Keadaan memaksaku untuk terus
tidak peduli. Padahal, hatiku begitu menginginkanmu.Note: Jangan dibaca di waktu-waktu sholat.
Happy Reading
(Maira Hafidza)
Lagi-lagi kehadiranmu melengkapi warna yang kurang di hidupku.
~~~
Aku mempercepat langkahku kala mendapati Adam mengirimiku sebuah pesan, bahwa laki-laki itu telah menungguku di bawah. Baru saja aku ingin membaca buku di perpustakaan, untuk mengerjakan tugas yang di berikan oleh dosenku yaitu Mr. Fernandez.
Aku benar-benar lupa bahwa aku memiliki janji dengan ayah. Ayahku mengatakan akan menunjukkan hal yang istimewa padaku, yang dikatakannya kemarin sewaktu kami melakukan panggilan video, entahlah apa hal istimewanya aku sangat penasaran.
Sekarang pukul setengah sebelas, artinya aku sudah terlambat setengah jam dari janjiku tadi pagi dengan ayah. Aku menuruni anak tangga dengan tergesa-gesa, beberapa mahasiswa yang masih berada di kampus memandangku keheranan. Aku tidak peduli. Yang terpenting sekarang aku turun dan menemui Adam.
Akhirnya aku sampai, terlihat sebuah mobil yang terparkir di halaman kampus. Di sana berdiri seorang pria yang sangat tidak asing bagiku. Adam. Laki-laki itu bersandar pada badan mobil dengan kedua tangan masuk ke dalam saku celana jeans yang ia kenakan.
Kedua tanganku bertopang pada lututku. Aku mengatur napasku yang tersengal-sengal. "Maaf lama, Dam." Ku atur kembali napasku dan membenahi letak hijab yang sedikit berantakan akibat berlarian tadi. "Aku bener-bener lupa, aku tadi ngerjain tugas di perpus, maaf, ya kamu jadi nunggu lama."
Dia tersenyum sambil menyodorkan sapu tangan tepat di depan wajahku, ku pandangi sapu tangan itu. "Untuk mengelap keringat kamu, tuh di dahi," tunjuknya pada dahiku.
"Makasih." Segera kuambil sapu tangan itu dan mengelap keringat yang membasahi dahiku.
"Ayo kita berangkat. Pak Habib udah nunggu."
Dia memberiku jalan untuk memasuki mobil yang telah ia bukakan pintunya. Dan kini ia telah menyusul masuk dan menjalankan mobil menuju tempat yang telah di tentukan.
Selama di perjalan ku perhatikan dia hanya diam. Wajahnya terlihat tidak bersemangat. Suara ponsel berhasil membuatnya mengalihkan perhatian dari jalanan ke benda pipih yang berada di saku celananya. Ia menepikan mobil dan mengangkat telepon entah dari siapa, sepertinya sangat penting.
"Iya, Buk?"
Aku masih mendengarkan Adam berbicara di telepon, dapat aku lihat wajahnya sedikit berseri.
"Adam lagi di jalan, Buk, nanti malam Adam telepon ibuk lagi, ya."
"Iya, sama Maira."
Merasa namaku di sebutkan sontak aku memandang ke arahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Bertasbih Di Langit Paris (Selesai)
Romansa"Aku mencintaimu, tapi mengapa aku tidak bisa memilikimu?"-Kharel. "Cintai dulu Tuhanku baru aku."- Maira. "Jika keyakinan dijadikan penentu jodoh seseorang. Lantas, mengapa kita ini diciptakan berbeda? Tidak bisakah kita sama saja?"-Kharel. *** Mai...