Chapter 7

527 94 2
                                    

Arth menggerutu saat Felica menghubunginya untuk kembali ke Paris, pasalnya Aunty-nya itu lagi-lagi mengambil jalan cepat membawa Minerva pergi dari pulau tanpa sepengetahuannya. Ia harus menyelesaikan pekerjaannya di Kanada dalam waktu satu hari, meski tidak membuat kepalanya sakit karena harus mempercepat pekerjaannya.

"Arth, kau baik-baik saja?" tanya Lamia yang sedari tadi memperhatikan wajah Arth yang melamun.

"Aku baik-baik saja, hanya sedang memikirkan adikku yang akan datang ke Paris," jawab Arth sambil tersenyum ke arah Lamia.

"Paris?" tanya Lamia yang ingin tahu lebih lanjut.

"Disana adalah tempat sepupu Ayahku, dan semua keluargaku sedang berkumpul untuk menyambut kedatangan adikku. Jadi, aku harus menyelesaikan semua pekerjaan dua minggu kedepan dalam satu hari." Lamia mengangguk mengerti, tetapi ada sesuatu yang menganjal di pikirannya.

"Menyambut adikmu? Maaf jika aku terlalu ingin tahu," Arth kembali menyunggingkan senyuman manisnya kepada Lamia.

"Adikku sejak lahir tinggal di sebuah pulau tidak berpenghuni dengan Ayahku, kondisinya yang selalu diambang kematian membuatnya tidak diperbolehkan untuk keluar dari pulau itu. Beberapa dokter terbaik yang di kirimkan oleh Aunty-ku akhirnya dapat menemukan obat untuk membuat adikku bertahan lebih lama. Karena itu, ia sekarang bisa keluar dari pulau dan akan tinggal bersama Aunty Felica, dan semua saudaraku menyambut kedatangannya." Terang Arth dan membuat wajah Lamia memucat seketika.

Tidak ada yang tahu tentang informasi keluarga Belamy, keluarga bangsawan memang selalu menutupi apa yang terjadi di dalam keluarga mereka. Namun, Lamia tidak menyangka kehidupan yang Arth lalui begitu berat dengan kenyataan adikknya yang selalu dibayangi kematian.

"Lalu, bagaimana bisa Adikmu bersama dengan Ayahmu? Bahkan kau terlihat membencinya,"

"Adikku bersama dengannya agar pria itu tidak kembali mencoba bunuh diri untuk yang kesekian kalinya setelah Ibuku tiada," jawab Arth, pandangannya kembali ke layar tablet di tangannya.

Lamia sedikit terkejut melihat sikap Arth yang terlihat biasa saja dengan mengatakan sebuah fakta yang mengerikan. Arth yang di perhatiakan kembali menatap Lamia dan menjawab semua pertanyaan yang ada di kepala cantik wanita itu.

"Aku tidak perlu bersedih hanya untuk pria yang telah membunuh Ibuku, bukan? Lagi pula aku sudah cukup bersedih sejak usiaku sepuluh tahun," kekeh Arth, Lamia tidak bisa menjawab, ia sendiri tidak tahu harus merespon apa dengan pertkataan Arth.

"Jadi, apa kau akan pergi besok?" tanya Lamia, Arth mengangguk sambil mengerjakan pekerjaannya di tablet.

Ruang kerja Lamia kembali hening dengan Arth yang dengan serius memperhatikan tablet di tangannya, sesekali ia menghubungi seseorang dan kembali lagi menatap tablet di tangannya. Lamia kembali fokus dengan pekerjaannya di depan mata, mendengar Arth akan pergi saja entah mengapa membuatnya merasa kesepian.

Keheningan itu tercipta cukup lama hingga Lamia tidak sadar jika Arth kini memperhatikannya, jemari lentik Lamia terus mengetik di atas keyboard dengan sesekali keningnya berkerut karena menemukan beberapa masalah.

"Butuh bantuan?" tanya Arth dan Lamia sepertinya tidak mendengar karena terlalu serius dengan beberapa bahan dan laporan lainnya.

Arth tersenyum, ia bangkit lalu mendekati meja Lamia. Memutar dan berdiri tepat di bekalang Lamia, Arth memperhatikan pekerjaan Lamia yang terlihat sangat baik dan cukup efisien dalam mengerjakan tugasnya. Arth menundukkan tubuhnya hingga wajahnya sejajar dengan Lamia.

"Serahkan bagian advertising pada perusahaan Skyland, mereka cukup kreatif dalam melakukan periklanan." Lamia nyaris saja berteriak saat mendengar suara Arth yang berada di telinganya.

D'AcretiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang