Chapter 14

1.3K 179 17
                                    


...

...

...

Doyoung tersenyum tipis ketika mengingat-ingat kembali tiga bulan kebelakang yang dia lewati di Seoul. Tidak semua hal terasa gila dan menegangkan. Ada kalanya dia tertawa terpingkal karena ulah Ten dan Lucas. Ada kalanya dia ikut tersenyum ketika melihat Renjun dan Haechan berbuat kikuk.

Bahkan dia tersenyum tanpa sadar ketika melihat Taeyong menguap lebar didepannya saat bangun tidur, atau saat kakak tirinya itu menabrak pinggiran sofa karena berjalan dengan posisi mengantuk. Dia juga tersenyum tipis ketika melihat nama Jaehyun tertera di layar ponselnya sebelum tidur.

Doyoung menghela nafas cukup keras, tiba-tiba merindukan kenangan-kenangan itu. Dia sampai berkaca-kaca karena memikirkan kalau dia mungkin tidak akan bisa lagi mengalami itu semua.

Ya. Sekarang Doyoung sudah berada di kereta yang akan membawanya menuju Guri. Keputusannya sudah dibuat. Satu koper kecil menemani perjalanannya. Ponsel sudah dimatikan. Dia hanya meninggalkan sepucuk surat pada Taeyong di atas sofa cokelat mereka. Juga meninggalkan satu untuk Jaehyun di atas meja kelas mereka.

Ayah Lee dan Ibunya juga sudah dia beritahu perihal kedatangannya hari ini. Semua sudah Doyoung pikirkan dengan sungguh-sungguh. Semua senyumnya di Seoul, tidak bisa membuatnya terus bertahan disana.

Berapa kalipun Ayah Lee bertanya apakah dia sudah yakin dengan pilihannya, Doyoung tetap menjawab 'ya' dengan lantang.

Sekarang, Taeyong maupun Jaehyun pasti sudah membaca suratnya. Doyoung berharap mereka bisa menerima keputusannya. Dia tidak bisa lagi berada di Seoul. Doyoung tidak bisa lagi berada ditengah-tengah mereka. Sebelum semua hal semakin kacau, lebih baik dia yang menghindar.

Cinta mereka tidak menyenangkan lagi ketika banyak hal gila terjadi dalam perjalanannya. Doyoung tidak ingin lagi melihat kilat tajam di kedua mata Jaehyun dan Taeyong. Doyoung tidak mau mereka melukai satu sama lain. Mereka berdua berhak kembali ke kehidupan normal mereka sebelum Doyoung datang.

...

...

...

Taeyong tertegun ditempatnya duduk. Selembar kertas di tangan, ia remas dengan kuat. Matanya memerah karena menahan tangis dan kesal. Berbaris-baris kalimat yang Doyoung ukirkan di surat itu, sama sekali tidak menarik minatnya. Kecuali sebuah kalimat "Aku kembali ke Guri".

Tapi Taeyong mungkin tidak akan semarah ini, kalau kalimat lanjutannya tidak berbunyi, "Jangan temui aku lagi".

Taeyong benar-benar marah kali ini. Dua baris kalimat itu lebih menyakitkan daripada ketika dia melihat Doyoung dan Jaehyun di 127 Night Club dulu.

Rasanya Taeyong bisa membunuh siapa saja yang ada di dekatnya saat ini. Namun tak ada seorangpun lagi di apartemennya. Doyoung-adik tiri yang sangat dicintainya, sudah pergi. Begitu saja.

"Aku tidak menyangka kau bisa sekejam ini." Taeyong tidak peduli jika dia terisak. "Kau sangat kejam, Doyoung-ah."

Taeyong melempar kertas itu sembarang arah, lalu kembali kekamarnya untuk menuntaskan amarah dan kekecewaan. Apa yang harus dia lakukan jika Doyoung memohon untuk tidak bertemu lagi?

...

...

...

Jaehyun juga sedang tertegun. Ada Johnny dan Ten disampingnya yang tengah memperhatikan. Ten berhasil merebut kertas yang hampir saja Jaehyun hancurkan. Pemuda Thailand itu membaca setiap baris kalimatnya dengan kekhawatiran.

Crazy LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang