1

1.9K 132 16
                                    

Di sebuh kamar terlihat sosok laki laki yang memandang sendu figura foto ditangannya. Ia terlihat sibuk dengan kegiatannya hingga tak mendengar pintu kamarnya yang diketuk.

"ALI WOI BUKA PINTU." Teriak seseorang dibalik pintu. Mendengar itu Ali terhenyak dan menyahut.

"Berisik kai, gue lagi pengen sendiri."

Ya dia adalah Muhammad Ali Syarief. Aktor tampan yang sangat digemari oleh kaum hawa, namun saat ini ia lebih milih rehat dari dunia entertainment untuk menghabiskan waktunya bersama keluarga.

"Cepetan keluar, yang lain nungguin Lo."

"Bilangin gue lagi ga mood ngumpul." Balas Ali lalu kembali menatap figura di depannya. Disana terdapat fotonya bersama Prilly sahabat hidupnya yang kini jauh dari jangkauannya.

"Aku kangen Pril." Gumamnya. Tangan bergerak mengusap foto tersebut. Pikirannya kembali melayang pada saat perpisahan itu...

Ali menghampiri Prilly yang berada tak jauh darinya. Keduanya sedang bersama di sebuah restoran. Prilly sudah memesan ruangan vip untuk keduanya agar tidak ketahuan oleh media maupun orang lain.

"Sayang." Panggil Ali dan Prilly menoleh. Ali mengambil duduk di depan Prilly.

"Ali aku mau ngomong." Ujar Prilly tanpa basa-basi.

"Mau ngomong apa sayang hm?" Ali menggenggam tangan Prilly yang berada di atas meja. Namun Prilly langsung menariknya.

"Kenapa?" Ujar Ali yang merasa bingung dengan sikap Prilly.

"Aku mau kita sampe sini aja Li." Ali terdiam.

"Kenapa sayang? Aku salah apa sama kamu?"

"Kamu ga salah Li. Aku yang salah, aku ngerasa ga pantes buat kamu setelah kejadian kemarin."

"Pril, yang menilai pantes atau enggaknya itu cuma aku. Aku cuma cinta sama kamu Pril." Tegas Ali.

"Aku tau. Tapi aku malu sama keluarga kamu." Prilly menundukkan kepalanya.

Ali mengambil tangan Prilly dan ia genggam erat. "Keluarga aku ga masalah sayang, mereka tau kamu di jebak. Mereka semua sayang sama kamu."

"Tapi aku malu Li, aku ga berani nunjukin muka di depan keluarga kamu." Prilly terisak kecil membuat Ali menariknya mendekat.

"Ga Pril, mereka sayang kamu. Hei liat aku, please kita sama sama ya." Pinta Ali.

"Maaf Li aku ga bisa. Tapi kamu harus tau, aku cinta banget sama kamu." Prilly melepaskan tangan Ali dari pinggangnya dan merangkum wajah Ali. Menatap dalam mata hitam legam Ali yang begitu tajam namun sendu, tangannya mengusap lembut pipi Ali hingga bibirnya mengecup seluruh wajah Ali.

"Aku harap kamu bisa bahagia walau tanpa aku. Dan kalo kita emang jodoh kita pasti bakal dipertemukan kembali. I love you, Ali Syarief." Prilly pun beranjak meninggalkan Ali yang masih diam terpaku menatap punggung Prilly yang kini menghilang dari balik pintu.

"Kenapa Pril?" Bisiknya.

"I love you more than anything Pril." Lirihnya.

"Ali dipanggil Mama." Teriak Kaia dari luar membuat Ali tersadar. Ia menghela nafas dan menemui Kaia.

"Berisik Kai." Ujar Ali dan pergi menemui Resi yang berada di ruang tengah.

***

Terlihat banyak orang berlalu lalang menyiapkan segala perlengkapan shooting. Para kru sedang menyiapkan set untuk adegan selanjutnya berlatarkan sekolah.

"Oke Prilly, Maxime siap siap ya." Teriak sang sutradara.

"Oke Om."

Keduanya sudah siap dan sutradara mulai mengambil adegan. Prilly dan Maxime begitu sempurna menjalankan adegan tersebut hingga tidak perlu mengulang.

"Cut. oke break dulu."

Prilly segera beranjak menuju ruang istirahat nya disusul Maxime. Prilly mendudukkan dirinya di kursinya.

"Babe." Panggil Maxime.

"Kenapa Max?"

"Mau makan apa?"

"Salad aja." Ujar Prilly. Ia ingin tahu apakah Maxime akan mencegahnya atau tidak.

"Yaudah aku beli dulu." Maxime berlalu membeli makanan yang diinginkan kekasihnya.

Prilly memandang punggung Maxime yang perlahan menjauh. Ia tersenyum kecil jika Maxime berbeda dari Ali. Jika ia meminta salad pasti Ali akan melarangnya dan membelikannya nasi padang. Ia rindu dengan segala perhatian kecil Ali.

"Salah ga ya, aku kangen banget sama kamu Li." Batinnya.

"No Prilly, inget lo udah punya pacar." Suara itu muncul di kepalanya memperingati tentang kekasihnya Maxime.

"Neng." Prilly menoleh ketika bahunya di sentuh Siti.

"Eh iya kenapa Sit?"

"Nih salad nya." Prilly menerimanya.

"Loh Maxime nya mana?"

"Tadi tuh orang cuma ngasih itu abis itu pergi, katanya sih ada yang lupa di beli." Ujar Siti.

"Oh yaudah thanks."

Prilly membuka bungkusnya dan mulai menyantapnya. Salah satu makanan favoritnya, yang selalu disebut makanan kambing oleh masa lalunya. Ah kenapa selalu mengingat Ali dan segala perhatiannya.

Tepat pukul delapan malam shooting pun selesai. Prilly sudah berada di mobil dalam perjalanan pulang bersama Siti dan juga sang supir. Ia memilih tidur sepanjang perjalanan. Siti menoleh ke arah Prilly dan menatapnya sendu.

"Andai Lo tau yang sebenernya Pril." Batin Siti terus memandang ke arah Prilly yang begitu terlelap.

Mobil Prilly pun memasuki pekarangan rumahnya. Siti membangunkan bos nya itu.

"Neng bangun udah sampe." Siti menggoyang pelan tubuh Prilly.

"Lima menit Li." Gumamnya membuat Siti tersenyum.

"Bahkan dalam keadaan udah punya pacar pun lo masih inget sama Abang Pril." Lirih Siti. Ia tau segala hubungan bos nya dengan Ali.

"Bangun neng udah sampe nih."

"Hm iya." Prilly membuka matanya dan perlahan menegakkan tubuhnya. Keduanya pun turun dan memasuki rumah. Di ruang tengah terlihat Raja sedang menonton tv.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam. Eh dah balik Lo kak."

"Iya. Mama sama Papa mana?"

"Udah tidur."

"Yaudah gue juga ke kamar ya, Lo jangan tidur malem malem."

Prilly masuk ke dalam kamarnya. Merebahkan tubuhnya lelahnya pada ranjang empuknya.

"Huh capek banget." Keluhnya.

Matanya menatap jam yang menempel di dinding menunjukkan pukul setengah sebelas malam. Ia beranjak dari ranjang menuju kamar mandi untuk membilas sebentar tubuh lengketnya. Selesai membersihkan diri ia pun tidur walaupun besok callingan siang.

***
Hai gimana cerita ini?
Jangan lupa vote dan comment ya!

Salam Dilan 😊

Behind The SceneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang