Chapter 15

1.6K 180 42
                                    

...

...

...

Doyoung membuka jendela rumah sederhananya. Menyambut pagi yang baru. Ini adalah hari kelima dia berada di Guri. Namun ditempat yang benar-benar jauh dari rumah Ayah Lee dan ibunya.

Lingkungan barunya sangat tentram. Para tetangga menyambutnya dengan baik, dan selalu memberikan senyum sapa setiap bertemu. Tapi— tetap saja Doyoung belum terbiasa. Entah mengapa dia merasa agak kesepian disini. Atau mungkin saja, dia sebenarnya sudah mulai terbiasa dengan hiruk pikuk Seoul?

Cepat-cepat Doyoung mengenyahkan pikirannya. Sekian waktu dia berusaha melupakan Seoul, tapi angannya malah membuat dia semakin merindukan kota itu.

Doyoung menghela nafas. Sekarang baru jam enam pagi, tapi dia sudah harus berjalan ke pasar tradisional. Mulai sekarang dia harus bisa mengurus dirinya sendiri. Mengambil keranjang belanjanya, kemudian pergi dengan berjalan kaki.

Beberapa hari ini, hanya ibunya dan Winwin yang paling sering menelpon. Ayah Lee sibuk bekerja, sementara Jisoo dan Jinyoung harus menghadiri bimbingan belajar untuk mempersiapkan ujian masuk universitas. Berhubung hanya lima orang itu yang tahu nomor ponselnya, jadi hanya dengan mereka Doyoung dapat bertukar kata.

Pernah dua hari yang lalu, Ayah Lee menelpon dan bertanya tentang sekolah rumahnya. Doyoung hanya menjawab seadanya. Homeschooling cukup menyenangkan. Akhir-akhir ini, dia mulai berteman dengan gurunya.

"Selamat pagi, Doyoung-ssi."

Doyoung terlonjak. Terlalu larut dalam pikirannya sendiri, sampai-sampai dia terkejut ketika seseorang menyapanya. "Sooyoung-ssi­. Selamat pagi," balasnya pada seorang gadis dengan seragam sekolah lengkap.

Sooyoung tinggal tepat di depan rumahnya. Baru dua hari lalu mereka mulai saling menyapa—kalau Doyoung tidak salah ingat.

"Kau berangkat sekolah sepagi ini?" tanya Doyoung sambil memeriksa jam ditangannya. Gadis ini bersekolah di SMA swasta tak jauh dari rumah, dan berada ditingkat yang sama dengannya.

Sooyoung mengangguk. Gadis tinggi dengan senyum segar seperti buah itu menatap Doyoung dengan kening berkerut. "Mau ke pasar?" tanyanya.

Kini giliran Doyoung yang mengangguk. "Aku perlu membeli beberapa bahan makanan."

"Apa kau tahu letak pasarnya?" tanya Sooyoung lagi.

Doyoung mengangguk kaku. Hari pertama datang kesini, kulkasnya sudah terisi penuh dengan bahan makanan, karena Ayah Lee sudah menyuruh orang untuk mengisinya. Kemarin, dia bertanya pada Ibu dari Sooyoung dan wanita paruh baya itu memberitahunya jalan menuju pasar. Tapi, tentu saja Doyoung tidak akan langsung ingat.

Sooyoung terkekeh melihat raut bingung Doyoung. "Kuantar saja ya," tawarnya.

Doyoung langsung menggeleng. "Kau 'kan harus pergi ke sekolah."

"Kau sendiri yang bilang kalau ini masih pagi. Aku tidak akan terlambat meski harus menemanimu mengelilingi seluruh bagian pasar." Soyoung langsung menarik tangan Doyoung agar mengikutinya.

Doyoung tidak kuasa menolak. Lagipula, dia memang membutuhkan bantuan. Jadi, dia menurut saja saat Sooyoung menuntunnya menuju pasar.

"Kau bisa mengingat jalannya, kan?" tanya Sooyoung saat mereka sudah sampai di pasar. Hiruk pikuknya sudah terdengar dari kejauhan.

Doyoung mengangguk. Tidak seperti di Seoul, jalanan di sini lebih mudah diingat.

"Apa yang ingin kau beli? Aku bisa membawamu ketempat-tempat yang menjual bahan makanan murah. Aku juga jago dalam tawar menawar," kata Sooyoung sambil menepuk-nepuk pelan dadanya dengan bangga.

Crazy LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang