Lamia membuka dokumen pekerjaannya yang diserahkan oleh Arth. Setelah pesta beberapa hari yang lalu Arth terlihat cukup pendiam. Pria itu tidak banyak bicara setelah menerima telepon dari seseorang.
Mereka sudah kembali ke Kanada beberapa hari yang lalu, perjalanan yang melelahkan dan juga pengalaman baru bagi Lamia. Meskipun ia termasuk salah satu jejeran orang kaya, tetapi semua itu tidak bisa dibandingkan dengan keluarga Arth.
Ia mengingat istana yang mereka sebut sebagai mansion utama, ia tidak habis pikir ada berapa ribu ruangan di istana besar itu. Dari kamar yang ia sempat tinggali ke ruang pesta saja sudah cukup memakan waktu beberapa menit dengan berjalan kaki.
"Aku tidak ingin datang ke tempat itu lagi," gumam Lamia sambil mendesah kecil.
Wanita itu menatap ke arah Arth, pria itu sibuk dengan tablet di tangannya. Pekerjaan hari ini tidak terlalu banyak, ia hanya harus mengecek beberapa hal tentang proyek yang mereka bangun.
Suasana canggung itu membuat Lamia beranjak berdiri dan segera pergi dari ruangan, ia tidak begitu suka dengan ruangan yang terasa menyesakkan. Arth sama sekali tidak melirik ke arahnya, karena pria tidak fokus dengan sekitarnya.
Lamia turun ke lobi untuk memesan minuman di cafe yang ada di dalam gedung, ia memilih duduk di dekat jendela. Salju-salju terlihat begitu indah saat sedang turun, ia ingin bermain di atas salju, tetapi ia tidak bisa melakukannya.
Lamunannya pecah saat terdengar lonceng pintu masuk cafe berbunyi, ia dapat melihat pria Asia yang terlihat begitu tampan dengan mata kirinya yang tertutup perban. Lamia kembali menatap jendela dan tanpa di duga pria itu duduk di hadapannya tanpa tersenyum sedikit pun.
"Akhirnya kita bisa bertemu, Lamia."
Lamia mematung dengan sapaan pria tampan itu, otaknya bekerja cepat untuk mengingat siapa pria di hadapannya. Rasanya tidak begitu asing, tetapi ia tidak dapat mengingatnya.
"Kau mengenalku?" tanya Lamia hati-hati.
"Kau benar-benar mirip dengan ibumu."
Wanita itu tercekat, ia sudah lama tidak mendengar kalimat itu sekian lama. Lamia mencoba menetralkan detak jantungnya, tetapi bibirnya tidak bisa diajak kompromi.
"Kau mengenal ibuku?"
Pria itu bangkit berdiri dan menyerahkan kartu nama pada Lamia, tangan lamia bergetar begitu ia membaca kartu nama itu. ia mendongak dan menatap pria itu tidak percaya.
"Aku ayah tirimu, kau bisa menghubungiku lain waktu. Jika kau ingin bertemu dengan Eve, jangan beritahu siapa pun tentang hal ini. Saat ini aku tidak memiliki banyak waktu, setidaknya aku sudah bertemu denganmu walaupun hanya sebentar. Sampai jumpa lagi lain waktu, Lamia."
Pria itu pergi setelah mengusap kepala Lamia lembut. Lamia memandang kartu nama dan nomor ponsel milik pria itu. Ryu D'Acretia, itulah nama yang tertera di kartu nama tersebut. Lamia memasukkannya ke dalam dompet, ia akan menghubungi pria itu lain waktu.
Saat ini yang terpenting tidak ada yang boleh mengetahui tentang ayah tirinya yang datang bertemu walaupun hanya sebentar. Jantungnya masih berdegup kencang, ia bahagia dan juga sedih disaat yang bersamaan. Akhirnya ada titik terang tentang untuk bertemu kembali dengan wanita yang selama ini ia nanti.
Lamia tersenyum, rasanya ingin menangis di pelukan seseorang. Wanita itu bergegas kembali ke ruangannya, ia harap Arth tidak mencarinya. Menaiki lift, ia segera menuju lantai dua puluh lima. Membuka ruangan dan ia mendapati Arth yang tidak bergerak dari tempatnya. Lamia tersenyum dalam diam, ia semakin semangat untuk mengakhiri pekerjaan hari ini.
"Ada sesuatu yang aku lewatkan?" tanya Arth yang sadar jika wajah Lamia tersenyum begitu cerah dari luar ruangan.
"Tidak ada, aku hanya ingin cepat pulang. Ini masih musim dingin dan aku tidak terbiasa untuk datang ke kantor, jadi bisa percepat pekerjaan kita?"
Arth mengangguk, ia juga harus cepat pergi dari sana untuk menemui bawahannya. Nero memberitahunya jika Ryu sudah keluar dari pulau. Semua rencananya akan kacau jika Ryu bertemu dengan Lamia.
"Aku akan langsung mengantarmu," jawab Arth dan Lamia mengangguk.
Setelah pekerjaan mereka berdua selesai, Arth mengantar Lamia kembali ke apartemen wanita itu. Setelah ia rasa cukup aman, Arth bergegas pergi. Seperti biasa Velone menggantikan Arth menjadi supir.
"Jadi ia sudah pergi dari pulau?" tanya Arth pada Velone.
"Ya, dari informasi yang aku dapatkan Tuan Ryu sudah pergi dari pulau beserta anak buahnya. Kali ini ia akan mengambil alih kepala keluarga D'Acretia. Tuan Sousaki sudah mengizinkannya," terang Velone.
Arth tidak bereaksi, ia membenci apa yang ayahnya lakukan saat ini. Ia tahu jika pria itu akan menemukan Lamia dan mengganggu kehidupannya yang damai.
"Apa kewarasan pria itu sudah kembali?" tanya Arth.
"Menurut anak buahmu, ia seperti itu setelah melewati masa kritis. Aku tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi pada Tuan Ryu." Velone menjawab sambil mempercepat laju kendaraannya.
Arth mengirim pesan kepada Lamia untuk tidak perlu datang ke kantor, ia akan mengosongkan jadwal kerjanya untuk mengurus Ryu. Dalam hal kekuatan, Ryu bukan manusia normal, ia salah satu eksekutif di Roulette. Salah langkah maka ia yang akan terluka, Arth tidak bisa main-main dengan Ryu yang sudah kembali kewarasannya.
"Pria itu berbahaya, kita harus hati-hati sebelum aku mengeluarkan kartu As ku," ujar Arth dan Velone mengangguk mengerti.
Hari ini juga Arth harus pergi ke Paris, kemungkinan besar ayahnya berada di sana menemui Minerva. Akan tetapi, Arth tidak mengetahui apa yang dilakukan Ryu. Setelah kepergian Arth bersama Lamia, Ryu melihat mereka berdua meninggalkan gedung.
Tatapan tanpa ekspersi itu terus menatap mobil Arth sampai menghilang dari pandangan. Di belakangnya sudah berdiri orang-orang yang setia padanya, masalah dengan Sousaki sudah selesai, lalu ia akan melanjutkan rencananya.
"Kita harus segera pergi ke Paris, Arth pasti akan kembali memastikan dirimu ada di sana," ujar Pandora yang merupakan salah satu Eksekutif Roulette.
Ryu sudah mengetahuinya, ia segera pergi bersama dengan Pandora dan yang lainnya. Mereka yang merupakan eksekutif Roulette mendapatkan tugas untuk menjaga Ryu. Felica takut jika sepupunya membuat masalah di luar sana. Ryu yang mengerti maksud Felica hanya bisa mengikuti keinginan sepupunya itu.
Sekembalinya mereka, Ryu langsung menemui Minerva, putri kandungnya yang akhirnya bisa melihat dunia luar. Ia mendengar keributan di dalam Roulette, tetapi ia tidak bisa masuk dalam pembicaraan mereka begitu saja.
"Papa, aku merindukanmu," ujar Minerva, gadis itu memeluk Ryu begitu erat.
Ryu tersenyum, ia membalas pelukan putri mungilnya yang sudah terlihat sehat. Sepertinya obat untuk Minerva sudah di dapatkan. Ia sangat bersalah dengan apa yang menimpa Minerva, semua terjadi karena dirinya.
Tanpa banyak kata Minerva tahu apa yang ingin Ryu katakan, semua orang tahu jika Ryu tidak pandai mengungkapkan kata-kata.
"Aku akan membereskan Arth, kau baik-baik saja dengan itu?" tanya Ryu pada Minerva.
Minerva mengangguk pelan, selama ayahnya baik-baik saja ia tidak akan ikut campur dengan apa yang ayahnya lakukan.
"Aku ingin berbicara berdua denganmu Minerva," pinta Ryu.
Minerva menoleh ke belakang untuk meminta ruang pada kedua dokter yang sedang menjaganya. Kedua pria itu menjauh dan Ryu membawa Minerva ke kamar gadis itu. Minerva duduk di sofa, sedangkan Ryu mensejajarkan tingginya dengan Minerva di hadapan gadis itu.
"Jadi, ada apa, Papa?"
***

KAMU SEDANG MEMBACA
D'Acretia
RomanceBook 1 Dark Romance : Brothers Conflict Book 2 Dark Romance : About Us Book 3 Dark Romance : D'Acretia Menceritakan tentang putra pertama Eve dan Ryu, Arth Belamy D'Acretia. Arth ditakdirkan untuk menjadi penerus Sousaki D'Acretia yang menjadi bang...