CHAPTER 9

6 1 0
                                    

"Kak Bayu, aku duluan ya." Azalea melambaikan tangannya ke arah Bayu sambil membuka pintu toserba.

Tepat saat Azalea berbalik, tubuhnya mematung melihat Biru yang berdiri bersandar pada motor miliknya. Tubuh kekar Biru terbalut oleh jaket hitam yang nampak membuat ketampanan Biru lebih berkali-kali lipat. Tanpa ada senyuman pada wajah Biru entah mengapa malah membuat Azalea tidak bisa mengalihkan pandangannya ke arah lain. Sampai tiba-tiba Biru berdehem.

"Aa- kak Biru nungguin aku?" kali ini Azalea tidak akan melakukan hal yang bertentangan dengan perintah Biru. Takut kejadian tadi terulang dan merugikan dia. Mau dikata ia pacarnya biru atau disuruh-suruh oleh Biru pun tak apa. Keselamatan jiwanya lah yang paling penting.

"Naik!" Biru menaiki motornya terlebih dahulu. Tak merassakan pergerakan di belakangnya membuat Biru menoleh ke arah Azalea.

"Naik!" Sekali lagi namun dengan nada yang lebih menekan.

Azalea menurutinya namun dalam hati bertanya-tanya "mau kemana malam-malam begini ngajak pergi?". Azalea menghempas pikiran negatif dari kepalanya. Tidak akan mungkin lelaki kaku dan dingin macam Biru berani macam-macam. Tapi mengingat kejadiannya lagi membuat rasa takut itu kembali.

"Mau kemana kak?" dalam posisi Azalea yang sudah duduk di atas jok penumpang, tangannya tidak mau berhenti bertautan karena rasa cemasnya belum hilang.

"Ikut saja. Saya tidak akan macam-macam." Seolah tahu apa yang dipikirkan Azalea, Biru membuat Azalea sedikit tenang. Dan kini Biru malah melepaskan jaketnya.

"Nih pake!" Tubuh Biru masih menghadap depan, namun tangannya menyodorkan jaket miliknya pada Azalea.

Saat menerima jaket dari Biru senyum cerah Azalea mengembang. Meskipun Azalea selalu menyangkal jika Biru bilang mereka pacaran, tapi Berkat Biru Azalea bisa merasakan manisnya menjalin hubungan, dan sejenak bisa melupakan luka hatinya.

Azalea bingung mau berpegangan ke mana. Azalea hanya bisa berharap Biru tidak melajukan motornya dengan kencang.

Namun harapa itu pupus saat Biru melajukan motornya, Azalea hampir saja terjungkal ke belakang. Untung tangannya refleks memegang kaos yang dipakai Biru.

"Sengaja ya?" Azalea memukul pundak Biru.

"Ngga." Mereka berdua saling berteriak karena helm yang mereka pakai membuat sulit mendengar apalagi di tengah jalan raya yang lumayan padat.

Meskipun begitu, dibalik helmnya Biru mengulas senyum tipis. Dirinya memang sengaja menginjak pedal gas. Ternyata mengerjai Azalea menyenangkan. Mengetahui berbagai reaksi dan ekspresi dari gadis itu merupakan hal baru bagi Biru. Tidak pernah ia dekat dengan perempuan seperti ini sejak lama.

Setelah sedikit lama mengemudi, mereka mulai memasuki sebuah hutan. Azalea dibuat takut oleh itu, namun mencoba tetap tenang. Sekelilingnya dipenuhi pepohonan rindang dan jalanan mulai menanjak. Azalea rasa mereka menuju ke tempat yang tinggi seperti gunung. Tapi Azalea tidak tahu ini dimana, karena Azalea mengenal daerah sini.

Akhirnya mereka sampai dipuncak bukit. Azalea melihat sekeliling dan merasa tenang karena bisa menemukan beberapa orang disana. Meskipun begitu, tempat itu masih tergolong sepi. Karena tempatnya yang luas namun hanya ada sedikit orang. Itu membuatnya terasa sedikit kosong.

"Waah indah banget. Ihh lucu banget lampu-lampunya." Azalea terus menatap girang ke sekeliling karena keindahannya.

"Kak Biru tau tempat ini dari mana?" saat ini mereka berdua sudah turun dari motor dan menuju sebuah bangku yang dekat dengan lereng bukit.

"Saya sering jalan-jalan sendiri dan nyari tempat sepi."

"Buat teriak-teriak ya?" Azalea teringat jika di film-film seseorang selalu berteriak bila merasa stres.

BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang