1. | Mulai Suka

390 128 137
                                    

Happy Reading...

Setiap awal tahun ajaran, SMA Antariksa selalu mengadakan kegiatan MOS guna menyambut kedatangan para peserta didik baru. Namun hal ini disalah artikan bagi para senior sebagai ajang balas dendam kepada juniornya. Apalagi para senior tahun ini kebanyakan anak guru, anak mommy yang masih bersifat kekanak-kanakan; berlaga sok paling bener dan haus pujian.

Saat ini semua murid baru sudah berkumpul di lapangan, mereka semua memakai atribut MOS.

"Semuanya berdiri!!" Noval berseru dengan suara keras membuat para murid baru langsung berdiri.

"Kakak-kakak tolong periksa kelengkapan adik-adik ini."

Semua panitia MOS mulai berpencar mendatangi satu per satu juniornya. You know lah mereka bukan hanya sekedar memeriksa kelengkapan, lebih tepatnya 'mencari kesalahan' sekecil apapun itu.

"Sutt-sut hei!" Nefa tersentak lalu menoleh ke samping kanannya. Gadis ber-name tag Dila mencoba mengatakan sesuatu tanpa bersuara. Dia pun menunjuk bagian rambut Nefa. Nefa sama sekali tidak paham maksud Dila.

Dila mendecak pelan.

"Rambut, Lo kenapa enggak di kepang?" bisik Dila sangat pelan dan hanya mereka berdua yang dengar.

"Di kep--" Ucapan Nefa terhenti kala menyentuh bagian rambutnya yang hanya diikat kucir kuda. "Lah-lah kok gak ada gelombang-gelombangnya?"

Nefa pun terdiam ketika salah satu senior mendekatinya. Cindy! Nama itu tertera jelas di tanda pengenalnya. Cindy mulai mengamati Nefa dari atas hingga ke bawah lalu mengangguk-anggukkan kepalanya tanda Nefa memakai atribut yang lengkap. Sampai akhirnya Cindy melihat ke belakang Nefa untuk memeriksa rambut.

"Ekhem!" Suara itu terdengar begitu keras di telinga Nefa yang membuat Nefa terlonjak kaget.

Mampus deh gue

Cindy kembali berjalan ke depan dan langsung berhadap-hadapan dengan Nefa. Jantung Nefa mulai berdegup kencang.

"Lo!" tunjuk Cindy, "ke depan!!"

Nefa melirik ke Dila dan Dila menatap Nefa dengan tatapan sendu. Mau tidak mau Nefa pun berjalan perlahan ke arah depan. Damn! Semua kakak kelas yang sedang berada di depan menatapnya dengan tatapan tajam seolah ingin menerkamnya.

Nefa mencengkeram erat rok seragamnya, jantungnya masih berdegup kencang, keringat dingin mulai membasahi pelipisnya karena Nefa kini sedang diceramahi oleh seniornya. Bukan karena takut, tapi karena Nefa sudah tak tahan berada di dekatnya. Alasannya nafas seniornya ini bau, air ludah muncrat ke mana-mana bahkan sampai kena ke wajahnya ditambah lagi suara cemprengnya yang memekakkan telinga.

Hamba enggak kuat Ya Allah, tolong buat diri hamba mengilang dari sini

"Lo denger enggak apa yang barusan gue omongin?"

"Denger, Kak."

"Yaudah sekarang, Lo harus dapet tanda tangan semua panitia MOS di sini. Cepetan!!"

Nefa langsung berlari ke arah tasnya berada untuk mengambil satu buku dan satu pulpen dan satu lagi pastinya; melarikan diri. Nefa melihat ke sekeliling dan ternyata ada banyak yang bernasib sama seperti Nefa. Dia pun mulai menghampiri salah satu seniornya.

"Kak, gu-saya minta tanda tangannya, Kakak." Nefa hampir aja menyebut kata gue. Dia pun menyerahkan buku dan pulpennya. Seniornya itu langsung menjauh dari Nefa.

"Eits, ada syaratnya."

Nefa mengernyitkan dahinya. "Syarat apa, Kak?"

"Lo harus bilang Kak Rio ganteng dengan suara yang keras."

Ck, dasar narsis!

"Kenapa? Enggak sanggup?" tantang Rio dengan menaikkan sebelah alisnya.

"Sanggup, Kak," balas Nefa cepat.

Nefa pun mulai menarik nafasnya dalam-dalam lalu berteriak kencang. "KAK RIO GANTENG!!"

Rio tersenyum penuh kemenangan dan langsung menandatangani buku Nefa.

"Makasih, Kak."

"Yoi."

Baru satu orang, masih ada dua puluh empat orang lagi yang mesti Nefa dapet tanda tangannya. Nefa pun mulai mendekati satu per satu seniornya dan tentunya Nefa harus rela disuruh apapun. Mulai dari disuruh nyanyi, puisi, pantun, tebak-tebakan dan masih banyak lagi perintah lainnya.

"Huh! Tinggal ... satu orang ... lagi," ucap Nefa terbata-bata sembari mengatur napasnya.

Nefa mulai menghampiri seseorang yang sedang berdiri di pojok lapangan. "Kak saya minta tanda tangannya, Kakak."

"Oke," ucapnya dan langsung menandatangani buku Nefa tanpa syarat.

Kening Nefa berkerut. "Eh?"

"Nih, udah."

"Kok, Kakak enggak ngasih persyaratan? Enggak kayak kakak-kakak lainnya," tanya Nefa polos.

"Emangnya mau gitu disuruh?"

"Eh enggak kok, Kak cuma nanya aja," balas Nefa sambil memperlihatkan deretan giginya.

Nefa pun masih diam di tempat sambil menatap wajah seniornya karena terpesona dengan ketampanannya. "Masih belum puas ngeliatin wajah gue, hm?"

Hal itu membuat kedua bola mata Nefa nyaris keluar dari tempatnya. Kaget bercampur malu. Buru-buru Nefa pamit lalu berlari menjauh.

Aishh, malu banget gue

****

TBC!

Nefa dan ArkAthallaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang