Chiang mai, Thailand.
Dimana Ruko markas sementara Gulf bersama rekannya berada, Prem duduk termenung memikirkan keadaan Gulf.
Up dan Gun juga terlihat tengah termenung. Semuanya tengah mencemaskan Gulf.
"Apa tidak ada cara yang bisa kita gunakan untuk menyelamatkan Gulf?" tanya Up.
"Ada." Ujar Gun tiba-tiba, membuat kedua pria lainnya menoleh kearahnya.
"Tapi aku tidak tau ini akan berhasil atau tidak dan cara ini terlalu beresiko." lanjutnya.
"Apa Gun?" Tanya Prem sangat penasaran.
Gun ragu, namun dengan menyakinkan diri, ia mengatakan caranya.
"Menjadi sekutu, maksudku kita menjadi anak buah Mew Suppasit." jelasnya.
Mendengar ucapan Gun, Up serta Prem terdiam, mereka memikirkan resiko yang akan mereka dapati saat akan bergabung bersama bawahan lain dari Mew.
"Apakah kita akan diterima?" Tanya Up cemas.
"Terima tidak diterima urusan belakang, kita coba saja. Jika kita mati itu sudah resiko." ucap tegas Prem, tampak setuju dengan rencana Gun.
"Apa kau sudah gila Prem?!" Teriak Up merasa rencana ini terlalu berbahaya.
"Kita sudah tidak bisa apa-apa Up. Besok profilmu, Gulf dan aku akan tersebar diseluruh Thailand, kau ingatkan? Kita gagal dalam misi." jelas Prem datar.
Yap, besok adalah hari dimana profil mereka diekspos keseluruh Thailand, tidak ada cara menghentikannya.
Up terdiam, pria itu mengusak wajah frustasi juga mengacak-acak surainya.
"Baiklah, aku ikut. Matipun tidak masalah. Tidak ada gunanya juga aku hidup jika dicap sebagai buronan negara." jelas Up, meletakkan seluruh senjata yang terpasang disekitar pakaiannya.
Prem pun melakukan hal yang sama.
Prak
Gun membanting laptop serta komputer yang ia gunakan hingga tercerai berai, ia tidak akan meninggalkan sedikitpun informasi penting, kertas-kertas ia bakar bersama serpihan komputer itu.
Senjata lain mereka simpan kedalam sebuah kotak kayu dan membawanya menuju area belakang Ruko.
Kotak itu dibawa ke area perkebunan, membawanya masuk hingga berada ditengah-tengah pepohonan lebat.
Prem dan Up dengan cekatan menggali tanah hingga berukuran besar yang memuat kotak kayu isi senjata tersebut.
Setelah dirasa cocok, kotak isi senjata dimasukkan kedalam galian, menguburnya dan menutupnya dengan rerumputan serta dedaunan kering.
Ketiganya bernafas lega saat dirasa kotak senjata mereka sudah aman, dan tidak akan ada yang dapat menemukannya.
"Ayo pergi." ujar Prem menatap kedua rekannya yang mengangguk.
Ketiganya menuju mobil, Prem yang menyetir.
Mereka hanya membawa diri serta pakaian yang melekat ditubuh mereka masing-masing.
Tanpa membawa satupun senjata tajam, mereka benar-benar akan menyerahkan diri kepada Mew.
Beberapa jam mereka lalui sebuah jalanan yang disekitarnya dipenuhi pepohonan, mereka akhirnya dapat melihat sebuah mansion megah ditengah hutan.
Sampai didepan gerbang, dua pengawal menghalangi mereka.
Ketiga pria manis itu turun, membuat kedua pengawal itu mengangkat senjata ditodongkan kearah mereka.