24. confess

139 17 0
                                    

-𝐬𝐨𝐔𝐑𝐬𝐰𝐞𝐞𝐭-

"Mau kemana kamu?"

Livy menghentikan langkahnya, setelah semalam Rea memberikan ceramah panjang, sampai membuat Livy hampir tertidur di kursi, mamanya kali ini kembali memanggilnya membuat Livy menghela napas, dan berjalan mendekati Rea yang duduk di meja makan.

Awalnya, Livy akan langsung pergi saja, tanpa sarapan. Karena masih kesal dengan mamanya.

"Kamu beli tas lagi?" tanya Rea, matanya menajam saat melihat tas yang dikenakan anak perempuannya itu.

Livy menyimpan tas nya ke kursi samping yang kosong. "Enggak."

"Terus itu?"

"Dikasih temen."

"Siapa temen yang sampe ngasih tas kayak gitu?"

"Kenapa sih Ma ih kepo banget."

Rea semakin kesal mendengar jawaban ketus anaknya. "Livy, kamu nggak macem-macem kan?"

Livy menghela napas, dia menghentikan kegiatannya saat memasukan sereal ke dalam mangkuk.

"Macem-macem apa sih Ma, aku dari pagi sampe sore belajar, mau macem-macem juga nggak ada waktu."

"Kalo lupa, kamu pulang malem kemarin."

"Ish, tapi kemarin juga nggak macem-macem, aku cuma jajan doang sama temen bimbel."

"Yasudah, jawab aja yang jelas, ini kamu dapet tas dari siapa?"

"Dari Kaza, yang semalem nganterin aku pulang," ujar Livy pada akhirnya.

Kaza semalem memang sempat bertemu Rea, karena mamanya itu dengan cepat membukakan pagar, entah sengaja menunggu kepulangan Livy atau hanya kebetulan sedang di luar.

"Pacar kamu?"

"Bukan, dia cuma temen aku. Udah ah, aku mau pergi, byee Ma."

Livy kemudian berlari, sebelum Rea kembali melayangkan pertanyaan lagi, tak sopan.

Di pagi hari sabtu ini, Livy yang sudah mengenakan setelan cantik berupa crop top putih ditutupi jaket hitam kulit, dengan bawahan berupa mini skrit dan sneaker hitam dari adidas. Di tangannya, tas pemberian dari Kaza sengaja ia pakai, karena si pemberi hadiah ini yang akan menemaninya jalan-jalan hari ini.

Di hari sabtu yang cerah ini, Kaza menemani Livy mengunjungi pop store yang menjual berbagai barang dari penyanyi internasional, seperti Taylor Swift yang sangat disukai oleh Livy yang kini minta tolong Kaza untuk mengambil beberapa foto dia di samping album Taylor Swift menggunakan ponselnya.

Melihat senyuman yang terus mengembang di wajah yang biasanya memperlihatkan raut wajah datar, Kaza ikut bahagia saat Livy nampak sangat puas hari ini.

Ini pop store yang baru buka yang menghadirkan banyak pilihan official merchandise dari artis ternama.

Tak tanggung-tanggung, Livy membeli banyak hal, mulai dari t-shirt, sweater, topi, case ponsel, bracelet, hingga poster.

Setelah puas berbelanja, mereka berdua kembali ke dalam mobil dan diam untuk beberapa saat. Sebelum Kaza kembali menjalankan mobilnya untuk mengunjungi kedai es krim seperti yang Livy katakan.

"Kaza, thanks ya udah ajak gue ke sana, gue baru tau loh di daerah sini ada toko itu."

"Sama-sama, gue juga kemarin nganter kakak gue ke sini, pas tau dia beli banyak merchandise Taylor, gue langsung inget lo. Jadinya gue ajak deh."

"Kok bisa tau gue suka Taylor?"

"Enggak nyadar ya tiap hari twitter lo retweet tentang dia terus?"

"Lo tau akun twitter gue?!"

"Tau, kenapa emang?"

"Nama akun lo apa?"

"Ada, cari aja, gue follow lo kok."

Livy meringis kecil, terlihat merasa bersalah. "Gue nggak tau, lo juga, kok nggak minta follback?"

"Sengaja, biar sadar sendiri, eh nggak sadar-sadar."

"Ya lagian, gue jarang cek followers, gue juga buka twitter cuma buat liat info Taylor aja."

"Yang ini bukan Kaz?"

Hal kecik yang Kaza sadari adalah, alih-alih menyebut 'Za' seperti orang lain, Livy malah menyebut Kaza dengan kata 'Kaz' dan Kaza lebih menyukainya.

Kaza mengangguk, lalu matanya melihat ke luar.
"Mau dimakan dimana es krim nya?"

"Di sana aja deh, gimana?"

"Ayo aja, bentar gue cari tempat kosong dulu."

Begitu eskrim nya sampai dan Kaza mencicipi pesanannya dengan percaya diri, membuat Livy harap-harap cemas melihatnya. Hingga tawanya keluar, saat melihat ekspresi Kaza setelahnya.

"Udah dibilang mint choco itu nggak enak! Ngeyel banget," ujar Livy masih dengan tawanya yang terdengar puas.

Kaza menggeser es krim pilihannya.

"Rasanya, kayak pasta gigi."

"Nggak bisa dibilangin sih, ini aja berdua mau? Atau mau pesen lagi?"

Rasanya, hari ini Livy sangat nyaman dengan keberadaan Kaza yang sudah membuatnya banyak tertawa.

Sore hari itu dihabiskan dengan se cup es krim besar yang dinikmati dua orang yang menampilkan senyuman cerah di wajah masing-masing, seolah-olah mereka adalah mahluk paling bahagia hari ini.

"Lo emang suka banget sama hair clip?" tanya Kaza begitu Livy membenarkan letak hair clip putihnya di dalam mobil. Mereka sudah akan pulang, dengan matahari yang mulai turun perlahan.

Livy hanya mengangguk sekenanya tanpa melihat ke samping.

"Btw, lo udah izin sama Aletta?" tanya Livy saat otaknya tiba-tiba memikirkan hal itu.

"Kenapa harus izin?"

Livy diam, menunggu Kaza melanjutkan ucapannya.

"Gue sama dia, nggak pacaran, jadi gue pikir nggak masalah kalo gue mau pergi sama siapapun, kan?"

"Tapi kenapa? kenapa kalian nggak pacaran aja?"

Livy kemudian menoleh ke arah Kaza dengan raut panik. "Eh kalo nggak mau jawab nggak pa-pa, privasi ya itu," ralatnya seakan baru sadar sesuatu.

Kaza tertawa singkat. "Nggak pa-pa, santai. Gue bakalan jawab."

"Jawabannya juga simple, karena kita nggak mau buang-buang waktu buat hal yang udah jelas nggak mungkin, lagian gue pikir, masalahnya terlalu berat buat kita yang masih mau seneng-seneng."

Alis Livy tertaut, bingung. "Maksudnya?"

"Maksudnya, kita beda agama. Jadi selama ini, kita coba buat nggak terlalu jauh, lagian gue sama Aletta itu cuma deket biasa kok, nggak sampe punya perasaan lebih kayak lo sama Glen."

Livy tampak mendelik, mendengar Kaza menyebut nama itu.

"Lo masih sayang sama dia nggak Liv?"

Pertanyaan Kaza belum juga dijawab oleh Livy, hingga akhirnya Kaza melihat ke samping, menemukan Livy yang juga melihat ke arahnya.

"Soalnya gue mau deketin lo."

Livy nampak terkejut dengan pengakuan Kaza yang tiba-tiba, jujur saja dia sangat shock mengingat perlakuan Kaza terbilang biasa saja dan tidak menimbulkan kecurigaan untuk Livy, karena sampai saat ini pun Livy juga hanya menganggap Kaza teman biasa yang kebetulan sekelas saat di tempat bimbingan belajar.

Livy tertawa kecil. "Lo, aneh banget."

"Apanya yang aneh?"

"Gue itu, mantannya Glen, temen lo."

Kaza mengangguk. "Terus?"

"Gue jahat nggak kalo mikir hubungan lo sama dia bakalan rusak kalo lo deketin gue?"

-𝐬𝐨𝐔𝐑𝐬𝐰𝐞𝐞𝐭-

vote. komen.

So(ur)sweetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang