Chapter 17

917 121 9
                                    

...

...

...

Doyoung tidak bisa tidur. Pembicaraan terakhirnya bersama pasangan Johnny-Ten dan juga Mina, masih terngiang di kepalanya—memenuhi pikirannya sepanjang malam.

Jam beker di meja nakasnya sudah menunjukkan pukul empat pagi. Doyoung masih berusaha untuk terlelap, tapi tetap tidak bisa.

Tengah malam tadi, dia terpaksa menghubungi Sooyoung dan meminta Mina untuk menginap di rumahnya. Syukurlah gadis tetangganya itu bersedia tanpa banyak bertanya.

Karena tidak mungkin kalau Mina ikut tidur di rumahnya. Doyoung hanya punya dua kamar tidur. Satu miliknya, dan satu lagi akan ditempati oleh Johnny dan Ten.

Kembali lagi dalam pikirannya, kali ini Doyoung berbaring telentang menghadap langit-langit kamarnya. Ten menentang keras keputusan akhir Johnny, sementara Mina hanya diam. Doyoung sendiri bingung.

Kalimat terakhir yang diucapkan Kyungsoo sebelum mereka berpisah juga terus membayanginya. Pesan itu berbanding terbalik dengan keputusan Johnny. Doyoung jadi semakin kalut. Berperang dengan pikirannya sendiri.

Rasanya jawaban itu sudah ada. Tapi masih kabur. Doyoung belum bisa melihatnya dengan jelas. Dia mengerang frustasi, lalu bangkit dari tidurnya. Mengambil jaket, kemudian keluar diam-diam dari kamarnya. Hening. Doyoung kini sudah berada di halaman depan rumahnya. Lagi-lagi kebingungan menentukan langkah.

Doyoung lalu teringat kalau Sooyoung pernah mengatakan bahwa pasar tradisional sudah buka sejak pukul tiga dini hari. Dia belum tahu banyak tempat, hanya jalan menuju pasar tradisional yang dia ingat. Karena itu, Doyoung melangkahkan kakinya kesana.

Jalanan masih agak sepi, tapi Doyoung sesekali berpapasan dengan beberapa orang yang sepertinya satu tujuan dengannya.

Cukup mengejutkan, Doyoung bertemu Sungjae ketika sampai di pasar.

"Doyoung?" Sungjae langsung menghampirinya. "Apa yang kau lakukan di pasar sepagi ini?"

Doyoung tersenyum kikuk. Mengaruk tengkuknya sambil memikirkan alasan yang masuk akal untuk diberikan pada Sungjae. "Mencari sarapan?" dia sendiri tidak yakin.

Sungjae terkekeh. "Kau mau pancake?"

Doyoung langsung mengangguk.

Sungjae mengajaknya ke salah satu kedai yang sudah buka, lalu memesan.

"Pancake disini adalah yang terbaik. Kau tidak akan mendapatkannya kalau datang terlalu siang," kata Sungjae.

Doyoung terkekeh. "Pantas aku tidak melihatnya waktu kesini bersama Sooyoung tempo hari."

Sungjae mengangguk. "Bicara soal Sooyoung, dia memarahiku habis-habisan kemarin." Dia menoleh pada Doyoung dan menghela napas. "Maafkan aku. Aku menyebabkan masalah untukmu."

Doyoung buru-buru menggeleng. Itu tidak benar. "Mereka temanku. Jadi tidak masalah."

Sungjae masih merasa bersalah. Dia khawatir kalau kalimat Doyoung barusan diucapkan hanya supaya dia merasa tenang. Entahlah, Sungjae tak begitu yakin. Mereka baru saja saling mengenal. Belum tahu karakter masing-masing—meski perasaannya mengatakan bahwa Doyoung adalah orang yang baik.

Pancake mereka selesai dibuat. Satu piring diberikan pada Sungjae, satu lagi untuk Doyoung. "Makanlah," kata Sungjae.

Doyoung menerima piring itu lalu mulai memakan pancakenya.

"Bagaimana?" suara bibi pemilik kedai yang bertanya. "Kau pelanggan baruku, jadi berilah beberapa penilaian," katanya.

Doyoung mengulas senyum. "Ini sangat enak," katanya.

Crazy LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang