10. us, and her

167 28 38
                                    

-𝐬𝐨𝐔𝐑𝐬𝐰𝐞𝐞𝐭-

Di persimpangan jalan yang tidak terlalu ramai, Livy mengumpat saat menyadari jika di depan ada razia berupa penilangan oleh pihak polisi. Saat akan putar balik, seorang petugas mengagetkan Livy karena tiba-tiba berada di depannya dan menutup akses untuk memutar balik mobil.

Orang dengan seragam itu berputar dan mengetuk jendela mobil Livy beberapa kali. Karena itu juga,  tanpa surat izin mengemudi dan dokumen lainnya yang pasti akan ditanyakan.

"Bisa dilihatkan STNK dan SIM-nya, De?"

Livy melihat ke arah polisi yang kini menunduk itu, perlahan kepalanya menggeleng, menjawab pertanyaan berurut-turut tadi.

"Belum punya SIM?"

"Belum."

"Kenapa?"

"Belum tujuh belas Pak."

"Kalau tahu belum cukup umur kenapa nekat bawa mobil?"

"Kan saya sekolah Pak, nggak ada yang anterin."

"Kan biasa memakai jasa orang. Sekarang ada ojeg online, taksi, transjakarta, masih mau memberi alasan?"

"Ya maaf, Pak" ujar Livy kemudian menundukan kepalanya dengan memainkan jari yang diatas paha. Persis seperti anak-anak yang takut karena dimarahi orangtuanya.

Karena merasa tidak ada lagi hal yang bisa dijadikan pembelaan, Livy tiba-tiba meminta maaf membuat polisi itu berhenti bicara dan menyuruh Livy menepikan mobilnya lalu membacakan pasal pelanggaran yang mengakibatkan penyitaan barang, sidang, dan juga denda.

Setelah membacakan pasal yang dilanggar, polisi itu kemudian memberikan surat tilangan kepada Livy dan tangannya bergerak mengambil kunci mobil yang Livy pegang tanpa disadari gadis yang kini masih bengong itu.

"Ini surat tilangnya De, berikan kepada orang tua kamu dan kamu bisa datang ke tempat di waktu yang sudah ditentukan ya bersama ibu atau ayah kamu."

Livy menerima surat tilang itu dan mengangguk. Matanya memperhatikan polisi itu yang kini sudah mengamankan mobilnya dan dilajukan entah dibawa kemana.

Menatap surat tilang di tangannya, Livy menginjak jalan dengan kesal. Tangannya bergerak merapikan rambut dengan perasaan tak karuan karena takut orangtuanya marah dengan fakta jika mobil itu disita polisi.

Livy melangkah pelan di pinggiran jalan, setelah memasukan surat tilangan tadi ke dalam tas, tak tahu harus kemana dan naik apa sekarang untuk pulang. Karena rasanya, di sini tidak ada taksi yang lewat apalagi transjakarta yang bahkan tidak diketahuinya melewati jalur mana saja.

Livy kemudian memilih menyebrang, dengan pandangan yang hanya fokus ke depan tanpa mempedulikan kiri kanan karena merasa jalanan sedang sepi dan lenggang. Livy melangkah cepat, hingga tidak menyadari jika ada sebuah motor melaju kencang ke arahnya.

"Anjing!"

Livy hampir saja ditabrak, dan itu salah dia sendiri.

Livy dengan jantung berdetak hebat memundurkan langkahnya begitu dia mendengar si pengendara yang hampir menabrakanya itu mengumpat.

Livy sangat shock, sungguh.

"Lo ngapain masih di sini? Kepisah sama anak-anak?"

Saat helm itu dibuka, barulah Livy biss melihat jika orang yang mengendarai motor merah itu adalah Kaza.

Livy hanya mengangguk kecil, dia masih belum bisa terlalu banyak bicara, jantungnya masih berdetak kelewat cepat dengan tubuh yang masih gemetar.

"Sorry, gue nggak maksud ngumpatin lo tadi, gue cuma kaget," ujar Kaza menjelaskan kepada Livy yang terlihat tidak baik-baik saja.

So(ur)sweetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang