16 - Kunjungan Alvy dan Cio.

2.2K 216 7
                                    

"Jadi, sekarang kamu dan Alvy berpisah? " tanya Jun. Wajahnya mulai ia benamkan, lalu bibirnya mulai mengecupi leher jenjang Selena.

Selena mendorong wajah Jun menjauh. "Meski aku dan Alvy berpisah bukan berarti kamu bisa seenaknya nyentuh aku lagi Jun."

"Kenapa Selen? Alvy itu Gay murahan! Bahkan di hari pernikahan kalian saja dia mau tidur sama laki-laki yang sudah tua!"

Selena melotot tajam ketika Hee Jun mengatakan hal itu. Dan yang sedang ditatap langsung menutup bibirnya spontan.

Setahu Selena, rahasia dia menjebak Alvy malam itu hanya dia dan Alvy yang tahu.

Selena bahkan sudah menutupinya dari siapapun, termasuk orang tua mereka. Alvy sendiri juga tidak tahu bentuk lelaki yang memperkosanya seperti apa.

Lalu kenapa Hee Jun bisa spesifik menyebutnya laki-laki yang sudah tua?

"Dari mana kamu tahu Jun? "

"Alvy yang cerita."

"Nggak mungkin! Jawab, atau aku bakal bunuh kamu sekarang juga! Itu pasti ulah kamu kan Jun?"

"Kamu mau bunuh aku Selen?" Hee Jun terkekeh dengan ancaman murahan wanita itu.

"Kamu ingat nggak? Hubungan kita dulu sedekat apa? Oke aku akuin, Aku ikut andil dalam rencana mu diam-diam yang ingin menjual tubuh Alvy malam itu. Kenapa? Aku sakit hati Selen! Apa istimewanya dia sampai kamu pertahanin dia mati-matian?"

Netra Selena melebar saat Jun mengatakan hal itu."Kamu Brengsek Jun! Padahal uang hasil jual tubuh Alvy itu untuk kamu juga! " teriak Selen sambil melayangkan tangannya untuk menampar Jun.

"Bahkan meski dia Gay, kamu tetap mencintainya selama bertahun-tahun? Ini nggak adil! Aku yang kenal kamu duluan! Aku lebih cinta sama kamu Selen!"

"Kamu gila Jun! Bukankah kamu yang lebih dulu meninggalkan ku hanya karena kita LDR dulu? Lalu sekarang dengan mudahnya kamu mengatakan bahwa kamu mencintaiku? Pergi dari rumahku sekarang juga Jun! Aku membencimu!"

Selena mendorong tubuh Jun kuat-kuat agar laki-laki itu segera keluar dari rumahnya. Setelah Jun pergi, Selena terduduk lemas di lantai.

Pikirannya semakin kalut saat ia mengingat fakta kejadian malam itu, serta Alvy yang mengatakan akan menceraikan nya dan membawa Cio pergi.

Selena benar-benar menyesali perkataannya. Sebenarnya, Selena juga tidak mau mengungkit hal itu lagi. Tapi, karena Cio terus saja menyebut nama Xavier dan ingin ikut dengan Xavier lah yang membuat Selena semakin geram.

......

Cio terlihat begitu bahagia pagi ini. Mereka telah membeli unit apartemen sederhana untuk mereka tinggali. Terlebih , Alvy selalu berada di rumah selama beberapa hari terakhir dan selalu menemani Cio setiap detik.

Dia juga membatalkan impiannya untuk menjadi arsitek di New York dan lebih mementingkan Cio.

Alvy begitu memperhatikannya dengan baik. Bahkan karena hal itu ia mulai kembali normal, meski belum sepenuhnya. Terkadang Cio masih suka tiba-tiba murung dan sedih tanpa alasan.

"Pa, apa rotinya sudah matang?"

"Sudah. Ini, Cio makan yang rasa cokelat. Cio suka cokelat kan?" tanya Alvy dan Cio mengangguk sembari melahap roti bakarnya.

Alvy tersenyum senang menatapnya. Ia bahagia melihat Cio lebih sering tertawa sekarang.

"Pa, Cio ingin bicara. Tapi papa jangan marah ya?"

"Hm, ada apa sayang?"

"Cio pengen ke rumah paman Vier. Cio kangen sama Brownie. Dan Cio juga mau bawa makanan untuk paman, kasihan paman selalu makan roti gosong. " ujar Cio dengan jujur.

Dahi Alvy berkerut. "Siapa Brownie?"

"Kucing Cio dan paman Vier! Kita mengambilnya dari jalan, kita juga memandikannya. Cio juga ingin mengenalkan papa dengan Brownie. Dia sangat cantik!" terang Cio dan Alvy mengangguk saja.

'Mereka baru bersama lima hari lamanya. Sudah sebanyak itukah kenangan yang mereka buat?' batin Alvy terus bertanya dalam hati.

"Cio juga mau ketemu mom. Mommy pasti marah sama Cio ya pa? Apa mom membenciku? Kenapa malam itu mommy bilang Cio bukan anaknya?" tanya Cio.

"Sepertinya mommy memang membenci Cio, buktinya mommy lebih mentingin kerjaannya dari pada Cio." ujar anak itu lagi yang berhasil membuat air mata Alvy lolos.

"Kita ke rumah paman Vier. Cio siap-siap ya?" potong Alvy.

Alvy enggan membahas Selena. Karena hatinya akan semakin sakit jika mengingatnya.

"Yeee! Cio akan memakai pakaian yang bagus Pa."

......

Setelah sekian lama, akhirnya Alvy mendatangi tempat Xavier lagi. Alvy juga penasaran bagaimana kabar mantan Presdirnya setelah malam itu.

Malam dimana dirinya dan Selena mengambil Cio secara paksa.

Sekitar hampir satu jam lamanya, mereka sampai ke tempat milik Xavier. Jarak milik Xavier dan Alvy memang jauh, Alvy sengaja agar orang-orang yang pernah ada dalam hidupnya tak terlalu dekat dengannya. Dan, dia juga bisa menata hidup baru bersama dengan Cio. Pikirnya.

Alvy menghembuskan nafas panjang sebelum mengetuk pintu. Ia gugup. Terlebih putranya membawa banyak sekali makanan, seolah Xavier adalah orang miskin yang butuh sumbangan.

Namun baru saja ia mau mengetuk pintu, putranya lebih dulu memencet tombol password, lalu masuk dengan girangnya.

'Sejak kapan Cio tahu password-nya?' batin Alvy bertanya lagi dengan penuh rasa heran.

"Paman Vier! " teriak Cio mencari-cari sosok yang dirindukannya.

Anak kecil itupun memasuki kamar Xavier dan ia langsung menemukan Xavier yang sedang terpejam dengan raut gelisah.

"Paman sakit?" tanyanya dengan berkaca-kaca, sambil menggoyangkan lengan Xavier untuk membangunkannya.

"Loh, Cio? Kamu ngapain kesini?" tanya Xavier begitu ia membuka mata.

Badannya terasa begitu lemas karena demam yang sudah dua hari ini menyerangnya.

"Cio merindukan paman. Apa paman sakit?" tanya Cio untuk yang kesekian kali, sembari memeluknya erat.

Xavier terkekeh serta sangat bahagia melihat Cio menghawatirkan nya.

"Paman hanya pusing, kenapa kamu menangis? Kamu datang sama siapa?"

Baru saja pertanyaan itu keluar, Alvy sudah lebih dulu berada di ambang pintu.

Seakan tak percaya, mulut Xavier pun menganga melihat kedatangan Alvy di hadapannya. Ia pikir setelah malam itu, Alvy tidak akan menemuinya.

Tapi , takdir berkata lain.

"Vier..." sapa Alvy , entah mengapa ia merasa gugup.





XAVIER (BL) - TAMAT ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang