Disaat hatiku sudah memilihmu.
Itu artinya, aku siap dengan
segala konsekuensinya.Maira Hafidza
Note: Jangan dibaca di waktu-waktu Sholat.
Happy Reading
(Maira Hafidza)
Lagi-lagi kehadiranmu melengkapi warna yang kurang di hidupku.
~~~
Sudah berpuluh-puluh kali nomor yang sama meneleponku. Rasanya tanganku ragu untuk sekedar mengangkatnya dan menanyakan kabarnya. Aku ragu.
Kembali ponselku berdering. Masih dengan nomor yang sama. Aku memandang ponselku, hanya memandang.
"Kenapa nggak diangkat?"
Aku menatap Adam di depanku yang sedang menikmati makanannya. Aku menghela napas berat.
"Males," jawabku singkat.
Kembali ponsel itu bergetar. Mengundang atensi Adam lagi. "Kharel, ya?"
Aku mengangguk. Kemudian dia melanjutkan makannya tanpa memperdulikan ponselku terus berbunyi. Akhirnya ponselku kembali tenang, tergantikan dengan nada pesan. Segera aku membukanya.
Mr. Nyebelin
[Kau baik-baik saja?]
[Kalau kau baik-baik saja, tolong telepon aku. Aku benar-benar membutuhkanmu, Maira.]
Rasa tidak tega menyelimuti hatiku. Seperti ada sesuatu yang terjadi dengannya. Aku ingin menelponnya saat ini juga. Tapi, mengingat kejadian malam itu, di saat dia dan Veronica berpelukan. Hatiku teriris. Pedih rasanya.
"Kamu kalau ada masalah, dibicarain baik-baik. Bukan menghindar." Aku menatap Adam yang kini sudah selesai dengan kegiatan makannya. Seolah tahu aku memiliki masalah dengan Kharel dia mengatakan hal itu padaku.
"Aku masih bingung. Rasanya aku salah dengan buka hati untuk dia. Seharusnya dari awal aku ngehindari dosa ini."
"Apa yang kamu mulai, harus kamu akhiri dengan baik. Jangan meninggalkan kesan buruk, Maira. Kamu perempuan baik. Lahir di keluarga baik juga," jelasnya membuatku lagi-lagi tertegun dengan ucapannya.
"Ayo, kita harus menemui pak Habib," ajak Adam dan aku mengikutinya.
Ayahku mengajak kami ke suatu tempat. Ada yang ingin dibicarakan katanya. Bu Arum juga ikut. Dia duduk bersamaku di belakang, dan Adam yang mengemudikan mobil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Bertasbih Di Langit Paris (Selesai)
Romance"Aku mencintaimu, tapi mengapa aku tidak bisa memilikimu?"-Kharel. "Cintai dulu Tuhanku baru aku."- Maira. "Jika keyakinan dijadikan penentu jodoh seseorang. Lantas, mengapa kita ini diciptakan berbeda? Tidak bisakah kita sama saja?"-Kharel. *** Mai...