ikut angkat bicara. "Ada baiknya saat ini kau fokus saja pada kondisi kesehatanmu, Sen,"
"Benar apa yang dikatakan Tio. Mitha itu sudah menjadi milik lelaki lain. Jangan sampai kau nanti malah dianggap sebagai orang ketiga," tambah Roni.
"Aku percaya bahwa kau ini lelaki yang bertanggung jawab. Tapi selain itu, kau juga harus bisa memposisikan dirimu. Jangan sampai hanya demi menyelesaikan satu masalah, kau malah memancing masalah-masalah lainnya. Bisa jadi, apa yang kau rasakan saat ini terhadap Mitha hanya imbas dari perasaan bersalahmu saja, Sen..." Timpal Alvin.
Bagas ikut membenarkan semua perkataan teman-temannya itu.
Hingga setelahnya, perkataan Arsen justru mematahkan apa yang ada di dalam pikiran semua lelaki yang berada di sekelilingnya.
"Apa yang aku rasakan terhadap Mitha bukan sekadar perasaan bersalah. Aku mencintai Mitha sejak pertama kalinya aku melihatnya di Club, itu yang aku yakini benar. Aku tidak akan berhenti. Aku akan terus mencari wanita bernama Agnes itu. Aku ingin membuat perhitungan dengannya. Dan lagi, hidupku tidak akan tenang jika aku belum memastikan secara langsung bagaimana kehidupan Mitha bersama Handaru saat ini. Aku mengenal siapa Handaru. Lelaki itu tidak seperti yang orang lain pikir..."
*****
Seperti biasa, pagi ini Mitha membuatkan Handaru sarapan.
Dia menata rapi masakan yang terhidang di meja makan sebelum Handaru turun.
Sambil menunggu kedatangan Handaru, Mitha mencuci piring sejenak.
Usai mencuci piring, ditolehnya ke arah tangga, Hanadaru belum juga muncul. Padahal saat itu waktu sudah menunjukkan pukul delapan pagi waktu London.
Merasa ada yang tidak beres, Mitha pun memutuskan untuk naik ke lantai atas sekadar memastikan Handaru sudah bangun.
Saat dia membuka pintu kamar suaminya, Mitha justru mendapati Handaru masih tertidur dengan balutan selimut tebal yang membungkus tubuhnya.
"Mas, tidak berangkat ke kantor?" Tanya Mitha yang sudah berdiri di sisi ranjang Handaru.
Mitha hendak menyentuh pipi Handaru ketika merasakan suhu tubuh suaminya yang panas.
Handaru demam.
Sedikit panik, Mitha buru-buru mengambil obat dan kain untuk mengompres dahi Handaru.
Karena kamar Handaru yang terletak di lantai dua, mau tidak mau Mitha harus bulak balik naik turun tangga berkali-kali. Sesekali dia meringis ketika merasakan sensasi kram di sekitar perut bawahnya. Perutnya yang membesar itu membuatnya harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk berjalan. Terlebih saat dirinya harus menaiki tangga.
Malam harinya, keadaan Handaru sudah jauh lebih baik setelah seharian ini Mitha terus menjaganya.
Mitha sama sekali tak beranjak dari sisi Handaru dan terus menemani suaminya itu dengan sabar. Saat itu, Mitha yang kelelahan tertidur di sofa yang berada di dalam kamar Handaru.
Handaru terbangun dari tidurnya dengan tubuh yang terasa jauh lebih baik. Seketika ingatan tentang bagaimana Mitha yang mengurusnya ketika sakit merasuk ke dalam ingatan Handaru.
Hati lelaki itu tersentuh.
Dia bangkit dari tempat tidur dan mengambil selimut untuk menyelimuti tubuh Mitha yang tampak kedinginan.
Namun, belum sempat Handaru melakukan niatnya, Mitha sudah lebih dulu bangun.
Handaru langsung melempar kembali selimut di tangannya ke tempat tidur, lelaki itu tampak salah tingkah.
"Eh Mas? Kau sudah bangun?" Ucap Mitha sembari mengucek mata dan menguap beberapa kali. Mitha bangkit perlahan dari sofa, tubuhnya agak sakit karena posisi tidurnya yang kurang nyaman. Dia berdiri menyamai Handaru.
Sebelah tangan Mitha terangkat untuk memastikan kembali suhu tubuh Handaru. "Sudah reda demamnya, tapi sebaiknya kau jangan banyak beraktifitas dulu. Istirahat dulu ya Mas. Mau aku ambilkan makanan? Atau aku buatkan teh hangat?" Tanya Mitha menawarkan.
Handaru menggeleng dan kembali merebahkan tubuhnya ke tempat tidur.
Mitha membantu Handaru menyelimuti tubuh sang suami. "Kalau begitu, aku ke kamar dulu ya Mas? Aku pegal tidur di sofa, perutku sakit. Nanti kalau ada apa-apa, telepon saja. Ponselku stand by kok,"
Mitha hendak pergi namun tangan Handaru menahan jemarinya. Hal itu membuat Mitha terheran-heran hingga dia kembali berbalik menatap Handaru.
"Terima kasih, Mitha..." Ucap Handaru saat itu.
Mitha tersenyum. Dia mengusap lembut jemari Handaru yang masih menggenggam jemarinya. "Sudah menjadi kewajibanku sebagai seorang istri untuk menjaga suaminya dikala sakit," jawab Mitha tulus.
Hati Handaru semakin terenyuh.
Hingga kemudian, lelaki itu tak kuasa menahan lelehan air matanya sendiri.
"Jangan pergi Mitha, temani aku di sini... Tidurlah di sisiku,"
Dan Mitha pun tertegun.
Apa ini adalah pertanda bahwa hubungan pernikahannya dengan Handaru akan membaik?
Entahlah, Mitha sendiri tidak tahu.
*****
Eaaaa.. ada yang baper?
Belom kali ya, heheheh...
Yuk di vote dan koment yang banyak ya...
KAMU SEDANG MEMBACA
THE BRIDAL SHOWER (End)
RomanceONE NIGHT STAND 2. SPINNOF ARSENIO MALIK AKBAR. ***** Indahnya pernikahan kini tinggal lah angan-angan semu bagi Mitha, ketika dia harus menerima kenyataan bahwa dirinya tengah berbadan dua. Mitha hamil hasil pemerkosaan yang dia alami di malam pera...