"Itu anak yang kau ceritakan ?" tanya seorang psikiater pada Xavier.
Xavier mengangguk. "Dia sering ketakutan saat akan tidur Ray. Dia juga sangat takut jika orang tuanya menjemputnya. Aku ingin tahu kondisi psikisnya."
"Aku tidak tahu orang sedingin Xavier, bisa peduli dan sehangat ini pada anak kecil."
"Ayolah Ray, periksa dia tapi jangan paksa dia. Aku tidak mau dia tertekan."
"Siap Daddy!" ledek Ray pada teman dekatnya.
Xavier menunggu Cio selama hampir satu jam. Tak lama, Cio keluar dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Anak itu langsung berlari ke arah Xavier dan memeluk nya.
"Kenapa menangis sayang? Apa pertanyaannya sulit?" tanya Xavier dan Cio menggeleng.
Pria kecil itu hanya diam sembari menenggelamkan wajahnya di pundak Xavier.
"Bagaimana Ray?" tanya Xavier pada Ray yang baru saja keluar dari ruangannya.
"Sepertinya dia mengalami depresi situasional. Jenis depresi ini ditandai dengan gejala depresi seperti perasaan murung, perubahan pola tidur, perubahan pola makan, serta mengalami tekanan mental yang cukup tinggi. Sepertinya dia cukup trauma dengan pertengkaran orangtuanya. Terlebih, dia bilang orang tuanya jarang ada waktu untuknya."
"Dia memang susah tidur dan makan .Lalu kenapa dia hanya ingin bersamaku yang notebene aku bukan siapa-siapanya?"
"Dia merasa kamu tempat perlindungan nya. Sebaiknya untuk sementara waktu dia bersamamu saja. Setidaknya sampai kondisi psikisnya membaik."
"Sampai kapan?"
"Entahlah. Kau juga pernah mengalaminya kan? Bahkan sampai saat ini kau masih mengkonsumsi obat depresi itu."
Xavier mendesah panjang, lalu mencium Cio yang masih betah memeluknya. Ray pun tersenyum menatap keduanya.
"Dia cocok jadi anakmu."
"Mau ku juga seperti itu."
"Jadi paman Vier mau menjadi ayah ke dua ku?" sahut Cio secepat mungkin dengan wajah berserinya.
"Tentu saja. Ayo pulang sayang, kita beli ice cream. Bagaimana?"
"Aku mau ice cream yang rasa cokelat."
"Baiklah, kita beli. Oh ya...Thanks Ray. Minggu depan kami kesini lagi buat periksa kondisinya."
"Oke." jawab Ray.
Setelah mengunjungi Psikiater, Xavier membawa Cio untuk membeli ice cream, serta berjalan-jalan sejenak di sekitaran taman apartemen nya.
Mereka juga membeli makanan kucing di mini market, lalu memberi kucing-kucing liar di sekitaran taman untuk makan.
Sebelumnya itulah kebiasaan Xavier di saat bosan. Dan kebetulan saat ini ada Cio, jadi ia mengajaknya. Saat ini ada kucing kecil yang begitu kurus menghampiri keduanya. Kucing itu memakan makanannya dengan sangat lahap, seperti tidak makan berhari-hari.
"Paman, kucingnya pasti lapar kan? Apa dia punya papa dan mom?"
"Semua kucing pasti punya papa dan mom sayang."
"Lalu kenapa dia sendirian dan kelaparan? Apa orang tuanya bertengkar seperti mom dan papa? Apa aku juga akan sendirian seperti dia paman?" Isak nya tiba-tiba.
"Papa dan mommy mu sangat menyayangi mu Cio. Mereka tidak akan meninggalkan mu seperti kucing ini. Lagi pula sekarang ada paman juga kan?"
"Tapi papa dan mommy sering meninggalkan ku sendirian. Apa mereka akan berbaikan?"
Xavier menatap Cio penuh dengan rasa bersalah. Dia juga ikut andil dalam rusaknya rumah tangga Alvy.
Jika saja ia tidak egois untuk menginginkannya, mungkin semua ini juga tidak akan terjadi. Pertengkaran itu tidak akan terjadi.
"Mereka pasti akan berbaikan."
'Paman janji tidak akan menganggu papa atau mommy mu lagi.' lanjutnya dalam hati.
"Paman, bolehkah aku membawa kucingnya pulang?"
"Kamu mau?" Cio mengangguk dengan penuh semangat.
Keduanya pun akhirnya memutuskan untuk membawa kucing tersebut pulang.
Xavier dan Cio juga memandikannya di dalam bath up. Setelahnya, mereka mengeringkannya dengan hairdryer. Hari ini Cio terlihat sangat bahagia.
"Aku akan memberinya nama, Brownie."
"Nama yang bagus, cocok untuk bulunya yang berwarna brown." sahut Xavier sendiri mengelus rambut Cio.
Cio menatap Xavier. "Brownie tidak akan kesepian lagi kan?" tanya nya , tangannya masih mengelus-elus bulu kucing yang sedang ia pangku.
"Tidak sayang. Sekarang Cio tidur ya? Lihat, Brownie saja sudah tidur."
"Mmm, baiklah." Cio langsung naik ke tempat tidur di temani oleh Xavier.
Tak menunggu waktu lama, pria kecil itu dapat tertidur pulas. Baru kali ini Cio dapat terlelap senyaman itu. Xavier rasa, itu karena kucing yang baru saja mereka adopsi. Baru saja Xavier hendak bangkit untuk menyelesaikan pekerjaannya selagi Cio sudah tidur, tiba-tiba bell pintu apartemennya berbunyi.
"Siapa yang bertamu jam segini!" kesalnya sembari bangkit dan berjalan menuju pintu.
Ketika pintu dibuka, di sana ana Alay bersama dengan istrinya Selena. Xavier tahu harusnya itu hal yang wajar. Tapi entah kenapa, hatinya terasa sedikit nyeri.
Ada rasa cemburu karena Alvy, ada juga rasa takut untuk berpisah dengan Cio. Tapi Xavier sudah bertekad. Demi Cio, ia tidak akan egois memaksakan kehendaknya.
"Cio ada di dalam kamar ku." ucap Xavier sinis, lalu membiarkan mereka masuk.
"Kami akan membawa Cio pulang." ucap Selena menatap Xavier dingin.
"Bawalah selagi dia tidur. Jangan telantarkan dia lagi, dia butuh kasih sayang." ujar Xavier tak kalah dingin, sejujurnya Xavier sangat malas dengan wanita itu.
"Jangan sok mengajari!" sahut Selena sinis, lalu masuk ke kamar tanpa permisi untuk mengambil putranya.
"Maafkan istriku , Vier. Terima kasih sudah menjaga nya dan maaf jika Cio sudah merepotkan mu."
"Hm. Jaga dirimu dan Cio baik-baik. Semoga rumah tangga kalian berjalan baik kedepannya."
Ingin rasanya Xavier tubuh itu. Namun ia sadar, itu sudah tidak mungkin. Dan itu sebuah kesalahan.
Pada akhirnya, ia hanya bisa terdiam sembari menatap kepergian kedua orang itu membawa Cio pergi.
"Ah... Hati ku rasanya sakit sekali. " ujar Xavier berjalan lemas dan malas ke kamar. Ia merebahkan tubuh nya ke ranjang menatap langit-langit kamar.
Seleranya untuk bekerja sudah menghilang.
Saat ia baru merebahkan diri , tiba-tiba kucingnya mengeong dan berjalan menghampiri nya untuk ikut naik ke atas ranjang. Kucing itu mencari celah dan ikut menyenderkan tubuh nya ke samping tubuh Xavier.
"Ah, Brownie... Sepertinya aku harus mencarikan pasangan untuk mu. Agar Hidupmu tidak terlalu menyedihkan sepertiku." ucapnya sembari mengelus bulu lembut Brownie.
Pandangannya kembali menerawang. "Padahal di sini yang menjadi korban adalah Alvy. Tapi mengapa sekarang aku merasa seolah aku adalah korban nya?"
Tbc.
![](https://img.wattpad.com/cover/297899406-288-k580352.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
XAVIER (BL) - TAMAT ✅
RomanceXavier , meski terkenal dingin. Namun, laki-laki itu diam-diam memiliki hati yang begitu hangat dan tulus. Xavier tak akan pernah melepas dan membiarkan orang-orang yang ia kasihi menderita apalagi tersakiti. 🥈#2 - bottom [ 17.01.21 ] 🥇#1 - gayst...