6. Blackhole

337 51 1
                                    

Walau kemarin sudah di usir, tapi Venus belum menyerah juga. Pagi ini dia bertekad ingin meluluhkan hati batu seorang Bintang Park. Venus tahu itu bukan hal yang mudah. Dia akan berusaha semaksimal mungkin sampai Bintang mau menerimanya sebagai asistennya. Sebenarnya Venus malas jika harus meminta maaf pada Bintang, tapi mau bagaimana lagi? Dia harus melakukan itu agar Bintang memaafkannya dan mau menerimanya. Sepertinya tidak akan jadi masalah jika Venus menurunkan sedikit harga dirinya. Ini demi kesuksesan magangnya.

'Ayo Venus semangat' Venus menyemangati dirinya sendiri. Dia kini sudah ada di depan ruangan Bintang. Sengaja Venus berangkat lebih pagi, agar tidak terlambat lagi seperti kemarin.

Dengan ragu-ragu Venus mengetuk pintu ruangan Bintang. Dia tidak tahu Bintang sudah datang atau belum. Yang penting ketuk pintu saja dahulu, kalau ada yang menyahuti berarti di dalam sudah ada orang bukan?

'Tookk tokkk'

"Masuk!" Venus bernafas lega, ternyata Bintang sudah datang. Itu berarti dirinya tidak perlu menunggu lama lagi.

Dengan hati yang terus berdebar Venus masuk ke dalam ruangan Bintang. Bukan debaran jatuh cinta melainkan debaran takut, tegang dan khawatir secara bersamaan. Ah Venus merasa seperti dia sedang sidang kelulusan. Sangat menakutkan sekali.

Pemandangan yang pertama kali Venus lihat setelah dia masuk ke dalam ruangan Bintang adalah Bintang yang sedang membaca beberapa laporan yang entah Venus juga tidak tahu laporan apa. Mejanya di penuhi berkas-berkas. Lagi Bintang memakai kacamata. Venus hampir saja di buat terpesona. Dia tidak tahu jika Bintang bisa semempesona ini kalau dia memakai kacamata. Venus buru-buru mengusir pikiran anehnya.

"Ada apa?" tanya Bintang melihat Venus hanya berdiri kaku di depannya sedari tadi. Bintang melepas kacamata yang dia pakai. Kini pandangannya hanya fokus pada Venus. Hal itu berhasil membuat Venus semakin gugup. Kenapa mendadak aura Bintang jadi berbeda? Kalau begini Venus jadi bingung untuk memulai percakapan antara mereka. Kalimat yang sudah di susunnya rapih-rapih sedari rumah buyar seketika. Dia lupa apa saja yang ingin dia ucapkan pada Bintang.

"Jika tidak ada yang ingin di katakan, lebih baik kamu keluar! Saya sibuk" ucap Bintang dingin.

"G-gue eh maksudnya saya. Saya mau minta maaf soal kemarin" ucap Venus akhirnya setelah diam cukup lama.

Hening.

Venus menggaruk lehernya, kenapa Bintang hanya diam saja? Harusnya dia memberikan respon bukan? Kalau begini Venus bingung ingin bicara apa lagi.

"Sudah? Hanya itu?" tanya Bintang yang di angguki Venus.

"Kalau sudah silahkan keluar" itu terdengar seperti nada usiran di telinga Venus. Heh dia kan berniat baik ingin meminta maaf, kenapa jadi dia di usir lagi? Bahkan Bintang belum menjawab apa dia sudah memaafkan Venus atau belum. Venus heran, ada ya orang seperti itu? Jika bukan karena terpaksa, Venus tidak sudi meminta maaf seperti ini.

"Apa kamu tidak mendengar perkataan saya?!" kembali Bintang berujar dingin. Karena Venus masih tidak beranjak juga dari ruangannya.

"Memangnya tadi anda berkata apa dok?" sudah kepalang kesal. Lebih baik Venus kerjai saja dokter gila itu. Sudah susah-susah dia mencoba meminta maaf, tapi malah di usir. Bagaimana Venus tidak kesal? Tidak mudah untuknya meminta maaf, selama ini kesalahan apapun yang dia perbuat, dia tidak sekalipun mau meminta maaf. Ini untuk pertama kalinya dia mau meminta maaf kepada orang lain. Harusnya Bintang bisa menghargai itu. Tapi ini tidak. Sangat menjengkelkan memang.

"Saya bilang kamu silahkan keluar!" Bintang mencoba bersabar menghadapi gadis di depannya ini. Dia jadi penasaran dari mana Sakti mendapatkan gadis seperti Venus ini. Yang kelakuannya aneh dan tidak bermoral. Sampai kapan pun Bintang tidak akan mau menerima Venus sebagai asistennya. Dia lebih baik mencari orang lain saja untuk di jadikan sebagai asistennya. Dia tidak bisa membayangkan apa jadinya jika dia menerima Venus sebagai asistennya. Pasti semua pekerjaanya akan berantakan.

"Maaf dok, tapi saya tidak akan keluar dari sini sampai dokter memaafkan saya dan mau menerima saya sebagai asisten dokter" hanya cara ini yang ada di otak Venus. Dia sudah kehabisan akal. Walau terdengar agak gila, tapi ya sudahlah.

"Apa kamu sedang mengancam saya?" tanya Bintang menatap Venus. 

Venus mendekati Bintang. Entah keberanian dari mana dia duduk di atas meja kerja Bintang. Semua berkas-berkas dia singkirkan begitu saja. Bintang hanya diam saja, dia menunggu kelanjutan aksi Venus. Ingin tahu setelah ini apa yang akan di lakukan Venus.

Sudah mendapat posisi yang pas, Venus duduk menghadap Bintang. Tentu dia duduk di atas meja kerjanya. Venus menaikan dagu Bintang dengan jari telunjuknya. Oh Tuhan, Venus merasa dirinya seperti jalang yang sedang menggoda mangsangnya. Dia jijik dengan perbuatannya sendiri. Jika Bima tahu pasti dia bakal di marahi Bima habis-habisan. Jangan sampai Bima mengetahuinya.

Venus mencoba memberanikan dirinya mempersempit jarak mereka. Dia menatap lekat semua bagian wajah Bintang.

'Anjir mulus banget tuh muka, idungnya mancung banget kaya perosotan anak TK. Uhh apalagi bibirnya. Menggoda' batin Venus. Lalu dia segera menggeleng.

'Sadar Ven' dia berusaha tetap fokus ke tujuan awalnya.

Bintang tetap tidak bergeming. Dia membiarkan Venus melakukan apa yang di maunya.

"Sebaiknya dokter menerima saya, sebelum dokter menyesal" Venus mengelus dagu Bintang dengan jarinya. Matanya masih menatap mata Bintang lekat.

"Oh ya?" Bintang tersenyum smirk. Tadinya dia ingin diam saja, tapi lama-lama perbuatan Venus semakin menjengkelkan saja. Dia sudah lancang menyentuhnya. Bintang benci ketika ada orang asing yang menyentuhnya.

'Srett'

Bintang menarik pinggang Venus mendekat padanya. Membuat Venus terkejut dengan gerakan tak terduga itu. Sekarang keadaan berbalik. Bintang yang memimpin permainan. Sedangkan Venus dia diam saja. Keberaniannya tadi sudah hilang entah kemana.

Jika tadi posisi Bintang duduk, kini Bintang berdiri. Itu memudahkannya untuk menatap Venus dari dekat. Bintang menarik leher belakang Venus membuat wajah mereka hampir tidak berjarak.

"Kamu orang pertama yang berani mengancam saya Venus Lee" ucapnya setengah berbisik di telinga Venus. Venus tercekat. Tidak pernah terbayang sedikitpun di pikirannya dia akan berada sedekat ini dengan Bintang. Posisi mereka terlihat ambigu.

"Oh benarkah?" Venus sepertinya tidak mengenal kata menyerah. Sebenarnya dia takut, tapi dia tidak mau terlihat lemah di mata Bintang.

"Ternyata kamu cukup berani juga" senyum miring Bintang. Dia berbicara tepat di depan bibir Venus. Dia hanya ingin menakuti Venus saja. Tidak lebih.

Jika menyerah begitu saja bukan Venus namanya. Dia menarik kerah baju Bintang cukup kuat.

'Chup'

Bintang terkejut begitupun dengan Venus sendiri. Venus segera mendorong tubuh Bintang menjauh darinya.

'BRAKK'

Badan Bintang membentur lemari di ruangannya. Akibat Venus mendorongnya kuat. Bintang meringis sakit. Sedangkan Venus dia masih betah diam di tempatnya. Dia bingung ingin bereaksi seperti apa?

"KAMU?!!!" Bintang menatap horor Venus.

"M-maaf dok saya gak sengaja, kalo gitu saya permisi dulu, sampai jumpa dok" Venus segera kabur sebelum Bintang melenyapkannya hidup-hidup.
























































~💫Universe💫~

"Aku ingin terus mengembara
Tapi aku tidak bisa pergi"

***

Universe💫Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang