Pagi hari...
Gulf mengerjab-erjab menyesuaikan pencahayaan redup dari lampu disampingnya.
Ia menoleh menatap jam diatas nakas, pukul 04:00.
'Shiaa.. Aku hanya tertidur selama 3 jam!
Digerakkannya tubuhnya, namun berakhir meringis, seluruh tubuhnya terasa remuk apalagi dibagian lubangnya yang terasa perih.
'Bajingan gila. Dasar manusia maniak sex.'
Gulf menoleh kearah sampingnya, Mew masih ada disana, tidur membelakanginya.
Ia mendengus, menatap punggung itu sendu.
'Hanya sebatas jalang rupanya.'
Ia berusaha berdiri, dengan perlahan tanpa memperdulikan lubangnya yang perih, ia berjalan tertatih menuju kamar mandi.
Sehabis mandi, ia bergegas memakai pakaiannya.
'Aku harus pergi, aku tidak ingin hidup menjadi jalangnya, sudah sangat terlambat untuk mengubah segalanya.'
Tanpa mengambil apapun barang milik Mew, ia dengan pelan membuka pintu, menyelinap keluar dengan mengendap-endap.
Untung saja hari masih sangat pagi untuk seluruh penghuni mansion beraktivitas.
Tiba dipintu depan, ia mengintip lewat jendela.
'Sial! Bagaimana para pengawal itu terjaga sepanjang malam!'
Umpatnya saat ia melihat ternyata ada dua pria kekar tengah duduk berbincang didepan sana.
Urung, ia menuju dapur, mengambil pisau kecil memegangnya erat kemudian menuju kembali ke pintu utama dan membukanya dengan pelan.
Kedua pengawal tidak menyadari keberadaannya, saat ia hampir sampai, pria yang menghadap padanya melihatnya.
Ia yang sudah dekat, menerjang pria itu, tanpa rasa belas kasih menggorok leher sang pengawal hingga tidak dapat tertolong.
Pria lainnya nampak kaget, tangan pria itu mencoba mengambil sesuatu dalam saku, namun terlambat saat Gulf menendang tangan itu keras hingga terdengar suara retakan.
Sebelum pengawal itu berteriak, Gulf dengan gesit menggorok leher pria itu hingga ikut tumbang disebelah pengawal yang sudah terbujur kaku.
Tatapannya sendu menatap kedua mayat didepannya, baju serta wajahnya berlumuran darah namun ia tampak tidak risih.
'Maaf.'
Sebelum orang lain kembali muncul, ia bergegas memanjat tembok, keluar dari area kuasa Mew dan berlari memasuki hutan yang sebenarnya sudah ia ketahui rutenya.
Senjatanya hanya sebilah pisau kecil, namun itu sudah dari cukup untuknya, tanpa henti ia berlari, hanya penerangan dari ponselnya yang menjadi cahaya untuknya.
Ini tidak seberapa untuknya, kegelapan dan dirinya adalah satu, ia tidak takut.
Walaupun gelap, ia dapat dengan mudah mengetahui rute yang akan ia lewati hingga sampai di kota.
Ia masih belum bisa menghubungi rekannya, karena area ini masih dalam ranah network milik Mew.
Sedikit lagi sampai, ia dapat menghubungi rekannya.
Ia menatap jam di ponselnya, sudah pukul 05:01.
Masih berlari, ia menghela nafas, merasa sedikit lega karena sudah keluar dari mansion itu.
Namun, ia juga merasakan perasaan sedih, menatap perutnya dan memegangnya.
'Semoga saja tidak.'